Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah
Paper bag di atas meja yang berjumlah lima dengan merek yang berbeda. Ku membuka satu persatu isinya. Paper bag pertama gaun dengan merek desainer ternama, ku buka paper bag yang kedua tas branded, paper yang ke tiga sandal dan sepatu, tas yang ke empat cincin berlian yang membuatku tercengang, dan paper bag yang terakhir berisi lingerie lengkap dengan dalaman dan semua itu pas dengan ukuran milik ku.
"Apakah semua ini untuk ku?" guman ku bertanya sendiri, seolah tak percaya, buat apa dia membelikan semua ini untuk ku, bahkan semua ini nilainya cukup fantastis.
"Apa maksud dari semua ini?" batin ku bertanya-tanya. Haruskah aku bahagia? mendapat barang mewah yang belum pernah ku punya. Ya, memang dulu aku anak dari seorang pengusaha, tapi untuk barang-barang mewah seperti ini aku tak punya, mungkin sesekali di belikan ayah atau ibu jika pulang dari luar kota itu pun tak semahal ini.
Malam pun tiba, di ruang makan kita berkumpul, Bu Dana dan pak Yayan sudah berpamitan untuk pulang tadi sore. Malam ini seperti biasa suasana di ruang makan hening hanya ada bunyi denting sendok dan garpu yang nyaring beradu. Usai makan malam aku membereskan semua yang ada di meja makan sekalian mencuci piring yang kotor. Emir memilih duduk menunggu ku di ruang makan.
"Ibu sudah selesai?" tanya Emir saat ku menghampirinya.
"Sudah sayang" balasku.
"Ibu, emil mau nonton TV" ajak Emir.
"Baik, tapi gak boleh sampai kemalaman" jawab ku
"Mengerti Bu" timpal Emir, dia turun dari kursi seraya melangkah menuju ruang keluarga. Sampai di ruang keluarga ternyata sudah ada pak Prayoga yang menonton TV.
"Emir, nonton nya lain kali aja ya" sebisanya ku membujuk Emir.
"Kenapa gak jadi Bu?" tanya Emir sedikit nyaring membuat pak Prayoga menengok ke belakang.
"Karena TV nya sedang di pakai pak Yoga nak" ujar ku selembut mungkin.
"Kita kan bisa nonton belsama-sama"
"Tapi-"
"Kalian kemarilah!" selah nya meminta. Aku dan Emir menatap ke arah pak Yoga serempak, ku lihat Emir mengulas senyum.
"Apa kita boleh ikut menonton TV pak?" tanya Emir pada pak Prayoga. Dia mengangguk. Emir menuntunku ke sofa dan disinilah kita bertiga duduk bersama dimana Emir yang ada di tengah-tengah menonton film animasi kesukaan Emir. Dengan suasana yang cukup canggung antara kita, beruntung ada Emir membuatku tidak terlalu gugup. Sesekali Emir terlihat menguap aku berisiniatif untuk mengajak Emir tidur ke kamar tapi Emir menolak katanya dia masih ingin menonton, aku pun tidak bisa memaksa akhirnya dia pun ketiduran di pangkuanku. Ketika hendak mengangkat tubuh Emir tak sengaja mata ini melihat ke samping ternyata pak Prayoga ketiduran di sofa, Emir malah menggeliat dan memeluk tubuh pak Prayoga tak ingin mengganggu mereka yang tidur, aku pun memilih duduk kembali seraya mematikan TV lewat tombol remote control dan ikut terlelap bersama mereka.
Samar-samar ku mendengar suara adzan berkumandang, ku buka mata ini dan ku dapati ada selimut tersemat di tubuh ku juga Emir, dan ku lihat kesamping ternyata dia tidak ada mungkin sudah bangun. Aku segera bangun untuk melakukan kewajiban ku sebagai hamba Tuhan dan ibu rumah tangga. Usai sholat aku segera ke dapur untuk menyiapkan sarapan, tapi di kulkas hanya ada roti dan telur. Ku putuskan untuk membuat burger saja untuk sarapan Emir dan roti panggang Prayoga sedangkan untuk ku cukup roti dan susu saja. Selesai ku tata semua di meja makan, ternyata dia datang bersama dengan Emir, mereka menghampiri ku di ruang makan.
"Sayang, kamu sudah bangun" lembut ku menyambut Emir. Emir hanya mengangguk, sedangkan di sampingnya terlihat dia memperhatikan kami sejenak baru beralih menggeser kursi untuk duduk.
"Ayo sayang ibu buatkan burger untuk Emir" kata ku seraya membantu Emir duduk.
"Maaf, hanya ada roti di kulkas" ujar ku pada nya. Dia seolah tak menanggapi tapi ku lihat dia juga mulai menyantap roti panggang yang ku buatkan. Kita sarapan bersama dengan diam seperti biasa.
"Bersiaplah, kita akan pulang!" seru nya usai sarapan. Mengangguk, itu saja yang ku lakukan.
Usai membantu Emir mandi, aku mulai membereskan barang-barang milik Emir untuk dibawah pulang, aku tertegun ketika mendapati beberapa barang yang dia berikan untuk Emir, mulai dari baju mainan dan juga buku untuk belajar membaca dan menulis.
"Ibu" panggilan Emir menghampiriku di dalam kamar. Aku mengarah pada Emir, dia bilang jika sudah di tunggu pak Prayoga di luar. Aku segera membawa barang-barang milik Emir keluar bersama dengan Emir. Ternyata di luar sudah ada Bu Dana dan Pak Yayan membantu berkemas.
"Sini mbak biar saya taruh di bagasi!" pak Yayan mengambil alih tas yang berisi barang milik Emir.
"Terimakasih pak" balas ku.
"Mbak semua barangnya sudah saya tata di dalam mobil" ujar Bu Dana pada ku.
"Terima kasih Bu, pak, kalian sudah sangat baik pada kami" ujar ku sebelum pamit untuk pulang.
"Sama-sama mbak" balas Bu Dana dan pak Yayan.
"Bude, pakde, Emil pulang dulu, nanti titip salam buat paman Devan ya!" pamit Emir bersalaman pada Bu Dana beserta pak Yayan.
"Siap Emir, kapan-kapan main lagi ya, bude, pakde dan paman menunggu!" balas lembut Bu Dana. Emir sejenak menatap ke arah pak Prayoga seolah bertanya dalam diam, dan ku lihat dia membalas dengan anggukan kecil. Lagi-lagi aku di buat tercengang. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan dalam benak ku untuk dia dan Emir.
"Siap bude, pakde" jawab Emir bersemangat. Pak Yayan membukakan pintu untuk ku dan Emir usai kami berpamitan. Segera ku masuk terlebih dahulu bersama Emir. Terlihat dari kaca spion dia baru berpamitan pada Bu Dana dan pak Yayan. Baru dia masuk ke dalam mobil dan mulai melajukan nya.
Sampai di rumah pak satpam membukakan pintu gerbang, dan bibi sudah menyambut kedatangan kami.
"Bibi.." sapa Emir riang pada bibi.
"Emir, akhirnya datang juga, bibi kangen lho" sambut bibi pada Emir.
"Biar saya bantu pak!" kata pak satpam pada dia yang nampak mengeluarkan barang-barang dari bagasi.
"Terima kasih pak" balas nya. Pak satpam mengangguk, aku hendak membantu tapi dengan cepat pak satpam mencegah.
"Biar saya dan bibi saja mbak yang bawah, mbak istirahat saja Emir!" cegah pak satpam dan bibi.
"Terima kasih banyak pak" ucap ku sebelum masuk ke dalam rumah.
"Sama-sama mbak" balas pak satpam yang mulai membawa barang-barang masuk ke dalam di temani bibi.
"Ibu, Emir ngantuk" ujar Emir memberi tahu.
"Hem, Emir bubuk di kamar, ibu temani" ajak ku menggandeng Emir menuju kamar. Sedangkan dia mungkin sudah masuk ke kamar atau ruang kerjanya.
"Mbak Alana" panggil bibi menghampiriku di kamar Emir. Dengan hati-hati aku membenarkan selimut di badan Emir. Setelahnya aku mengarah pada bibi yang menunggu di ambang pintu.
"Ya bi, ada apa?"
"Mbak di panggil pak Yoga di ruang kerja" terang bibi pada ku.
"Baik, terima kasih bi" segera ku langkahkan kaki menuju ruang kerjanya.
"Jam tujuh kau dan anak mu ikut aku!"