NovelToon NovelToon
12th Layers

12th Layers

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Sci-Fi / Misteri
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Maelon Herlambang - Pria, 16 Tahun.

Dibesarkan di lapisan pertama, panti asuhan Gema Harapan, kota Teralis. Di sekeliling kota ditutupi banyak tembok besar untuk mencegah monster. Maelon dikhianati oleh teman yang dia lindungi, Alaya. Sekarang dia dibuang dari kota itu dan menjadi umpan monster, Apakah Maelon bisa bertahan hidup didunia yang brutal dan tidak mengenal ampun ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16: Pertarungan Tanpa Harapan

Di belakangnya, satu bertopeng bulat—datar dan tanpa ekspresi—menarik lengannya ke atas, dan seketika udara di sekitar Maelon memanas. Api. Doctrina Ignisthal.

Di sisi kanan, tubuh lain yang lebih kecil, dengan topeng retak yang separuhnya memperlihatkan rahang manusia membiru, melengkung dalam senyum yang nyaris seperti ejekan. Dari ujung jarinya menetes cairan hitam yang jatuh ke tanah dan menguap dengan bau anyir pekat. Sanguira—darah sebagai senjata, racun sebagai kehendak.

Yang keempat bergerak hampir tak terlihat, tubuhnya melesat ke sisi kiri Maelon tanpa suara, seperti logam yang dilepaskan dari katapel tak kasat mata. Tubuhnya dilapisi potongan besi, dan setiap gerakannya memicu derit mesin kecil. Ferravox.

Dan yang terakhir berdiri paling belakang. Diam, nyaris seperti patung. Tapi udara di sekitarnya bergerak lambat, lebih lambat dari yang seharusnya—seperti waktu sendiri ragu untuk mendekatinya. Chronodein.

Maelon tahu, ini bukan pertempuran seimbang. Ini pembantaian yang tertunda.

Lalu, tanpa aba-aba, mereka mulai bergerak.

Mereka datang bersamaan—tidak sebagai segerombolan, tapi seperti lingkaran kutukan yang menutup, gerak mereka saling melengkapi, seperti telah dilatih untuk merobek ruang pertahanan siapa pun yang ada di tengah. Maelon tak bisa lagi menghindari semuanya. Pilihannya bukan bertahan, melainkan memilih luka.

Dari sisi kanan, pengguna Sanguira meluncur lebih dulu, tubuhnya seperti gelombang cair—tidak ada gerakan kaku, hanya kelenturan mematikan. Pisau tipisnya menyambar dalam garis melengkung, bukan untuk membunuh langsung, tapi untuk menoreh—untuk melukai dan membiarkan racunnya bekerja perlahan. Maelon mencoba menangkis, dan berhasil menepis serangan pertama, tapi yang kedua menyambar seperti lidah ular, menggores pahanya dalam satu luka panjang yang dalam. Panas. Seperti api yang dituangkan langsung ke dalam darah. Bukan luka biasa—Maelon tahu ia telah diracuni.

Namun ia tak sempat mengevaluasi lebih jauh. Sebab dari sisi kiri, pengguna Ferravox melesat seperti panah. Tubuhnya dilapisi paku-paku besi dan lapisan mekanik bergerigi yang tampak dipadukan dengan daging. Ia tak menyerang dengan senjata, tapi dengan tubuhnya sendiri—seperti mesin pelumat. Maelon memutar tubuhnya, bertumpu pada tombak, dan berhasil membuat tubuh itu meleset sedikit. Tapi tetap, hantaman berat menghantam pundaknya, membuat tulangnya berderak. Ia terlempar, berguling di tanah yang dipenuhi puing dan debu darah, dan nyaris kehilangan kesadaran sejenak.

Saat ia memaksa bangkit, udara tiba-tiba berubah.

Perlahan. Seperti dunia dijatuhkan ke dalam danau madu. Gerakannya terasa berat. Cahaya Aetheron di tubuhnya tampak seperti lilin dalam ruang vakum, nyaris padam. Pengguna Chronodein mengangkat tangan—tidak cepat, tidak lambat, tapi dengan kesinisan yang membuat waktu tunduk. Maelon melihat dunia menjadi lambat, dan suara-suara terputus seperti nada patah.

DDan di antara kekakuan waktu itu, sesuatu lain ikut bergerak. Bukan fisik. Bukan energi. Tapi mimpi.

Vitravale menyerang—tidak dengan senjata, tetapi dengan realitas yang dipelintir. Dunia di mata Maelon bergeser: wajah Nalaya membeku dalam kebohongan, udara panti asuhan berubah dingin seperti napas mayat, dan dari langit turun tangan-tangan arwah yang tak sempat dimakamkan. Semua itu bukan sekadar mimpi buruk; ini adalah mimpi buruk yang dibentuk dari serpihan jiwa Maelon sendiri—disatukan oleh pengguna Vitravale yang menari di ambang kesadaran.

Tapi ia melangkah terlalu jauh.

Maelon mendongak, mata membara oleh cahaya yang bergetar tak stabil. Nafasnya kasar, tetapi ucapannya pelan, nyaris berbisik, "Mimpi burukku... bukanlah hal yang bisa kau tanggung."

Dari tanah yang remuk oleh emosi, muncul sosok besar, begitu asing hingga bahkan ilusi pun bergetar saat mencoba membentuknya. Sosok berkepala tiga, dengan mata kosong meneteskan air hitam, menjulang dalam diam. Dari punggungnya tumbuh tangan-tangan yang tak terhitung jumlahnya—bergerak tak sinkron, seperti hendak merobek kenyataan. Ia menatap Maelon—tidak dengan benci, tapi dengan pengenalan. Dan itu membuat Maelon berteriak, bukan karena takut, tapi karena ia tahu... makhluk ini nyata, dalam dirinya.

Vitravale kehilangan kendali.

Makhluk itu menoleh—bukan ke Maelon, tapi ke penciptanya. Dan dalam detik yang sunyi, semua tangan itu bergerak sekaligus, menghantam pengguna Vitravale dengan kekuatan dari bawah sadar yang tak bisa ditundukkan. Jeritan membelah udara, dan tubuh bertopeng binatang itu terpental, menghantam batu, tergolek dengan darah mengalir dari balik topeng.

Ilusi runtuh. Dunia kembali.

Maelon nyaris jatuh, tapi tubuhnya masih menyala samar oleh Aetheron. Tak sempat bernapas lega, lidah api meluncur dari langit—pengguna Ignisthal menyerang dengan amarah yang murni. Maelon berguling, tapi nyala api membakar sisi tubuhnya. Dagingnya melepuh. Bau hangus dan daging terbakar memenuhi udara.

Ia bangkit—tertatih. Paha racun. Pundak remuk. Sisi tubuh terbakar. Napasnya tidak lagi utuh, tapi terpotong-potong seperti pecahan kaca dalam tenggorokan. Dan di sekelilingnya masih berdiri empat sosok bertopeng—masih hidup, masih haus darah.

Namun matanya, dalam semua itu, memancarkan satu hal yang bahkan waktu pun tak bisa sentuh: kehendak untuk tetap hidup.

Dua telah tumbang. Tapi yang tersisa... adalah kengerian yang masih menunggu giliran. Dan darah di tanah belum cukup untuk menandai akhir.

Dari balik pilar-pilar patah dan batu-batu altar yang memerah oleh darah lama dan baru, mereka mengintip—para tubuh ringkih yang digiring ke tempat ini untuk satu alasan: mati sebagai bahan bakar. Kulit mereka pucat, tulang menonjol dari balik kulit, mata berlubang oleh lapar dan pasrah. Mereka bukan manusia lagi, hanya sisa. Sisa yang menunggu giliran dikorbankan.

Namun di tengah lingkaran kekuatan yang begitu tak tersentuh, mereka melihatnya—sosok satu itu. Bukan dari atas langit seperti dongeng, bukan dari perut bumi seperti dewa dendam, tapi dari antara mereka. Luka-lukanya terbuka seperti mawar busuk yang masih menolak gugur. Nafasnya terengah-engah, namun di matanya ada sesuatu yang tak bisa didefinisikan dengan kata. Mereka tidak tahu siapa dia. Tidak tahu namanya. Tidak tahu tujuannya.

Tapi untuk pertama kalinya dalam hidup yang terlalu panjang dan terlalu sepi, mereka melihat seseorang mencoba melawan. Bukan untuk menang. Bukan untuk membebaskan dunia. Tapi untuk—sejenak saja—mengatakan bahwa nyawa mereka, meski ringkih dan tak dihitung dunia, masih layak diselamatkan.

Harapan, dalam bentuk paling kecilnya, merangkak ke dalam tubuh mereka. Bukan seperti cahaya yang menerangi, tapi seperti seutas benang halus yang mengikat dada—lemah, tapi cukup untuk membuat mereka tetap duduk. Tetap melihat. Tetap berharap.

Namun harapan adalah benda rapuh, dan dunia ini tidak mencintai hal-hal rapuh.

Salah satu dari mereka—seorang wanita muda dengan rambut kusut dan bibir pecah—menggenggam erat batu kecil, entah untuk bertahan, entah untuk meyakinkan diri bahwa ini bukan mimpi. Ia menatap Maelon yang berdiri dengan tubuh goyah, tombaknya nyaris jatuh dari tangan. Darah mengalir dari pahanya, dari bahunya, dari sela tulang rusuknya yang kini mulai terlihat.

Dan lalu, mereka melihatnya—yang tersisa. Empat bayangan yang masih berdiri.

Empat pemilik kehendak yang membunuh bukan karena perlu, tapi karena bisa.

Dan saat itu, benang kecil di dada mereka mulai menegang.

Wanita muda itu memejamkan mata. Tidak menangis. Air matanya sudah habis entah di bulan keberapa di dunia ini. Tapi di dadanya, harapan itu mulai retak. Bukan karena Maelon gagal. Tapi karena dunia terlalu berhasil. Terlalu sukses menanamkan bahwa tak seorang pun akan datang. Bahwa keajaiban bukan sesuatu yang tumbuh di tanah ini, melainkan sesuatu yang akan dipatahkan begitu ia mekar.

Tapi tak satu pun dari mereka memalingkan wajah.

Karena bahkan jika harapan itu dibakar sampai hangus, mereka tahu... mereka pernah melihat satu sosok berdiri. Berdarah. Goyah. Tapi berdiri. Melawan.

Dan itu... sudah lebih dari cukup untuk dikenang di detik terakhir.

1
Aisyah Christine
pasti susah utk memahaminya. bagaimana maelon bisa bersatu dan berkomunikasi dgn kekuatan baru
Aisyah Christine
ini kulivator moden thor😂
Aisyah Christine
perjuangan yang belum tuntas.. smoga bisa bekerjasama dgn tubuh yang baru.
Aisyah Christine
entah ini 1 keberkahan atau kutukkn tapi yg jelas maelon semakin kuat
Aisyah Christine
apa kayak parasit? tubuhnya udh pindah ke ank remaja itu?
GrayDarkness: 10/10
total 1 replies
angin kelana
survival..
angin kelana
pertama baca coba lanjut..
GrayDarkness: terima kasih banyak, semoga suka.
total 1 replies
Aisyah Christine
terus bertahan untuk hidup
Aisyah Christine
tanda dr makhluk aneh itu
Aisyah Christine
lebih baik mencoba sesuatu dr mati sia²😂
Aisyah Christine
cerita yang menarik. lanjut thor
GrayDarkness: terima kasih, do'ain aja biar bisa dieksekusi dengan baik. kalo ada kesalahan bilang aja biar nanti langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
terima kasih sarannya akan diperbaiki secepatnya
azizan zizan
kekuatan ini datang bukannya dengan paksaan.. di ulang2 terus..
GrayDarkness: done, sedang direview terima kasih. kalo ada yang lain bilang aja, biar langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
Betul, puitis.
Aisyah Christine: gaya bahasa nya lebih pada malay. maka aku faham😂
total 1 replies
azizan zizan
ini novel peribahasa kah apa ini.. alurnya berbelit-belit..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!