Di atas bukit di tengah hutan, lebih kurang lima kilo meter jarak nya dari kampung.Terdengar sayup-sayup untaian suara yang berbunyi melantun kan seperti mantra jika di lihat dari dekat, ternyata dua orang pemuda berumur tujuh belas tahun paling tinggi, dihadapan orang itu tergeletak sebuah foto dan lengkap dengan nasi kuning serta lilin dan kemenyan.
Sesekali mengepul asap kemenyan yang dia bakar dari korek api, untuk mengasapi sebuah benda yang dia genggam di tangan kanan.
Jika di perhatikan dari dekat sebuah benda dari jeruk purut yang telah di keringkan, di lubang dua buah untuk memasukan benang tujuh warna.
Menurut perkataan cerita para orang-orang tua terdahulu, ini yang di namakan Gasing Jeruk Purut, keganasan nya hampir sama dengan gasing tengkorak tapi gasing jeruk purut hanya satu kegunaan nya saja, tidak sama dengan gasing tengkorak,
Gasing tengkorak bisa di gunakan menurut kehendak pemakai nya dan memiliki berbagai mantra pesuruh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAHLEILI YUYI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Anak Tiri Dan Anak Kandung
Ke belakang lagi, lalu dia pergi. Lalu kepala sekolah mendekati Bu Nindi.
"Buk! Nindi, ibu wali nya, aku mohon pada ibuk, agar membujuk Gura, agar masalah ini tidak melebar". Ucap kepala sekolah itu.
"Biarin Saja Pak!, selama ini benar kita selalu berat sebelah, jika Diara yang memenangkan sidang adat ini, kita selamat di sekolah ini, jika Gura yang menang, kita mungkin tidak mengajar lagi di sekolah ini." Jawab Ibu Nindi, lalu dia berdiri dan pergi.
"Diara, kamu tidak kasihan pada guru- guru, jika masalah ini sampai kepada pemangku adat, kami juga kena imbas nya, kamu kasihan tidak pada kami!." Tanya Buk Lita kelihatan cemas. Lalu Diara seperti orang berpikir.
"Aku tidak mungkin menang dalam masalah ini, kakek Gura suku Antan Kayo, Gura Suku Tanduak Kuniang, jangan kan kedua suku itu bersatu, suku Gura saja sulit di kalah kan". Gumam Diara dalam hati nya.
"Baik Buk! demi kalian". Ucap Diara, yang tidak mau mengakui, bahwa dia juga ketakutan.
Jika di lihat pada masa yang lampau, pada masa penyebab Kampung Kalimuntiang di tinggal kan. Tidak begitu banyak yang berpihak pada suku Congkiang Ate.
Walaupun kejadian itu telah berlalu ratusan tahun, tapi cerita dan sejarah kelam itu masih tercatat dalam hati masarakat Negeri Hulu, cerita nya yang di turun kan secara turun temurun melalui lisan, walau tidak tercatat di kertas putih, penyebab kematian di Kampuang Kalimuntiang dalam sejarah yang paling besar adalah ulah leluhur suku Kingkiang Ate, sehingga tiga suku yang lain punah tidak meninggal kan lagi tunas untuk melanjut kan penerus suku itu.
Sebelas suku yang pernah mendiami Negeri Kalimuntiang, tiga yang telah punah, yang pertama ulah sihir Bundo Tak Batuan, ke dua ulah Perampokan Panglimo Tak Batuan. Mereka ini ibu dan anak, tapi inti sebenar nya mereka suami istri sejak ritual cangkok jiwa Tambun Jati dan istri nya Palasik.
Apa lagi di tambah masalah Hutan Sembah yang tidak jauh lokasinya dari puncak gunung pusara sakti, dalam sejarah lisan perbatasan hutan Sembah ialah tidak jauh dari Beringin Tujuh Ratapan hantu, di lereng bukit sebelah selatan ialah pemilik nya suku Batu Pocah, hampir tiga bulan segala suku rapat karena suku Kingkiang Ate mengklaim tanah wilayah itu mereka yang punya.
karena kurang nya suku Batu Pocah memiliki dana dan boleh di katakan suku batu pocah, mereka suku yang termasuk kekurangan harta, tapi karena bantuan enam suku yang lain, tidak luput dari catatan lisan mereka, maka wilayah itu masih kembali ke Suku Batu Pocah, walaupun hanya separuh nya lagi.
Lalu kepala guru sekolah dan berapa guru lain nya, mereka memanggil Gura lagi ke kantor, Gura langsung di temani ibuk Guru Nindi.
Tiba-tiba ponsel Ibuk Lita berdering, ternyata panggilan dari Mami nya Diara.
"Halo Kak Ra! ada apa,?" Tanya buk Lita pada Mami nya Diara.
"Buk! Li selesaikan masalah Diara, barusan ada panggilan yang masuk ke hp ku dari teman Diara, bahwa Diara bermasalah lagi dengan Gura, apa benar Gura akan membawa masalah ini pada pemangku adat?". Tanya Mami Diara.
"Iya Kak!, kelihatan nya Gura kali ini tidak main-main". Jawab Ibuk Lita.
"Buk! Li tolong selesaikan, jangan sampai masalah di sekolah melebar, hingga ke jalur Adat". Ucap Mami Diara agak gemetaran.
"Iya Kak! kami sedang berusaha, setelah selesai hubungi aku lagi". Ucap Mami Diara.
Setelah Gura masuk kekantor lagi, ternyata seluruh Guru SMP telah berada di sana, hari itu mereka mengundur kan belajar, seluruh kantor ramai oleh anak-anak sekolah, ingin mendengar kan keputusan rapat. Dan juga Diara, dia juga berada di sana duduk antara Buk Lita dan Buk Ani.
"Gura, kami selaku para Guru meminta pada mu, dengan sangat hormat, agar masalah mu dengan Diara di selesai kan di sekolah." Ucap Kepala sekolah.
"Urusan ku dengan pihak sekolah telah selesai, ini urusan ku dengan dia, apa tadi kalian tidak mendengar, bahwa urusan nya dengan ku belum selesai." Ucap Gura dengan tatapan tenang.
"Iya kami dengar, tapi masalah itu berawal saat kalian masih dalam lingkaran sekolah". Ucap kepala sekolah.
"Kalian tidak perlu cemas, masalah ini hanya akan ku ceritakan, kejadian ini terjadi setelah kami pulang sekolah. Para guru tidak perlu takut, kalian tidak termasuk dalam masalah ini." Ucap Gura.
Dalam keadaan seperti itu, ponsel Ibuk Lita kembali berdering.
"Maaf pada semua guru, aku permisi dulu mengangkat telepon seseorang". Ucap Bu lita, dia terus keluar kantor.
"Hallo! Kak". Jawab Bu Lita mengangkat ponsel nya, di pojok sekolah.
" Bagaimana masalah nya, telah selesai?". Tanya mama Diara.
"Kelihatan nya Gura tidak main-main Kak!". Jawab Bu Lita.
"Baik Buk! nanti aku minta batuan pada kakak sulung ku, tapi tidak apa-apa kan nomor Buk lita ku kasih pada nya." Ucap Mami Diara.
"Tidak Apa-apa Kak". Jawab Bu Lita.
"Nanti ku suruh Dia sendiri bicara pada Gura". Ucap Mami Diara.
"Ya Kak! tidak apa-apa, kami telah kehabisan ide" Jawab Bu lita.
Setelah itu Buk lita kembali lagi kedalam kantor. Semua Guru menatap Bu Lita dengan tanda tanya, mereka semua tahu. Bahwa telepon yang baru dia angkat berasal dari Mami Diara.
"Tidak ada lagi yang perlu di permasalah kan, aku permisi kembali ke lokal". Ucap Gura, sebab semua guru telah diam seakan kehabisan bahan menghadapi Gura, lalu Gura berdiri ingin pergi.
"Gura! kini bapak sadar, mungkin kelakuan kami selama ini terhadap mu mungkin tidak ada yang berkenan di hati mu, tapi sekali ini, Bapak selaku kepala sekolah minta maaf terhadap mu". Ucap kepala sekolah.
Gura mendengar ucapan kepala sekolah hanya tersenyum, seperti orang yang tidak peduli. Dan lalu dia berbicara dengan santai.
"Prestasi olah raga terbaik bola voli angkatan SMP, di raih oleh putra-putra sekolah ini, sudah hampir dua tahun ini walaupun masih di peringkat tiga atau dua di propinsi, dan putri-putri nya masih masuk dalam urutan sepuluh besar, sekolah ini telah mengikuti lima kali pertandingan selama dua tahun ini. Dalam pengumuman guru-guru, para tim yang mendapatkan juara akan mendapat kan hadiah dan bonus. Hadiah apa yang telah kalian berikan pada kami berenam. Benar selama aku sekolah di sini, kami seperti murid asing di hadapan kalian, sekolah kita beda dengan sekolah yang lain nya, ternyata benar, sekolah ini memiliki aturan anak tiri dan anak kandung. Kita memiliki dua tim