NovelToon NovelToon
Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Poligami / Janda / Harem / Ibu Mertua Kejam / Tumbal
Popularitas:89.5k
Nilai: 5
Nama Author: Hayisa Aaroon

Di Era Kolonial, keinginan memiliki keturunan bagi keluarga ningrat bukan lagi sekadar harapan—melainkan tuntutan yang mencekik.
~
Ketika doa-doa tak kunjung dijawab dan pandangan sekitar berubah jadi tekanan tak kasat mata, Raden Ayu Sumi Prawiratama mengambil jalan yang tak seharusnya dibuka: sebuah perjanjian gelap yang menuntut lebih dari sekadar kesuburan.
~

Sementara itu, Martin Van der Spoel, kembali ke sendang setelah bertahun-tahun dibayangi mimpi-mimpi mengerikan, mencoba menggali rahasia keluarga dan dosa-dosa masa lalu yang menunggu untuk dipertanggungjawabkan.

~

Takdir mempertemukan Sumi dan Martin di tengah pergolakan batin masing-masing. Dua jiwa dari dunia berbeda yang tanpa sadar terikat oleh kutukan kuno yang sama.

~

Visual tokoh dan tempat bisa dilihat di ig/fb @hayisaaaroon. Dilarang menjiplak, mengambil sebagian scene ataupun membuatnya dalam bentuk tulisan lain ataupun video tanpa izin penulis. Jika melihat novel ini di

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hayisa Aaroon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kunjungan Martin

Mbok Sinem memperhatikan bekas itu dengan dahi berkerut. Matanya bertemu dengan Mbok Darmi, ada tanya yang tidak terucapkan.

"Tidak tahu," jawabnya cepat. "Ndoro Ayu tidak cerita. Mungkin jatuh di kamar mandi."

Mbok Darmi mengangguk, meski matanya masih menyiratkan kecurigaan. Tangannya kembali bergerak memijat perlahan.

"Otot-otot kaki Raden Ayu sangat kencang, seperti habis berjalan jauh," komentarnya lagi. "Memangnya Raden Ayu pergi ke mana? Tidak biasanya berjalan jauh."

Jantung Mbok Sinem berdebar kencang, mengingat perjalanan jauh yang mereka tempuh semalam—dari rumah ki Jayengrana hingga Kedung Wulan, lalu kembali lagi.

"Tadi malam kan pesta di Karesidenan," jawabnya dengan suara yang diusahakan tetap tenang. "Mungkin Ndoro Ayu banyak berjalan di pesta."

Untuk mengalihkan pembicaraan, Mbok Sinem segera bertanya tentang skandal terbaru.

"Sampean dengar tentang nyai milik Tuan Belanda yang baru saja diusir dari rumah majikannya? Katanya nyonya Belandanya baru datang dari Negeri Belanda."

Taktik pengalihan ini berhasil. Mbok Darmi segera larut dalam percakapan tentang nasib malang seorang nyai.

“Kapok …! Begitu itu, kalau mau hidup enak cepat tanpa kerja keras. Masih mending kita ini, miskin tapi masih punya harga diri. Jadi perempuan kok tidak ada harganya, mau saja jadi simpanan.”

Sementara kedua perempuan tua itu asyik berbisik-bisik, Sumi tampak begitu pulas dalam tidurnya. Napasnya teratur. Tidak ada yang tahu bahwa dalam mimpinya, ia kembali berada di Kedung Wulan, dalam pelukan seorang pria yang bukan suaminya.

Di sisi lain kota, di kediaman keluarga van der Spoel, Martin juga tertidur pulas setelah makan siang yang luar biasa banyak.

Pelayan-pelayannya saling berbisik, takjub dengan nafsu makan tuan muda mereka yang biasanya sangat sedikit, mengeluhkan masakan mereka yang kurang pas di lidahnya yang terbiasa dengan koki Eropa.

Siang hari menjelang sore, Martin akhirnya terbangun. Ia meregangkan tubuhnya di atas ranjang, matanya mengerjap pelan, menyesuaikan dengan cahaya yang menembus tirai jendela.

Rasanya ini tidur paling nyenyak yang pernah ia alami selama bertahun-tahun. Tidak ada mimpi buruk tentang Kedung Wulan, tidak ada wajah Johanna yang menghantui.

Yang ada hanya seperti mimpi pengulangan kejadian semalam bersama Sumi. Bibirnya melengkung membentuk senyuman. Entah bagaimana, ia sudah merindukan perempuan itu.

Martin bangkit dari tempat tidur untuk buang air kecil, lalu mencuci muka di wastafel porselen.

Dengan gerakan lambat namun pasti, ia menyisir rambutnya dengan rapi, menambahkan pomade agar tampilannya lebih menawan.

Dari laci mejanya, ia mengambil kalung emas dan tusuk konde berukir yang tertinggal oleh Sumi semalam. Benda-benda itu ia masukkan ke dalam tas kulit kecil, lalu bergegas ke garasi mobil.

Ibunya, yang kebetulan sedang menikmati teh sore di beranda, melihat putranya dengan langkah tergesa.

Dengan penasaran, ia menghampiri Martin yang sudah berpakaian rapi–kemeja putih dilengkapi vest abu-abu, dan celana panjang warna senada.

"Martin? Kau mau ke mana?" tanyanya, sedikit heran melihat putranya yang jarang keluar rumah kecuali untuk urusan penting.

"Hanya ingin melihat-lihat kota," jawab Martin santai, lalu menyalakan mesin Ford hitam mengkilap.

Nyonya van der Spoel memperhatikan wajah putranya dengan seksama. Ada sesuatu yang berbeda—Martin tampak ... bahagia.

Senyum tipis terus tersungging di bibirnya, matanya berbinar. Ini sangat berbeda dari Martin yang biasanya murung dan pendiam.

"Apa tadi malam ada gadis yang menarik hatimu di pesta?" tanya ibunya dengan nada menggoda.

Martin menatap ibunya dengan senyum yang semakin terkembang. "Ada yang menarik.”

Nyonya van der Spoel tersenyum lebar, matanya berbinar penuh harap.

"Setelah sekian lama, kau akhirnya tertarik pada perempuan! Ibu sudah hampir putus asa mengenalkanmu pada gadis-gadis Eropa." Ia mendekat, berbisik dengan nada penasaran. "Siapa dia? Putri keluarga mana?"

Martin menatap ibunya dengan senyum misterius. "Rahasia," bisiknya, lalu mengecup pipi ibunya sebelum berpamitan pergi.

Mesin mobil Ford menderu kencang saat Martin memacunya keluar dari pekarangan rumah van der Spoel. Tujuannya jelas—Dalem Prawirataman, kediaman keluarga Soedarsono.

Sementara itu, di kamarnya, Sumi sudah bangun dari tidur nyenyaknya. Ia merasa lebih segar, meski beberapa bagian tubuhnya masih terasa pegal.

Dengan langkah pelan, ia berdiri sambil memijat bokongnya yang semalam terbentur undakan batu sendang

Ia berjalan menuju jendela kamarnya yang terbuka, memandang taman dalam Dalem Prawirataman yang asri dengan berbagai tanaman bunga kesukaannya.

Sejak tadi, pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang Martin. Bagaimana jika pemuda Belanda itu menceritakan kejadian semalam pada orang lain? Bagaimana caranya menutup mulutnya?

"Kalau semalam aku melakukannya dengan pelayan atau orang yang lebih rendah, itu akan lebih mudah," gumamnya pada diri sendiri. "Tinggal tutup mulutnya dengan uang."

Tapi ini putra keluarga van der Spoel—keluarga terkaya di karesidenan, yang kekayaannya bahkan melebihi keluarga suaminya. Apa yang bisa ia tawarkan untuk membungkam mulut Martin?

Sumi mulai pusing memikirkannya. Ia mondar-mandir di kamar, berharap Martin tidak terlalu memikirkan kejadian semalam, menganggapnya hanya kenangan satu malam yang tidak perlu diungkit lagi.

Namun harapannya sirna ketika terdengar suara keras dari luar—deru mesin mobil yang memasuki pekarangan Dalem Prawirataman.

Sumi bergegas ke jendela yang menghadap ke halaman depan, mengintip dari balik tirai tipis.

Jantungnya seolah berhenti berdetak saat melihat mobil hitam mengkilap milik keluarga van der Spoel berhenti di depan pendopo.

Para abdi dan pelayan rumah segera berkumpul, berbisik-bisik sambil menunjuk ke arah 'kereta setan'—sebutan mereka untuk mobil yang bisa berjalan tanpa kuda.

Mbah Joyo, kepala abdi laki-laki yang sudah puluhan tahun mengabdi pada keluarga Prawiratama, menghampiri mobil dengan membungkuk hormat.

"Selamat sore, Tuan," sapanya dalam bahasa melayu saat Martin turun dari mobil.

"Selamat sore. Apa Raden Mas Soedarsono ada di rumah?"

"Belum pulang, Tuan. Raden Mas tidak pulang sejak semalam.”

"Oh begitu," Martin mengangguk. "Apa istrinya ada di rumah?"

"Semua istrinya ada di rumah, Tuan."

Martin melebarkan matanya, sedikit terkejut. "Berapa ... istrinya?"

"Tiga, Tuan," jawab Mbah Joyo sederhana, seolah itu hal yang sangat wajar.

Martin terdiam sejenak, agak terkejut. Ia tahu praktik poligami sangat umum di kalangan bangsawan Jawa, tapi entah mengapa, membayangkan Sumi berbagi suami dengan dua perempuan lain membuat hatinya terasa tidak nyaman.

"Saya ingin bertemu dengan Raden Ayu Sumi," ucapnya akhirnya. "Bisa tolong sampaikan?"

Mbah Joyo mengangguk, mempersilakan Martin menunggu di pendopo. Para abdi dengan cepat menghidangkan teh dan berbagai kue-kue tradisional Jawa—wingko, klepon, wajik, dan putu ayu—yang disusun rapi di atas nampan perak.

Martin mencicipi jajanan pasar yang terasa manis, gurih, dan legit di lidahnya. Sangat berbeda dari kue-kue kering Eropa yang biasa disajikan di rumahnya.

Sambil menikmati kudapan, ia tidak menyadari bahwa kedatangannya telah mengundang rasa penasaran para penghuni rumah.

Di balik seketheng—tembok bata yang memisahkan halaman luar dan dalam—banyak mata mengintip, termasuk Pariyem yang penasaran siapa tamu tampan itu.

Sementara di kamarnya, Sumi nyaris melompat kaget ketika pintu diketuk pelan. Mbok Sinem masuk dengan wajah tegang.

"Ndoro, ada tamu mencari Ndoro," bisiknya.

"Siapa?" tanya Sumi, meski ia sudah tahu jawabannya.

"Tuan Martin van der Spoel, Ndoro. Menunggu di pendopo."

Wajah Sumi memucat seketika. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar kencang.

"Katakan pada Mbah Joyo untuk menyampaikan bahwa saya sedang tidak enak badan dan tidak menerima tamu," ucapnya akhirnya.

Mbok Sinem mengangguk, segera menyampaikan pesan ini pada Mbah Joyo. Tak lama kemudian, abdi tua itu kembali dengan wajah lebih tegang dari sebelumnya.

"Ndoro, Tuan van der Spoel berkata bahwa beliau datang untuk menyerahkan benda-benda berharga Ndoro yang tertinggal." Suaranya merendah menjadi bisikan. "Katanya tidak bisa menyerahkannya pada pelayan. Jika Ndoro tidak bisa menemuinya, maka beliau akan menyerahkan benda-benda itu pada Raden Mas saja."

Jantung Sumi seperti berhenti berdetak mendengar ancaman terselubung itu. Benda-benda berharga?

Ia menyentuh lehernya secara refleks, baru menyadari bahwa kalung mewah yang semalam ia bawa ke pesta—tidak ada. Begitu juga dengan tusuk konde emas berukir namanya.

Bagaimana nanti ia menjelaskan pada suaminya bahwa benda-benda pribadi itu bisa tertinggal di tempat Martin? Tidak ada alasan masuk akal yang bisa ia berikan.

"Mbok," ucapnya dengan suara bergetar. "Tolong katakan pada Tuan van der Spoel untuk menunggu sebentar. Saya akan menemuinya."

Sementara Mbah Joyo pergi untuk menyampaikan pesan dari Mbok Sinem, Sumi bergegas ke meja riasnya.

Dengan tangan gemetar, ia merapikan sanggulnya, dan memastikan wajahnya terlihat segar meski hatinya dipenuhi ketakutan.

Martin menunggu dengan sabar di pendopo, menikmati jajanan pasar keempat sambil mengamati arsitektur Jawa yang indah.

"Kenapa dia menolak menemuiku?" pikirnya, sedikit kecewa sekaligus heran. "Apa perempuan itu hanya memanfaatkanku untuk bisa hamil? Apa tidak ada ketertarikan khusus darinya?"

Martin tidak menyadari bahwa Sumi mungkin memiliki alasan kompleks untuk menghindarinya—budaya Jawa yang ketat, status pernikahannya, dan ketakutan akan aib yang mungkin timbul jika hubungan mereka terungkap.

Lamunannya terhenti ketika ia mendengar suara ketukan sandal selop pelan mendekati pendopo.

Martin mengangkat wajah, dan napasnya tertahan melihat siapa yang mendekat.

Sumi berjalan dengan anggun, kebaya hijau tuanya melekat sempurna di tubuh rampingnya, sanggulnya ditata rapi dengan tusuk konde emas dan rangkaian melati. Wajahnya tenang, meski Martin bisa melihat ketegangan di sudut matanya.

"Selamat sore, Tuan van der Spoel," sapanya formal dengan tatapan menunduk, suaranya diusahakan tetap tenang. "Maaf membuat Anda menunggu."

1
neng Ai💗
Penyesalan memang selalu datang terlambat,tinggal menunggu detik kehancuranmu Ki.
neng Ai💗
🤓👍🏻
neng Ai💗
Lanjutkan,Semangaaat!/Determined/
neng Ai💗
Semoga Bruder lebih peka dan bisa mengatasi situasi
Darwati Zian
trs jiwa Martin di mana Thor moga masih bisa kembali ke raganya ya Thor kasian Klrg Martin
💜⃞⃟𝓛 paPIPUlang ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
Ki Jayeng yg di ingat kog mangan segho aking, opo Ndak ada segho jagung
lawuh gerih, iwak asin
opo liyane ngunu to,
ududd klobott jagung
😂😂😂
💜⃞⃟𝓛 paPIPUlang ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ
salahmu Dewe seng Maruk Ki,
takdir orang sdh di tulis dari kandungan,
pengen nyabotase takdir Martin & Sumi,
hooo ,ya Ndak bisa bgtu Ki,
mentang2 punya ilmu tinggi kog mau bertukar nasib,
jalani sampai ketemu bruders ,
trs di rugyah badannya Martin
ya km harus rela mati dgn sesungguhnya ,
mbok e Gemoy
gak sadar si aki lagi dikerjain😂
Anggita 2019
jadi gimana ki ? lbih baik mati aza berarti
Hayisa Aaroon: kejam 😅
total 1 replies
❤️⃟Wᵃf ༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈
nahhh kapok klo nnti jiwa mu keluar aka. jadi apa coba kau kann makne dendam itu hanya kan mempersulit diri mu tp apa yg kau dapat
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAndiniAndana
mau ketawa liyat Ki Jayengrana, tapiii... kasian juga, semua gak sesuai ekspektasi /Facepalm/
Martin bisa bersama Sumi, kan campur tanganmu juga Ki, jadi gausah iri donk..
mungkin kalau waktu itu Ki Jayeng lebih memilih masuk ke tubuh bulus, bisa lebih mudah dan lebih cepat beradaptasi kali yaa.. 🤔
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAndiniAndana: dan kerupuk 😍
Ai Emy Ningrum: iisshh omelette itu ga seenak ndog ceplok lhoh ki Jayeng meRono,😽 apalagi dgn kecap 😍🥚🍳
total 13 replies
Fetri Diani
bebas makan apa saja..... lha kog sego aking.. /Facepalm/..mbok yao steak po kue bandung.. /Joyful//Joyful/
Fetri Diani: wess jan.. lidah nya perlu di upgrade.. 5.0
Hayisa Aaroon: sego aking sambel brambang lebih enak di lidah Jawa daripada soup Prancis yang aneh 😅
total 3 replies
Tati st🍒🍒🍒
alhamdulilah para pekerja selamat semuanya....lagian wadah g cocok maen masuk2 ajah,nikmatin kebodohanmu kijayangrana
Amaranggana: Dia tergiur pada hawa nafsu birahi
Iri dengki berakar di jantungnya,hingga ingin memiliki apa yang bukan miliknya.
tidak memahami " NERIMA ING PANDUM"
takaran yang sudah digariskan meski kadang merasa tidak adil.
total 1 replies
Fitriatul Laili
jayeng nggak cocok sama tubuh martin hust huat sana
Tati st🍒🍒🍒
mudah2an g ada halangan lagih,bisa cepet selasai,kasian juga ngebayangin yg kerja,cape takut,tpi di semangati sama upah gede
FiaNasa
semoga pekerjaan di Kedung Wulan ini cepat slesi biar Ki jayengrana kluar dr tubuh Martin udah Gedeg banget Ama pria tua renta yg jahat ini
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘAndiniAndana
wkwkwk.. badannya badan Martin, tapi bau keringatnya tetap baunya Ki Jayeng, kocak iiihh... 🤣🤣🤣
Lannifa Dariyah: seru cerita nya.
up lagi thor
Ai Emy Ningrum: iihh kan emang udah aki2 🤣🤣
kulit keriput kisut dimakan usia ,cuma masih doyan daun muda aja 😋😋
total 6 replies
❤️⃟Wᵃf ༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈
itulah harga yg harus di bayar knp mau dgn tubuh tegap gagah tp apa yg kau rasa
itu blm sebanding dgn apa yg kau lakukan
meski dendam mu membara tak hrusbnya juga kau melakukan itu hamlir semua kau bantai
Amaranggana
ternyata batu- batu pun di isi segel supaya tidak mudah dipindahkan.
cerdas juga ini ki jayengrana,hanya saja keblinger dan mentang- mentang, ingat ki jayeng " diatas langit masih ada langit"
kekuatan fana mau kau adu dengan kekuatan illahi.
tunggu kehancuran yang lebih pedih dari semua ini Ki.
kegagalanmu sudah diujung mata.
pergilah dengan damai Ki, jangan turuti hawa nafsu serakah.
berpikir jernih dan legowo , legowo atas takdir masa lalu.
Amaranggana
akhirnya lolos juga nih entoon,

Dalam artian , masih enak tinggal di rumah sendiri kan Ki jayeng?meski tua dan kelihatan rapuh tapi tetap sehat dan nyaman😊, mulo aja kakean reka,terima dan syukuri keadaan kita,bukan memelihara penyakit menahun yang terus menerus kau pupuk subur buat pembalasan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!