Setelah kepergian istrinya, Hanan Ramahendra menjadi pribadi yang tertutup dan dingin. Hidupnya hanya tentang dirinya dan putrinya. Hingga suatu ketika terusik dengan keberadaan seorang Naima Nahla, pribadi yang begitu sederhana, mampu menggetarkan hatinya hingga kembali terucap kata cinta.
"Berapa uang yang harus aku bayar untuk mengganti waktumu?" Hanan Ramahendra.
"Maaf, ini bukan soal uang, tapi bentuk tanggung jawab, saya tidak bisa." Naima Nahla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Assalamu'alaikum ...!" Salam itu menggema ke seluruh ruangan.
"Waalaikumsalam ...," jawab Bapak beranjak dari kursi.
Menyambut kedatangan tamu yang tak sengaja menjadi tranding sore ini. Nahla sendiri sudah melesat sedari tadi, mungkin gadis itu tengah menggosok daki-dakinya di kamar mandi.
"Sore Pak!" sapa Hanan full senyum. Menyapa sopan diikuti gadis kecil di sampingnya.
"Sore, silahkan masuk Mas Hanan," sahut Bapak membalas sumringah.
"Terima kasih, Pak, Buk?" Hanan mengangguk sopan. Masuk dengan menuntun putrinya. Tak lupa memberikan buah tangan sebagai pelengkap acara bertamu sore ini.
"Silahkan duduk, Mas, ini pasti Icha ya," tebak Bapak mengarah pada gadis kecil yang sedari tadi nampak clingukan.
Bu Komariah pun langsung beranjak ke dapur membuatkan jamuan.
"Iya, Miss Nahla-nya mana, Pak? Kok nggak kelihatan?" tanya Icha tidak menemukan perempuan yang tengah dicari-cari.
"Owh ... Mis Nahla lagi mandi, tunggu sebentar ya, pasti sebentar lagi selesai," ucap Bapak jujur sekali. Diam-diam Nahla yang mendengar itu merutuki diri sendiri kenapa tidak tadi saja mandinya. Alhasil mandi brbek asal celup yang penting basah dan wangi.
"Gitu ya Pak, Icha udah kangen," jawabnya tak bisa lepas. Padahal belum sehari mereka berpisah, sepertinya Icha sudah tidak bisa lepas.
"Icha boleh nyusul nggak?"
"Icha sayang, tunggu sebentar Nak, Miss lagi mandi dulu, tadi udah janji nggak rewel loh."
"Iya Pah, cuma pengen ketemu," sahut Icha sembari melongok ke dalam.
Bu Kokom keluar sembari menenteng baki berhias teh dalam cangkir.
"Icha mau minum apa?" tanya Ibu pada gadis kecil itu.
"Ini aja nggak pa-pa, Bu," jawab Icha kurang fokus.
"Maaf Pak, anak saya sudah akrab sekali dengan Miss Nahla. Maaf kalau kurang sopan.
"Nggak pa-pa, namanya juga anak kecil. Masuk aja nggak pa-pa."
Icha kegirangan begitu mendapat izin. Gadis itu beranjak masuk menerobos kamar Nahla yang sengaja diekori Ibu.
"Miss Nahla!" seru Icha masuk langsung menghampiri. Perempuan itu sendiri tengah merapihkan hijabnya setelah sedikit memberi sentuhan wlkecantikan pada wajah dan bibirnya.
"Eh, Icha dari mana kok bisa nyasar ke sini?" tanya Nahla sedikit mengorek informasi. Apakah kedatangannya sekedar lewat habis ada acara. Atau benar-benar menyempatkan bertamu.
"Dari rumah langsung ke sini. Kenapa Miss Nahla langsung pulang tadi pagi, aku bangun tidur udah sepi,"
"Iya, maaf sayang, Miss kan harus ngajar, jadi pulang pagi," jelas Nahla semoga gadis kecil itu mau mengerti. Ia bahkan menanti sembari memperhatikan guru lesnya mengenakan hijabnya.
"Miss, ada yang ketinggalan," ujarnya sembari membuka tas gendongnya. Icha mengeluarkan kaus yang sengaja dibeli di tempat piknik kemarin. Sebuah kaus couple berwarna putih, ada tulisan mama di belakangnya.
"Terima kasih sayang," ucap Nahla lalu menyimpannya.
Perempuan itu beranjak setelah dirasa beres, cukup lama berdandan. Keluar menemui Mas Duda yang kini tengah mengobrol sama Bapak.
"Icha!" panggil Hanan tetapi matanya tertuju pada gadis muda di belakangnya. Sejenak pria itu menatap tanpa berkedip. Mengangguk sopan pada ayah dari anak didiknya. Duduk tepat segaris saling berhadapan, membuat grogi saja.
"Icha ngapain di dalem, ngrecokin Miss Nahla ya," tebak Hanan sembari menempatkan putrinya agar duduk di sampingnya. Tetapi sepertinya gadis kecil itu lebih minat duduk di dekat Nahla.
Suasana mendadak canggung di antara mereka. Nahla yang bingung hendak menyapa dari mana.
"Mas Hanan pasti mau bertemu dengan Nahla ya, Bapak tinggal sebentar," pamit Bapak hendak beranjak. Memberikan keduanya berbincang akrab. Eh, ralat bertiga dengan bocil Icha yang tak pernah ketinggalan.
Icha sendiri makin deg degan kalau Bapak memberikan ruang, ditinggal bertiga saja dengan gadis kecil di ruang tamu miliknya yang sederhana, sudah barang tentu membuat Nahla sedikit grogi.
"Bukan Pak," jawab Hanan cukup tenang.
Seketika senyum tipis di wajah Nahla menghilang. Kenapa pula harus bertamu kalau tidak mau menemui dirinya. Jadi maksudnya datang sore-sore hanya untung mempertemukan dirinya dengan icha, benarkah.
Bapak Subagio sendiri mengeryit bingung saat mendengar mulut pria itu berkata lain.
Nahla sendiri menatap bingung, serasa baru saja dijunjung, lalu dihempaskan ke dasar. Ia sudah dandan secantik mungkin ternyata tidak untuk menemuinya. Sungguh Mas Duda membuatnya salah paham saja.
"Lebih tepatnya bertemu pada Bapak," sambung Hanan membuat Pak Subagio kembali duduk dengan tenang.
"Saya?" tanya Bapak sedikit tak percaya.
"Begini Bapak, sebelumnya saya minta maaf kalau kedatangannya cukup mengagetkan Bapak sekeluarga. Pertama-tama untuk bersilaturahmi dengan Bapak dan sekeluarga. Kedua .... " Pria itu menjeda perkataannya sejenak. Nampak mengambil napas dengan wajah kembali tenang mengutarakan maksud dan tujuannya.
"Ingin mengkhitbah putri Bapak, Nahla Naima sebagai istri untuk saya," ucap Hanan cukup jelas dan tenang.
Seketika wajah ayu yang tertunduk itu menatap wajahnya yang terlihat serius.
Ya Tuhan ... benarkah ini? Atau aku masih tidur dan hanya mimpi di sore hari. Kalau nyata, itu artinya diriku dilamar Mas duda jutek. Hua ... Ibu ... anakmu dilamar Mas Duda ... pinginnya yang bujangan Bu ... Hu ....