Dalam dunia yang koyak oleh perang berkepanjangan, dua jiwa bertolak belakang dipertemukan oleh nasib.
Yoha adalah bayangan yang berjalan di antara api dan peluru-seorang prajurit yang kehilangan banyak hal, namun tetap berdiri karena dunia belum memberi ruang untuk jatuh. Ia membunuh bukan karena ia ingin, melainkan karena tidak ada jalan lain untuk melindungi apa yang tersisa.
Lena adalah tangan yang menolak membiarkan kematian menang. Sebagai dokter, ia merajut harapan dari serpihan luka dan darah, meyakini bahwa setiap nyawa pantas untuk diselamatkan-bahkan mereka yang sudah dianggap hilang.
Ketika takdir mempertemukan mereka, bukan cinta yang pertama kali lahir, melainkan konflik. Sebab bagaimana mungkin seorang penyembuh dan seorang pembunuh bisa memahami arti yang sama dari "perdamaian"?
Namun dunia ini tidak hitam putih. Dan kadang, luka terdalam hanya bisa dimengerti oleh mereka yang juga terluka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr_Dream111, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Imbalan kematian buronan
Akibat luka dari pertarungan semalam, aku terjangkit demam tinggi dan tidak dapat memenuhi panggilan ratu. Karena demam tak kunjung turun, Lena dan bibi Elis membawaku ke rumah sakit.
Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokter yang merawatku memberi tahu bahwa aku telah terpapar racun dan menyebabkan demam tinggi. Racun tersebut masuk melalui luka-luka di badan. Aku pun disarankan untuk rawat inap di rumah sakit. Sepertinya pedang ketua Pandora itu beracun pantas saja dia terus menyerang tanpa memperhatikan pertahanan.
Ditengah malam, demamku semakin tinggi. Badanku menggigil dan aku sering mimpi buruk dan halusinasi lagi.
Aku terbangun dengan bermandikan keringat dingin. Meski sudah diberi perawatan medis yang intensif, racun itu tampaknya cukup kuat dan butuh waktu untuk ternetralkan.
Untung saja aku tinggal di Magolia yang terkenal dengan teknologi medisnya bahkan mendapat julukan negeri dewi penyembuh.
" Kakak tidak apa-apa? " Suara Lena terdengar lirih nyaris tak kudengar.
Aku membuka mata lalu melirik ke kanan. Sekelebat mata kulihat gadis cantik itu menatap dengan mata berkaca-kaca walau kutahu dia tak bisa melihatku.
" Kakak jawab aku... " Sentaknya dengan wajah menunjukkan kekhawatiran padaku.
" Aku tidak apa-apa. Lagipula, kenapa kamu tidak pulang? " Jawabku lembut dengan menahan rasa sakit di sekujur badan.
" Mana mungkin aku tinggalkan kakak sendirian. "
" Oh ya Lena, apa ada dokter yang memberikan botol berisi obat padamu? "
" Ya. Tunggu sebentar, " Dia meraba-raba kantungnya lalu memberikan botol obat itu. " Seorang dokter lain memberiku ini dan katanya harus kakak minum kalau sudah bangun. "
Aku mengambil satu pil dari dalam botol lalu meminumnya. Jika dokter Kai tidak memberi obat ini, sudah pasti trauma itu akan semakin parah dan bisa saja aku mengacaukan ruangan ini.
" Obat apa itu kak? Kayaknya berbeda dari obat yang diberikan dokter yang merawat kakak, "
" Ini hanya obat tidur. Aku memesanya dari dokter tadi. "
" Kalau begitu kakak lanjut tidur lagi saja. "
Aku melihat sekitar ruangan dan hanya ada kursi yang Lena duduki. Tidak ada ranjang atau setidaknya kursi panjang untuk dia istirahat juga. " Kau yakin tidak mau pulang? Di sini tidak ada tempat untuk tidur, "
" Aku bisa tidur di kursi ini. " Jawabnya sembari menepuk-nepuk kursi yang ia pakai.
" Badanmu bisa sakit kalau tidur disitu, "
" Tenang saja kak... "
Aku menghela nafas dan menggeser badanku ke kiri ranjang hingga tercipta ruang kosong yang bisa ditempati satu orang lagi. Sebenarnya agak canggung kalau menyuruh Lena tidur disampingku, tapi aku juga tidak tega membiarkan dia tidur dengan posisi begitu.
" Tidurlah di sini. " Pintaku.
Wajahnya langsung memerah. Dia juga terlihat kaget " Tapi... Tapi aku wanita. "
" Aku tau tapi sebagai kakak mana mungkin membiarkan adiknya tidur di kursi begitu. "
" Nanti malah infus kakak tertimpa badanku, "
" Kamu tidur di sebelah kananku dan selang infus di tangan kiri jadi tenang saja. "
" Baiklah kalau begitu..., "
Dia menaiki ranjang tempatku dengan kedua pipi merah meronanya.
" Cantik... "
Tanpa sadar ku bergumam ketika wajah Lena sangat dekat dengan wajahku. Jantungku berdegup kencang dan kedua tanganku gemetar.
Sebenarnya perasaan apa ini? Seumur hidup baru kali ini aku merasakannya.
Rasanya canggung sekali. Kami hanya berbaring dan terdiam ditemani kesunyian di kamar ini. Ingin rasanya mengajak Lena bicara lagi tapi entah kenapa aku merasa malu. Kuberanikan diri meliriknya sekali lagi, ternyata gadis itu sudah tidur lelap.
Dia sepertinya kelelahan menungguku disini. Wajahnya semakin cantik saat dia tidur pulas. Rasa kagum dan terpesona membuatku tak sadar jika tangan kananku meraba wajahnya. Aku segera menghentikannya dan mencoba untuk tidur. Untung saja dia tidak terbangun bisa-bisa dia marah kalau tau aku meraba wajahnya.
***
Keesokan hari, aku sudah diperbolehkan pulang. Meski begitu, aku langsung menuju istana untuk menemui baginda ratu. Selain itu sebelum keluar dari ruamh sakit, aku mendapat surat undangan pernikahan dari Daylen dan Gideon. Tak sabar rasanya untuk menghadiri acara mereka minggu depan di Burga.
Seperti biasa, ketika memasuki istana aku langsung dibuntuti oleh beberapa anggota Valkyrie.
" Angkat tanganmu! " Pinta seorang Valkyrie yang bejaga di depan pintu ruangan baginda Ratu.
Aku ikuti perintahnya tanpa mengeluarkan sepatah kata. Lalu 2 Valkyrie dibelakangku mulai meraba badanku.
" Masuklah! Baginda ratu sudah menunggu. " Imbuh Valkyrie di belakangku setelah memastikan aku tidak membawa senjata.
" Bagaimana kabarmu? Kudengar kau terkena racun, " tanya baginda ratu sesaat setelah aku memasuki ruangan.
" Seperti yang mulia ratu lihat, saya sudah tidak apa-apa sekarang. " Jawabku sembari berlutut ke arah meja beliau.
" Syukurlah... " Ratu beranjak dari kursi lalu berdiri di depan jendela besar yang menghadap kota. " Aku mendapat puluhan berkas yang membuktikan keterlibatan kepolisian dengan sekte Pandora. "
" Lalu apa yang akan baginda ratu lakukan? " Tanyaku.
" Masih banyak pejabat yang berkoalisi dengan pamanku dan Istana ini sudah dikepung oleh pos polisi dari segala arah. Akhir-akhir ini mereka juga mulai menambah penjaga di pos. Ada beberapa keterlibatan perwira-perwira militer juga yang membantu pamanku. Cepat atau lambat mereka akan berusaha melakukan kudeta. "
" Kenapa anda tidak melakukan darurat militer untuk membasmi mereka baginda? "
" Perwira yang berkoalisi dengan pamanku menduduki posisi penting di militer. Kalau aku memberitahu markas pasti mereka tidak akan muncul ke permukaan. " Baginda ratu menghela nafas lalu menatapku. " Aku membiarkan mereka untuk kudeta agar muncul ke permukaan. "
" Apa ada kemungkinan kudeta terjadi minggu ini? " Tanyaku memastikan. Aku sudah berjanji kepada Gideon dan Daylen untuk hadir di pernikahan mereka, tapi jika kudeta terjadi dengan terpaksa aku mengingkari janjiku.
" Untuk satu minggu ini mereka tidak mungkin berani karena ada agenda pertemuan dengan delegasi kerajaan Aklux. "
" Kalau begitu, apakah saya boleh meninggalkan ibukota selama seminggu ini? "
" Alasannya? "
" Saya hendak pergi ke Burga untuk menghadiri pernikahan mantan anggota Faks di tim saya dulu. "
" Baiklah kuizinkan. " Ratu kembali duduk dan membuka laci mejanya. Kemudian ratu menyodorkan sebuah amplop padaku.
" A-apa ini baginda? "
" Uang untukmu karena berhasil membunuh Darian. Dia buronan cukup terkenal di benua Selatan. Aku tidak menyangka jika kematian bocah itu akan membawa kita menghancurkan sekte sesat Pandora walau aku tau kita hanya menghancurkan satu cabangnya saja tapi kuyakin sekte itu tidak akan berani datang ke sini lagi, "
Aku pun membuka amplop itu dan melihat uang kertas sebanyak 129 ribu Lyra. Mulutku tak bisa berkata-kata. Uang dari gajiku saja belum habis dan sekarang tambah uang sebanyak ini diberikan padaku?
" Yoha? Kenapa diam? " Panggil ratu yang sekilas membuatku berhenti melamun.
" Ah tidak apa-apa baginda. Bagi saya uang ini terlalu banyak. Saya merasa tidak pantas menerimanya, "
" Lagi-lagi merendahkan diri. Ambil ini dan segera pulang lalu istirahatlah. Aku tidak menerima penolakan untuk ini. " Ratu secara paksa memberikan peti itu padaku.
Aku menerima pemberiannya lalu membungkukkan badan sebagai penghormatanku. " Terimakasih baginda ratu. Saya izin pamit undur diri! "
Sesampainya di rumah, kusimpan uang ini ke peti di kolong ranjang dimana semua uangku ada disana. Keadaan ruamhku hari ini sepi dan rapi. Barang-barangku juga sudah tersusun di kamar. Aku harus berterimakasih pada Lena dan bibi karena sudah merapikan rumahku setiap hari.
Aku berbaring di ranjang memikirkan untuk apa uang sebanyak ini sedangkan gaji dan uang pemberian ratu yang dulu masih banyak.
Apa aku harus membuka usaha? Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk memulai.
^^^To be continue^^^