Pernikahan Mentari dan Bayu hanya tinggal dua hari lagi namun secara mengejutkan Mentari memergoki Bayu berselingkuh dengan Purnama, adik kandungnya sendiri.
Tak ingin menorehkan malu di wajah kedua orang tuanya, Mentari terpaksa dinikahkan dengan Senja, saudara sepupu Bayu.
Tanpa Mentari ketahui, Senja adalah lelaki paling aneh yang ia kenal. Apakah rumah tangga Mentari dan Senja akan bertahan meski tak ada cinta di hati Mentari untuk Senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kuntitari dan Genderuja
Mentari
"Ah, kamu bisa saja. Aku tidak baby face, cuma rajin cuci muka pakai sabun." Aku kembali merendah.
Fajar baru saja membuka mulutnya hendak bicara atau mungkin memujiku lagi ketika manusia aneh bin ajaib itu akhirnya pulang. "Baby face? Macan face dia mah!"
Aku dan Fajar kompak menoleh ke arah pintu. Senja baru saja pulang dengan senyum menyebalkan terpasang di wajahnya. "Kebanyakan nonton sinetron azab kok jadi baby face? Jadi macan face lebih cocok," ledek Senja.
Aku mencibirkan bibirku dan menatap Senja dengan sebal. Laki-laki satu ini memang paling jago merusak suasana dan membuat orang sebal. Benar-benar bak bumi dan langit dengan Fajar. Yang satu tampan dan membuat hati berbunga-bunga dengan kata-kata pujiannya, sedang yang satu bak anak STM yang tiba-tiba datang bawa parang lalu ngajak tawuran.
"Jahat ih kamu sama Tari. Jangan gitu ah, Ja!" Fajar berdiri lalu menghampiri Senja. Mereka bersalaman dan tersenyum akrab. "Dari mana sih? Hampir saja kutinggal pulang kalau Tari tidak menawarkanku untuk menunggumu."
"Biasa, anak kampung harus kerja keras kalau mau survive di kota besar." Senja menghampiriku lalu memberikan kantong plastik yang ia bawa. "Kayak biasa, bersihkan lalu taruh di kulkas!"
Kuambil kantong plastik yang Senja bawa tanpa menyembunyikan wajah sebalku. "Iya, Tuan Raja!"
Senja tersenyum lebar. "Tolong buatkan Tuan Raja es teh manis juga. Pakai gelas paling besar ya!"
Kutatap Senja dengan tatapan sinis, laki-laki menyebalkan itu malah tertawa puas lalu mengajak Fajar duduk di sofa. Aku pergi ke dapur dengan hati dongkol. Kumasukkan tiga sendok gula pasir dalam es teh manis yang kubuat. Rasakan, biar dia minum es super manis yang kubuat!
"Jahil banget kamu, Ja. Sama sepupu sendiri nggak boleh begitu," tegur Fajar.
"Oh... Tari sudah bilang kalau dia sepupuku ya?" sindir Senja.
"Iya. Kamu kenapa tidak penah cerita sih kalau kamu punya saudara sepupu ingin kerja di Jakarta? Siapa tahu aku bisa bantu loh," kata Fajar.
Cepat-cepat kubawakan es teh manis permintaan Senja agar bisa ikut dalam percakapan mereka. Persetan dengan tugas yang Senja berikan.
"Kamu yakin mau bantu? Dia itu anak manja loh. Biasa dimanja sejak kecil sama Bapaknya. Nanti kalau kamu masukkan kerja, dia tak bisa kerja bagaimana? Aku yang tak enak sama kamu, Jar," jawab Senja.
"Siapa yang biasa dimanja sih, Ja? Aku biasa kerja keras di kampung," kataku membela diri. "Jangan percaya sama Senja, Jar. Dia memang lebih suka aku lumutan kebanyakan nonton sinetron azab daripada jadi wanita karir!"
"Memang gitu, Ja?" tanya Fajar.
"Sinetron azab itu banyak memberi pelajaran hidup tau. Banyak kisah istri yang durhaka sama suami sampai akhirnya ketiban gas melon 3 kg. Ada juga kisah istri yang matre, akhirnya keracunan makan steak hotel bintang lima. Kalau kamu dalami, kamu bisa dapat banyak pelajaran," jawab Senja dengan asal.
"Memang ada Ja kisah kayak gitu?" tanya Fajar dengan polosnya.
"Ada," jawab Senja.
"Bohong! Nggak ada cerita kayak gitu. Jangan percaya sama dia!" jawabku cepat.
Fajar geleng-geleng kepala lalu tertawa seraya melihatku dan Senja bergantian. "Kalau begini, kalian mirip loh. Benar-benar saudara sepupu ya, tak perlu tes DNA sudah meyakinkan."
Aku menjulurkan lidahku saat Senja menatapku dengan tatapan menyebalkannya itu. "Em, Jar, kamu bisa bantu aku untuk dapat pekerjaan?" tanyaku sambil menatap Fajar dengan tatapan penuh harap.
"Jangan mau, Jar! Suruh cari sendiri saja!" jawab Senja.
"Ish, jangan ganggu deh! Diam saja! Rese banget sih!" protesku.
Fajar kembali tertawa. "Sudah... sudah. Jangan berantem. Kalau kamu memang mau bekerja, nanti aku coba carikan. Kamu kirimkan saja CV padaku!"
"Siap. Aku kirim sekarang!" kataku penuh semangat. Kami bertukar nomor ponsel lalu kukirimkan CV milikku pada Fajar. "Terima kasih ya, Jar. Kamu baiiiik banget, nggak kayak itu tuh!" Sengaja mataku melirik ke arah Senja yang menatapku dengan tatapan sebal. Kubalas tatapan Senja dengan menjulurkan lidahku. Aku menang. Sebentar lagi aku akan punya pekerjaan dan tidak perlu meminta uang jajan lagi pada lelaki menyebalkan itu.
Senja meminum es teh manis yang kubuatkan lalu mengomel, "Tari, kamu mau aku mati cepat karena diabetes? Buatkan lagi yang baru untuk Tuan Raja!"
Hihihi... Rasakan!
****
Suara gemuruh petir mengagetkanku. Rupanya aku tertidur sehabis sholat isya. Kulihat jam di dinding kamarku, jam berlogo Liverpool itu menunjukkan pukul 11 malam.
Aku bangun lalu pergi keluar kamar. Tak ada jendela di kamarku, beginilah kalau tinggal di rumah kontrakan, sebelah kiri kanan mepet rumah, tak ada jendela untuk melihat ke luar.
Kulewati kamar Senja, lampu di kamarnya masih menyala, pertanda sang pemilik kamar belum pergi. Kulanjutkan langkahku menuju jendela depan. Ternyata bukan hanya petir yang sejak tadi bersahut-sahutan, hujan deras juga mengguyur kota ini, membawa bau basah dan debu bersamaan.
Tak lama kudengar pintu kamar Senja dibuka. Benar tebakanku, si gondrong itu belum pergi. Kening Senja berkerut melihatku berdiri di dekat jendela.
"Kamu... setan atau kunti?" tanya Senja padaku.
"Kamu sendiri... demit atau genderuwo?" balasku tak mau kalah.
"Oh... kamu kuntari toh," ledek Senja.
"Oh... kamu genderuja toh?" balasku lagi.
Senja tertawa kecil. Ia berdiri di depanku dan ikut melihat ke luar jendela. "Hujannya deras, pasti banjir."
Aku terkejut mendengar ucapan Senja. "Hah? Banjir? Rumah ini banjir?"
Bukannya menjawab, ia malah senang membuatku super penasaran. Senja membuka pintu rumah dan melihat ke kiri dan kanan.
Kuikuti Senja keluar rumah. "Ja, serius rumah ini akan banjir?" Aku sudah sering melihat berita tentang Jakarta yang sudah langganan banjir kalau hujan namun aku tak menyangka kalau rumah kontrakanku akan banjir. Nanti kami mengungsi dimana?
"Cepat siap-siap!" Senja lagi-lagi tak menjawab pertanyaanku. Ia masuk ke dalam.
"Siap-siap apa? Kita harus naikkan barang-barang? Kemana? Lalu kulkas mau ditaruh dimana? TV bagaimana? Lemari baju mau ditaruh dimana?" Aku mulai panik. Kalau rumah ini banjir, bagaimana dengan barang-barangku?
Senja terlihat menahan tawa melihat kepanikanku. Wajah menyebalkan itu terus menatapku namun dengan tawa yang ditahan dan siap ia keluarkan kapan saja.
"Kenapa? Belum pernah kebanjiran ya?" tanya Senja.
"Ya belum pernah. Rumahku dekat gunung, dataran tinggi. Kalau rumahku kebanjiran, apa kabar yang tinggal di bawah?" balasku.
"Pakai pakaian yang paling nyaman saja dan bawa jaket. Siapkan tenaga karena kita akan kerja keras," kata Senja.
"Kita tidak memindahkan barang-barang sebelum air masuk?" tanyaku bingung.
"Yang bilang rumah ini banjir siapa? Kita akan pergi ke posko banjir, di bawah sana pasti sudah banjir. Cepatlah siap-siap, saat hujan reda, kita ke sana!"
Aku terdiam di tempat. Posko? Ke sana?
"Jadi... kita siap-siap untuk jadi relawan banjir?" tanyaku.
"Iya."
"Serius?"
"Iya bawel. Cepat siap-siap!"
Lagi-lagi jalan pikiran Senja tak bisa kuprediksi. Jika sebelumnya ia bekerja sebagai peminta sumbangan pembangunan masjid di pertigaan jalan, kini Senja mengajakku menjadi relawan banjir.
"Kok bengong? Cepat! Aku tinggal nih!"
"Iya... iya. Bawel!"
****
perasaanmu kayak mimpi padahal tari yg ada di mimpimu itu nyata..
awas habis ini di tabok tari , nyosor wae🤣🤣🤣
kalau ngigo mah kasihan bangat tapi kalauccari kesempatan lanjutkan Ja. jang cium.doank sekalian di inboxing deh...
demam bikin ngigo, menghayal yg bukan2
etapi ternyata hayalannya nyata
berkah kan tuuuu
selamat ya ja, dapet bonus yg ranum lagi menggoda iman dlm sakitmu
halal pulak
Xixixi 😬