calon suamiku tidak datang di hari pernikahan kami,sementara keluarga pamanku mendesak agar aku mencari pengantin penganti agar mereka merasa tidak di permalukan.terpaksa,aku meminta supir truk yang ku anggap tengil untuk menikahiku,tapi di luar dugaanku, suami penganti ya aku sepelehkan banyak orang itu...... bukan orang sembarang bagaaiman bisa begitu dia berkuasa dan sangat menakutkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheena Sheeila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak menolak
"Aku tidak malu,lho.aku hanya pengen tahu pekerjaanmu saja." Aku tidak terima dibilang malu.
"Benarkah?" Rizal menyipitkan mata menatapku.
"Benar,Rizal.Aku sudah kapok di hujat orang dengan menginstalahkanku bagai pungguk merindukan rembulan. Aku rasa hidupku dalam kesederhanaan jauh lebih baik dari pada dalam kemewahan namun banyak sekali masalah. Jadi,bahkan pun kau seorang tukang becak atau kuli sekalipun,aku tidak akan malu,kok."
"Kau lebih suka hidup seperti ini?" Rizal terbelalak seolah tidak percaya aku mengatakan hal itu.
"aku sudah di sadarkan keadaan,bahwa tempatku memang disini,Rizal. jadi jangan berkecil hati kalau kau hanya seorang supir truk. Saat ini,dengan apa yang sudah menimpa ku,aku lebih nyama tinggal bersama pria sederhana sepertimu," kukatakan hal itu agar Rizal tidak merasa kurang percaya diri lantaran tadi sudah berniat mencari pekerjaan yang membuatku tidak malu.
"Seadanya saat ini kau blang bahwa kau adalah anak pengusaha kaya raya,mungkin saat ini aku berubah pikiran,Rizal."
"Maksudmu?" Rizal menatapku serius.
"Ya.aku akan memilih berpisah saja denganmu. Hanya mau melindungi mentalku saja yang selalu dihina-hina oleh orang kaya!"
Tak sengah kulihat jakun Rizal bergerak naik turun. Sepertinya sedang menelan salivinanya mendengar pernyataan ku. Kenapa juga dia jadi setegang itu?
"Haha,kenapa kau jadi serius begitu?"tawaku seraya menyenggol bahunya.
" Aku hanya terkesima padamu. Tidak menyangkal saja masih ada wanita sepertimu,yang justru tidak menyukai kekuasaan,"tukas Rizal ikut tertawa lalu meneguk air putih dalam gelas.
Seusai makan malam,kami membereskan meja makan dan dapur bersama. Rizal juga membantuku mencuci piring. Sesekali pria itu selalu mengeluarkan joke-joke garing.walaupun begitu aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.
"Kau jangan heran dengan tetangga kita. Didepan rumah ada sepasang suami istri yang setiap hari perang melulu. Suaminya pernah curhat padaku, Istrinya meminta tambah uang bulanan karena piring di rumahnya selalu habis di setiap akhir bulan."
"Haha,mereka sengaja menambahkan budget buat pertengkaran mereka?"
"Ya.kuberi saran saja agar menganti perabotan rumahnya dengan plastik biar sedikit awet."
"Ada-ada saja."
"apa kau butuh budget juga buat beli piring?"
"Oh,jadi kau berharap setiap hari kita bertengkar lalu akan ada piring terbang begitu?" aku memukul lengan Rizal yang sedang menata gelas di tempatnya.
"Janganlah.mending kalau kau marah katakan saja apa yang membuatmu marah padaku. Aku tidak keberatan kok mendapatkan hukuman langsung darimu."
"Apa lagi hukumannya seperti saat kau memperkosaku malam itu," tambahnya.
Aku menatap Rizal dengan tidak terima,dan pria itu malah terkekeh.
Gelas dan piring sudah masuk ke tempatnya. Dan meja dapur juga sudah bersih.tiba-tiba pria itu menempel saja di belakangku.
DEGG!
Mau apa dia?
"Risna,apa kau tidak dengar kataku tadi?"
"Apa?!"
"Rasanya aku pengen di perk*samu lagi," ujarnya memperjelas kan.
"Jangan bilang di perkosa. Kau yang menikmatinya secara sadar, kan? Bahkan aku tidak tahu apa-apa,lho." aku mulai menampakan sifat tidak menolak dengan terbawa candanya.
Aku sudah menerima dengan kejadian malam itu dan tidak mungkin menyalahkan Rizal. Apa lagi tahu bahwa semua itu karna akulah yang dalam pengaruh alkohol hingga membuat Rizal terpaksa menyentuhku.
Bagaimanapun juga Rizal adalah pria normal. Dia juga tahu bahwa aku adalah istrinya. Jadi tentang pengendaliannya yang tidak sekuat baja menghadapi wanita dalam pengaruh alkohol,aku bisa memakluminya.
Satu hal lagi yang membuatku terkesan padanya,sejak peristiwa itu,Rizal masih sangat menghargai ku dan tidak mencoba mengusik. Aku benar-benar nyaman dengan sikap pria ini.
Tapi jika saat ini Rizal mulai menginginkan kegiatan itu,sepertinya sangat tidak adil jika aku tidak memenuhinya.
"Rizal,aku juga pengen tahu rasanya kegiatan itu dalam sadar,"tanpa sadar kata itu terucap begitu saja
Dari mulutku.
Tentu saja Rizal tersenyum dengan lebar. Kemudian lengan besarnya itu kemudian dilingkarkan ke pinggangku. Pria itu mulai menciumi puncak kepalaku,pipi, dan turun untuk megendus-gedus leherku.
"Baiklah,sayang. Mari ku bawah kau mengarungi sedapnya bercinta," bisiknya lirih Rizal dengan suara barintonya yang terdengar begitu mesra.
Meskipun pipiku memanas dan Rizal pati melihatnya
Kemerahan karna malu,aku tidak menolak ketika pria ini mengangkat tubuhku untuk menggantung di pinggangnya sembari melanjutkan ciuman-ciumanya yang menghanyutkan.
Aku sampai tidak menyadari klau Rizal berjalan menuju kamar hingga tubuhku direbahkan di atas tempat tidur.
Kurasakan kelihainya melucuti pakaianku meski meski masih bermain-main dengan bibirmu.
Perlakuan Rizal begitu lembut dan melenakan.
Sentuhan jemarinya laksana aliran megic yang menumbuhkan gelenyar- gelenyar yang tidak bisa aku ungkapkan.
Perlahan tapi pasti mengiringku di pantai surgawi di mana gelombang keintiman yang memabukkan terus menerpai sekujur tubuhku...