Hayi, seorang remaja yang akrabnya di panggil Ay, terpaksa menuruti kemauan ayahnya untuk di kirim ke salah satu pesantren agar dirinya sedikit berubah dari kebiasaan buruknya. dari sanalah sebuah kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya terjadi, ketika tiba-tiba saja ia di ajak ta'aruf oleh seorang anak pemilik pesantren bernama Altair, yang kerap di panggil Gus Al.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
🌙
Setelah solat isya, Hayi sengaja pulang lebih terlambat dari pada yang lainnya. Bahkan sudah pukul setengah 9 malam, gadis itu masih berada di masjid dengan memakai mukena lengkap. Tidak ada yang dia lakukan kecuali hanya duduk, diam dan menatap lurus ke depan. Helaan demi helaan nafas ia keluarkan dengan berat, seolah beban yang dia pikul memang berat.
Kini Hayi sudah 6 bulan lamanya berada pesantren, dan tidak ada seorangpun dari keluarganya yang menghubunginya atau hanya sekedar menanyakan kabarnya saja. Lebih tepatnya kemarin, dimana semua santri di jenguk oleh keluarga mereka dan menghabiskan waktu untuk mengobati rasa rindunya, tapi Hayi, gadis itu hanya melihat saja dari kejauhan dengan harap ada seseorang yang memanggil dan mengatakan jika keluarganya datang. Hanya saja sampai batas waktu selesai pun tidak ada yang memanggilnya.
Beberapa kali ia juga sudah mencoba menghubungi nomor ayahnya, tapi justru nomornya tidak aktif. Hal itu membuat Hayi berfikir jika keluarganya memang sengaja melakukan hal itu. Tanpa di minta air matanya pun luruh seketika. Ia terisak sendirian di dalam masjid dan meratapi segala nasibnya yang tidak pernah beruntung. Di buang oleh orang tua kandungnya dari bayi, dan sekarang apakah secara halus orang tua angkatnya juga akan melakukan hal yang sama seperti orang tua kandungnya.
Dari luar, Hayi terlihat sebagai gadis nakal, tidak tau aturan dan urakan. Tapi siapa sangka gadis itu sangat haus akan kasih sayang, perhatian dan banyak menyimpan luka. Selama ini dia melakukan kenakalan, semata-mata hanya ingin mendapatkan perhatian lebih dari orang tua angkatnya, hanya saja bukan perhatian yang di dapat, melainkan sebuah penolakan dan kebencian.
Hiks.. hiks...
Gus Altair yang baru saja masuk masjid pun terkejut mendengar suara isakan tangis itu. Ia melihat tidak ada seorangpun di dalam masjid, lalu siapa yang menangis??
Sebenarnya Gus Altair tidak ingin ke masjid, hanya saja sesuatu yang sangat penting baginya tertinggal saat solat isya, jadi mau tak mau ia pun harus kembali mengambilnya lagi.
Ia menatap sekelilingnya dan mendengarkan suara isakan tangis itu dengan seksama. Mencari dari mana sumber suara berasal. Isakan tangis yang terdengar begitu pelan tapi dalam setiap isakannya menyimpan sejuta rasa sakit, itulah yang Gus Altair rasakan.
Dengan perasaan sedikit ragu, kini ia pun menuju ke shaf wanita dan benar saja ada satu orang di sana dengan mukena bewarna putih. Ia menghela nafasnya dengan lega dan memberanikan diri untuk menghampirinya. Ia sengaja memberikan jarak agar tidak terjadi kesalahpahaman nantinya.
"Assalamualaikum, ukhti. Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Gus Altair membuat Hayi menoleh. Gadis itu belum tahu jika yang berbicara itu adalah Gus Altair.
"Hayi?!!" Kata Gus Altair dengan terkejut ketika melihat siapa itu, apalagi dengan mata Hayi yang sudah memerah dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
Gadis itu buru-buru memalingkan wajahnya dan menghapus sisa air matanya. Ia tentu tidak ingin ada orang yang tahu sisi lemahnya seperti sekarang, apalagi itu adalah Gus Altair.
"Kenapa kamu masih disini?" Tanya Gus Altair tapi hanya di balas gelengan kepala oleh Hayi tanpa menoleh sedikitpun.
Oh, air mata sialan itu rasanya ingin terus menetes. Berulang kali Hayi mengusapnya sampai benar-benar tidak keluar lagi, kemudian ia pun berbalik dan bermaksud pergi, tapi perkataan Gus Altair mencegahnya.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Gus Altair.
"Menurut Gus Altair, bagaimana? Ya tentu saja saya baik-baik saja dong, gimana sih hehe. Sudah ah saya mau pulang, assalamualaikum." Jawab Hayi dengan terkekeh kecil kemudian berlalu pergi meninggalkan Gus Altair.
"Bohong." Gumam Gus Altair yang paham.
Untuk kali pertamanya Gus Altair melihat sosok Hayi dalam versi yang berbeda, tidak seperti biasanya. Pertama kalinya juga ia melihat gadis nakal yang tidak tau aturan itu bahkan sampai menangis. Ia sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi kenapa Hayi, si gadis liar itu bisa menangis dengan suara sepilu itu.
Ia hanya menatap punggung Hayi dengan helaan nafas panjang. Saat akan pergi, tatapannya pun tertuju pada sebuah tasbih putih yang tergeletak. Ia yakin itu milik Hayi yang tertinggal. Ia pun mengambilnya dan menyimpannya, setelah itu ia mengambil barangnya dan kembali ke rumah.
Hayi berjalan dengan pelannya sendirian. Tatapannya benar-benar terlihat kosong. Alih-alih kembali ke asrama, gadis itu lebih memilih mencari waktu untuk menenangkan diri dan menyegarkan otaknya kembali, salah satu tempatnya ya di ayunan dekat pohon rambutan. tidak ada rasa takut sama sekali dalam diri Hayi kala itu.
Kini ia pun duduk di ayunan tersebut dengan wajah lesunya. Gelap malam tidak membuat ia takut sama sekali, karena di bandingkan dengan jalan hidupnya, sepertinya tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Di sisi lain, 3 orang santri yang keluar dari asramanya dan hendak mengambil wudhu, dari kejauhan matanya nampak menyipit seolah melihat sesuatu.
"Man, Man." kata Fatah dengan memukul-mukul pundak Rahman yang berada di sampingnya.
"Apa sih, saya mau wudhu nih ah." kata Rahman.
"Dil, Dil." kata Fatah lagi yang kini beralih pada Fadil yang juga sudah hampir selesai wudhu.
"Apa ah, ini saya mau berdoa dulu." kata Fadil kemudian mulai berdoa .
"Kamu ini kenapa sih? Kamu liat apa? Kok dari tadi lihat ke sana terus." tanya Fadil dengan herannya.
"Lihat itu tuh, kamu lihat itu tidak."
"lihat apa?"
"itu makannya lihat dulu, tuh di sana, di atas ayunan, kamu lihat ada sesuatu tidak?"
"Oh yang putih itu kan?"
"Kira-kira itu apa ya, Dil?"
"Ada dua kemungkinan sih, Fat. Kalau bukan manusia ya....ayo kita buktikan saja."
"kalian kenapa sih? Ada apa?" tanya Rahman yang sudah selesai dengan wudhu nya.
Tanpa basa basi dan menjelaskan apapun, Fadil langsung menarik tangan Rahman agar ikut dengan mereka. Tentu saja Rahman bingung, tapi ia pun akhirnya terpaksa ikut saja. Dari kejauhan Rahman bisa melihat ada seseorang di atas ayunan dekat pohon rambutan.
"Ehhh apaan itu?" tanya Rahman.
"ssstttt Rahman kamu diam saja." tegur Fatah.
Setelah berjalan bak pencuri, kini mereka pun sampai tepat di belakang ayunan tersebut, yah walaupun masih ada jarak sekitar 3 meter. Tapi kini mereka bisa melihat jelas dengan mata kepala mereka sendiri apa yang sedang ada di atas ayunan itu. tubuh Rahman sudah gemetar bukan main begitupun Fatah dan Fadil. tapi, karena rasa penasarannya, akhirnya Fadil pun memberanikan diri untuk membuka suara.
"Permisi, assalamualaikum." ucap Fadil.
"ini manusia apa bukan ya?"
"heh!! Kok kamu malah bicara kaya gitu, gimana kalau dia tersinggung dan malah...." belum sempat Fatah menyelesaikan perkataannya, sudah terdengar isakan tangis dari sosok yang duduk di atas ayunan itu.
"Dil, Man, kok dia nangis sih..."
"A ayo kita balik aja lah, saya takut ini mau ngompol rasanya." ucap Rahman.
"Ih kamu mah, kita pastikan dulu baru besok bisa laporkan pada kyai." kata Fadil yang langsung merasa merinding seluruh badan tak kala terdengar suara cekikikan. Yang tadinya suara isakan tangis, tapi sekarang malah berubah jadi suara cekikikan.
"i ini bukan manusia, Fatah. I ini...."
"Setan!!!!!!!" teriak Rahman yang langsung lari terbirit-birit meninggalkan keduanya
"Maafkan teman saya mbak, larii!!!!" teriak Fadil yang di ikuti oleh Fatah.
Mereka lari tunggang langgang seperti di kejar setan. Sementara tersangka utama, kini tengah tertawa lepas karena berhasil mengerjai ketiga santri itu. Ya, bagaimana tidak di anggap setan, Hayo berada di tempat sepi lebih tepatnya dekat pohon rambutan, malam-malam dan sendirian, serta ia masih memakai mukena lengkap. Siapa saja pasti akan langsung menganggap jika itu adalah mbak Kun, apalagi posisi Hayi membelakangi.
"Hahahaha astaga, setidaknya aku terhibur dengan mereka." ucap Hayi dengan mengusap air matanya yang sampai keluar karena tertawa