Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Baik, Bos. Saya akan menjalankan perintah Anda," jawab David, mengangguk patuh.
"Ingat, jangan sampai Irene curiga. Saya gak mau kalau image saya jelek di mata dia," tegas Alex. "Nanti saya dikira bos yang terlalu kepo lagi. Bisa malu saya."
David mengerutkan kening. Bosnya itu tidak pernah bersikap seperti ini. Alex tipe atasan yang tegas dan berwibawa, ia tidak pernah menjaga image karena tidak peduli bagaimana cara wanita memandangnya, tapi sikap sang bos sangat berbeda dari biasanya. Apa mungkin Alex jatuh hati kepada wanita bernama Irene sekretaris barunya itu? Batin David mulai menerka-nerka apa yang terjadi dengan atasannya.
"O iya, pengiriman hari ini gimana? Udah ada kabar?" tanya Alex membuyarkan lamunan seorang David.
"Lancar, Pak Bos. Kapal akan merapat jam tujuh malam," jawab David kembali menatap wajah Alex.
"Bagus, sekarang kamu jalankan tugas yang saya berikan tadi. Ingat, lakukan secara diam-diam, paham?"
David mengangguk patuh, lalu berbalik dan melangkah meninggalkan ruangan. Sementara Alex, tersenyum lebar seraya menggoyangkan kursinya ke kiri dan ke kanan. Pikirannya seakan dipenuhi dengan wajah Irene, sikapnya yang pemberani dan pembawaanya yang ceria seakan membuat hidupnya menjadi lebih berwarna, padahal wanita itu baru mulai bekerja hari ini.
"Hmmm! Semoga saja Irene tak seperti sekretaris saya yang lama, dengan begitu saya gak perlu nyingkirin dia," gumamnya lalu bangkit dari duduknya kemudian melangkah ke arah pintu dan keluar dari dalam ruangan.
Irene yang tengah mempelajari dokumen-dokumen mengenai perusahaan seketika berdiri tegak dengan senyum ceria seperti biasa saat melihat Alex keluar dari ruangan. "Anda mau ke mana, Pak Bos?"
Alex tersenyum kecil lalu melangkah mendekat. "Temani saya meeting penting, di hotel," jawabnya membuat Irene terkejut.
"Me-meting di hotel?" tanya Iren dengan bingung.
"Ko meetingnya di hotel? Mau meeting apa mau cek in sih? Ada-ada aja nih orang," batin Irene merasa tidak habis pikir.
"Kenapa diem aja?" tanya Alex.
Irene kembali tersenyum. "Baik, Pak Bos. Aku akan ikut ke mana pun Anda pergi. Eh ... maksudnya, aku bakalan ikut di manapun Anda meeting," jawabnya seraya menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal.
"Oke, kita berangkat sekarang juga."
Irene mengangguk lalu meraih tas berwarna hitam miliknya kemudian melingkarkan di pundak dan melangkah menghampiri Alex. Aroma maskulin seketika tercium hidung saat ia berdiri tepat di samping pria itu. Postur tubuhnya yang tinggi membuat Irene harus mendongak ketika memandang wajahnya. Alex tersenyum lebar seraya meletakan telapak tangannya tepat di atas kepala Irene.
"Kamu pendek juga ternyata," ucap Alex tersenyum mengejek.
"Maaf, Pak. Segini tuh udah standar, ya. Tinggiku 170, udah masuk rata-rata tinggi perempuan. Andanya aja yang ketinggian kayak tiang listrik," jawab Irene dengan santai, mendongak menatap wajah Alex.
"Hahaha! Saya emang tinggi, tapi masih tinggian tiang listrik kali," decak Alex seraya melangkah dan segera diikuti oleh Irene.
"Tunggu saya, Pak Bos," pinta Irene, dibuat kewalahan dengan langkah kaki Alex yang lebar.
***
Mobil yang dikendarai oleh Alex akhirnya mulai melipir dan memasuki area parkir hotel sebelum akhirnya berhenti di antara mobil lainnya yang berada di sana.
"Ko tumben Anda nyetir sendiri, supir Anda yang kemarin ke mana?" tanya Irene seraya melepaskan sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya.
"Supir saya lagi ada misi penting, Irene. Makannya saya nyetir sendiri," jawab Alex lalu membuka pintu mobil.
Irene mengangguk-anggukkan kepala, melakukan hal yang sama seperti Alex. Keduanya melangkah hendak meninggalkan area parkir, tapi langkah Alex seketika tertahan, matanya bergerak ke kiri dan ke kanan sebelum akhirnya menoleh dan menatap ke belakang di mana pencahayaan sangat minim di area parkir tersebut.
"Ada apa, Pak Bos?" tanya Irene dengan bingung.
Alex menatap wajah Irene seraya meletakan jari telunjuk di bibirnya sendiri. "Kamu duluan saja, Irene. Tunggu saya di lobi, sepertinya ada yang ngikutin kita," titah Alex.
"Hah? Ma-maksud Anda apa, Pak?"
"Udah, cepat pergi," pinta Alex tegas, tapi dengan nada suara yang sedikit ditahan.
Irene berlari meninggalkan Alex, tapi ia tidak mematuhi apa yang diperintahkan oleh sang atasan. Wanita itu hanya berdiri di belakang pilar besar, merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi.
"Sebenarnya siapa yang ngikutin Pak Alex? Apa dia punya musuh?" batin Irene, menatap pria itu dari kejauhan.
Setelah memastikan Irene benar-benar pergi, Alex kembali berbalik dan menghadap area pakir. "Keluar kalian!" serunya, wajahnya berubah sangar, kelembutan yang semula diperlihatkan berubah sebaliknya.
Beberapa orang akhirnya keluar dari persembunyian, sebagian dari mereka bahkan membawa kayu berukuran sedang. Orang-orang berpakaian hitam itu berdiri tidak jauh dari Alex, menatap wajahnya seraya menggoyangkan kayu yang mereka bawa.
"Di mana Bos kalian, hah? Beraninya cuma berdiri di belakang layar. Bilangin sama Bos kalian, kalau berani sini hadapi saya sendiri!" seru Alex, seraya membuka jas hitam, berikut dasi yang ia kenakan lalu melemparkannya sembarang.
"Jangan banyak bacot, lawan kami semua!" bentak salah satu dari mereka.
Irene yang menyaksikan dari kejauhan seketika menutup mulutnya menggunakan telapak tangan dengan mata membulat seraya menghitung jumlah lawan yang akan dihadapi oleh Alex, dan jumlahnya ada 12 orang.
"Astaga, Pak Alex dikeroyok," gumamnya dengan khawatir. "Emangnya Pak Alex bisa ngelawan mereka semua? Mana pada bawa alat lagi."
Pertarungan pun dimulai, Alex berhasil menumbangkan satu-persatu dari mereka, tapi karena lawan yang tidak seimbang, Alex akhirnya tumbang. Namun, pria itu segera bangkit dan melanjutkan pertarungan.
"Aku gak bisa tinggal diam, aku harus bantuin Pak Bos. Kalau nggak, Pak Bos bisa wasallam," gumam Irene, melepaskan sepatu high heels yang ia kenakan.
Irene menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum akhirnya berlari menghampiri Alex seraya meneriakkan namanya. "Pak Alex!" teriaknya membuat Alex sontak menoleh dan menatap wajah Irene dengan terkejut.
"Iren, mau ngapain kamu ke sini? Saya 'kan minta kamu buat nunggu di lobi?" tanya Alex dengan napas terengah-engah.
Karena kelengahannya, satu bogem mentah sukes mendarat di wajah Alex. Pria itu terhempas lalu mendarat di lantai.
"Argh, sial!" umpatnya seraya meludahkan darah dari mulutnya.
Irene berjongkok tepat di depan Alex. "Anda baik-baik aja, Pak?" tanyanya, seraya membantu Alex berdiri tegak.
"Kamu gak boleh di sini, Irene. Nyawa kamu bisa melayang," lirih Alex, dadanya nampak naik turun karena kelelahan.
Irene tersenyum kecil. "Anda tenang aja, Pak. Aku gak akan kenapa-napa. Anda belum tau siapa aku," jawabnya dengan penuh rasa percaya diri.
"Yakin kamu gak akan kenapa-napa?"
Irene kembali mengangguk pasti.
Alex berdiri di belakang punggung Irene, mereka berdua dikelilingi oleh 12 orang berpakaian serba hitam juga membawa alat. Irene menatap mereka semua.
"Anda siap, Pak?" tanya Irene kepada Alex.
"Hati-hati, Irene. Saya gak mau kamu sampe terluka."
Irene mengangguk seraya berteriak dan mulai menyerang. "Haaaaa!"
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅