bagaimana rasanya ketika kamu mendapatkan sebuah penawaran uang kaget?
Rara di hina dan di maki selama hidupnya.
Ini semua karena kemiskinan.
Tapi ketika dia merasa sudah menyerah, Dia mendapatkan aplikasi rahasia.
Namanya uang kaget.
Singkatnya habis kan uang, semakin banyak uang yang kau habiskan maka uang yang akan kamu kantongi juga akan semakin banyak.
Tapi hanya ada satu kesempatan dan 5 jam saja.
Saksikan bagaimana Rara menghasilkan uang pertama kali di dalam hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Rara saat ini masih terpaku menatap layar ponselnya yang terus bergetar, menampilkan uang yang dia dapatkan dari aplikasi ‘Uang Kaget bergetar.
Rupanya apa yang terjadi, bukan lah sebuah mimpi.
Dia benar-benar mendapatkan uang kaget.
Sebuah aplikasi online yang tidak nyata.Tapi uang yang di dapatkan adalah asli tanpa tipu tipu.
Namun sebelum dia bisa memproses semuanya, sebuah pesan WhatsApp muncul di layar.
[Arya – Kakak]
"Rara... kakak minta maaf untuk semuanya. Kakak harap kau tetap hidup dengan baik setelah ini. Jangan pikirkan kakak lagi... Terima kasih telah menjadi adik yang baik."
"Maaf ya, Ra. Kakak cuma bikin kamu capek. Kamu berhak dapat hidup yang lebih baik... Maaf karena Kakak gagal jaga semuanya. Kalau besok Kakak nggak bangun lagi, tolong jaga Mama dan Papa. Kakak sayang kalian semuanya ...
Darah Rara langsung tersedot dari wajahnya.Tiba tiba saja as firasat buruk.
"Apakah ini .. ucapan..selamat tinggal?"
"Kakak.. tidak,ja.. jangan.."
Jantung Rara berdetak tak karuan. Tangannya gemetar, dia buru-buru menekan tombol panggilan.
Nada sambung terdengar.
Sekali.
Dua kali.
Tiga kali.
"Lihatlah, Kak… Angkat, angkat!" desisnya panik.
Tapi kemudian...
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silah kan menelpon beberapa saat lagi"
Tuut… tuut…
Telepon diputus.
Rara langsung merasa tubuhnya menegang.
Firasat buruk menghempas dirinya dengan begitu kuat, membuatnya hampir sulit bernapas.
Rara tiba tiba saja ingat tentang kakaknya yang menelpon saat dia sedang berada di dalam lift.
Rpanya Kakak membutuhkan dia saat itu tapi dia terlalu sibuk untuk mengumpulkan uang.
"Kakak...!"
Tanpa pikir panjang, Rara langsung berdiri dari ranjang rumah sakit, nyaris menjatuhkan dokumen yang tadi diberikan padanya. Para dokter dan orang-orang di dalam ruangan itu langsung melihat ke arahnya.
"Nona Rara, Anda harus beristirahat" kata dokter yang merawat nya.
"Enggak! Aku harus pergi sekarang juga!" serunya dengan wajah pucat."Kakak sedang membutuhkan aku!'
Rara tidak tahu apa yang terjadi, tapi satu hal yang pasti, kakak nya Arya dalam bahaya.
Dan dia harus menemukannya sebelum terlambat.
Rara gemetar.
"Nona....
"Nona ...
Rara tidak menggubris apa pun dia hanya ingin berlari sekencang kencangnya.Dia harus bergegas...
"Nona katakan ada apa, Kami... kami akan membantu jika bisa " kata supir yang melihat Rara pucat dengan gerakan penuh khawatir.
Rara seperti tidak bisa mendengar kata kata orang lain.
Tangannya masih erat menggenggam ponsel, seolah berharap bisa menarik kembali pesan terakhir yang dikirimkan Arya. Perasaannya sekarang seperti sedih dan panik yang bercampur menjadi satu.
"Nona!"
Rara mendadak tuli,dia melangkah turun dari ranjang rumah sakit, berniat untuk langsung pergi mencari kakaknya.
Karena anemia, langkah Rara agak lamban.
Sebelum dia sempat mencapai pintu, pak Wijaya,pelayan tua yang sejak tadi diam di sudut ruangan tiba-tiba melangkah ke arahnya.
"Nona, Anda belum bisa pergi."
Pelayan tua itu berdiri tegap di hadapannya untuk menghalangi, tatapannya penuh perhatian."Nona belum pulih"
Tapi Rara masih berjalan ke pintu.
"Minggir...
"Aku harus pergi! Kakakku dalam bahaya!" Rara berusaha menghindari pelayan tua, tapi pria itu tetap tak bergerak dari tempatnya.
"Minggir... minggir lah,aku ... huhuhu kakakku sedang membutuhkan aku sekarang" pekik Rara dengan gila.
Dia sekarang punya uang , tapi apa gunanya uang jika kakak nya nekat.
Di sisi lain, ibu Ratna sang manajer keuangan yang sejak tadi memperhatikan dengan tenang, akhirnya angkat bicara.
"Apa yang terjadi, Nona?"
Rara menoleh kepada nya,matanya berkaca-kaca. Dengan tangan gemetar, dia menyerahkan ponselnya, menunjukkan pesan dari Arya.
Manajer keuangan itu membaca sekilas, lalu mengangkat wajahnya dengan ekspresi serius. Tanpa sepatah kata, dia mengambil ponsel dari tangan Rara dan mulai mengetik sesuatu dengan cepat.
"Aku akan melacak lokasinya," katanya sambil mengotak-atik layar.
Jari-jarinya bergerak cekatan. Tak butuh waktu lama, sebuah titik lokasi muncul di layar ponsel. Matanya menyipit, lalu dia mengangkat telepon dan berbicara dengan suara tenang namun penuh otoritas.
"Halo, kantor polisi,ya pak.Begini pak,saya butuh bantuan segera. Ini situasi darurat. Seseorang mungkin dalam bahaya. Oh ya, makasih pak,hem... Oke Saya akan mengirimkan lokasi sekarang juga."
Ibu Ratna berbicara selama beberapa menit pada pihak yang di yakini adalah kantor polisi jakarta pusat.
Rara juga menatapnya dengan penuh harap. Dia gugup jadi nggak kepikiran untuk menelpon polisi.Untung nya ada Ibu Ratna yang bisa berpikir jernih.
Rara berbisik lemah"Kita..kita bisa menemukannya kan?"
Manajer keuangan itu menutup telepon dan menatap Rara dengan mantap.
"Polisi sedang menuju ke sana. Kita akan segera mendapatkan kabar.Sebaiknya nona menyerah kan ini pada yang profesional, Nona harus pulih dulu dan tunggu kabar baik."
Rara merasa dadanya sedikit lebih lega, meskipun masih ada kecemasan yang menyiksa.
"Nona percayalah pada polisi," ujar pak Wijaya,pelayan tua dengan suara lembut. "Yang terbaik yang bisa Anda lakukan sekarang adalah beristirahat. Jika ada kabar, kami akan segera memberitahukan Anda."
Rara menggigit bibirnya, ingin membantah. Meskipun dia ingin menyangkal nya tapi rara tahu, dalam kondisi seperti ini, dia hanya akan menghambat segalanya.
Rara di papah untuk kembali ke ranjang pesakitan.Setelah itu satu per satu orang-orang di ruangan itu meninggalkan Rara untuk beristirahat.
Tapi meskipun dia berbaring di ranjang, pikirannya tetap melayang pada kakaknya. Dia berdoa dalam hati, "semoga Kakak Arya baik-baik saja"
Pada saat ini,kira kira jam empat pagi.
Arya kakak Rara sedang berdiri di tepi atap sebuah gedung tinggi, angin malam menusuk kulitnya yang dingin. Tangannya mengepal, tubuhnya sedikit goyah karena ketinggian tapi tatapan matanya kosong.
Kota di bawahnya bersinar dengan cahaya lampu, suara kendaraan samar-samar terdengar, tetapi semua itu terasa jauh dari jangkauannya.
Dalam pikirannya, gambaran menyakitkan satu per satu bermunculan.
Arya memegang kepalanya yang penuh dengan beberapa memori buruk.
Dia ingat tentang bagaimana teman-teman lamanya dulu tertawa, sekarang menertawakannya tanpa belas kasihan. “Kamu ini cuma pecundang!” suara mereka masih bergema di kepalanya.
Dia mengingat bagaimana mereka mengejeknya, mendorongnya bahkan memukulnya di klub dan di tempat tempat yang dulu mereka datangi dengan penuh semangat persahabatan.
Tapi di tempat itu juga,dia mengalami pengalaman yang mengguncang mentalnya.
Dia mengingat bagaimana keluarga mereka jatuh ke dalam kehancuran karena dia tidak bisa menghandle sebuah perusahaan.
Utang yang menumpuk, tekanan yang menghancurkan ayah dan ibu mereka.
Lalu ada Rara... adik perempuan yang dulu selalu dia lindungi. "Apakah Rara begitu kecewa padaku?"
Dia menutup matanya, mencoba menghilangkan gambaran wajah adiknya yang mungkin penuh rasa kecewa.
“Aku tidak kompeten. Aku beban. Aku pecundang.”
"Rara... maafin kakak!"
Suara-suara itu terus menghantuinya.
Arya menatap ke bawah, ke jalanan yang jauh di bawahnya. Satu langkah lagi dan semuanya akan berakhir. Tak ada lagi hinaan, tak ada lagi beban, tak ada lagi rasa sakit.
Kakinya mulai bergerak...
Tapi tiba-tiba ...
Tiiuutt! Tiiuuut!
Suara sirene polisi meraung, menggema di antara gedung-gedung tinggi. Lampu merah dan biru berputar-putar, menerangi kegelapan malam.
Arya terkejut.
Dari atas bangunan,dia bisa mendengar raungan sirene yang perkuat dengan pengeras suara
Arya memandang kebawah.
Segera ada suara pintu dibanting dan langkah kaki yang tergesa-gesa terdengar.
Arya memandang ke belakang.
Seseorang datang dari pintu belakang dan dia langsung berteriak dengan kencang"Berhenti!Arya Mahesa ,jangan lakukan itu!"
Arya membeku.
Napasnya memburu. Dia tak menyangka ada orang yang datang.
Tubuhnya sedikit goyah di tepi gedung. Tangannya mengepal lebih erat. Haruskah dia melompat sekarang? Sebelum semuanya terlambat?
Tapi... kenapa tiba-tiba ada rasa ragu?
Suara sirene masih bergema di bawah nya, tetapi yang lebih keras adalah suara orang di belakang nya yang sebenarnya memakai seragam polisi.
"Nak, dengarkan kami. Tidak ada kebahagiaan dalam kematian. Bunuh diri hanya akan menyisakan luka bagi mereka yang mencintaimu." katanya
"Kami tahu, hidup tidak mudah tapi bunuh diri bukan kah solusi nya.Pikirkan orang tua mu, Apa yang terjadi jika kau mati? Dan adikmu masih begitu mudah untuk menanggung kehilanganmu dan beban yang kau tinggalkan" sambung nya lagi dengan hati hati.
"Siapa... siapa yang mengirimkan polisi, adik...adikku?"tanya Arya dengan gugup tapi dia tetap teguh dengan keputusan nya.
"Benar." jawab polisi
Arya bukannya tambah semangat tapi malah bertambah sedih.Rara mungkin curiga ketika dia mengirimkan pesan singkat. Tapi kenapa dia tidak datang sendiri untuk menghentikan ini. Alih alih mengirimkan polisi.
"Rara...dia kecewa kan "bisik nya pelan.
Arya tetap berdiri di pinggiran tanpa ada niat untuk turun.
Matanya masih tertuju ke bawah, melihat lampu kota yang berpendar seperti lautan cahaya. Angin dingin semakin menusuk tubuhnya, tetapi bukan itu yang membuatnya merasa semakin hampa.
"Nak jika kau merasa tidak punya alasan untuk bertahan... pikirkan keluargamu. Pikirkan orang-orang yang akan kehilanganmu. Jika kau pergi, mereka tidak akan bahagia. Mereka akan terluka seumur hidup!" bujuk polisi lagi yang semakin dekat saja tanpa di sadari
Arya mengepalkan tangannya lebih erat. Kata-kata itu membuat dadanya terasa semakin berat, tapi bukan karena merasa terhibur. Sebaliknya, dia justru merasa lebih hancur.
"Apa mereka tahu?"
"Apa mereka tahu betapa beratnya hidup yang aku jalani sekarang?"
"Apa mereka tahu bahwa setiap hari dia harus bertahan dengan hinaan, ketakutan dan rasa gagal?"
Lalu, suara polisi itu bergema lagi, “Nak, ibumu... ayahmu... mereka masih koma di rumah sakit. Mereka juga belum menyerah. Mereka masih berjuang untuk sadar dari koma nya. Dan kau satu-satunya putra mereka. Apa kau ingin mereka bangun hanya untuk mengetahui bahwa kau telah pergi dengan cara ini?”
Arya tersentak,dia seperti di sentrum dengan kata kata itu.
Dia menoleh pelan seakan ragu dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Mama... Papa..."
Dia sudah terlalu larut dalam kesedihannya sampai-sampai melupakan mereka. Orangtuanya masih di rumah sakit, berjuang melawan koma. Dokter bahkan tidak bisa memastikan kapan mereka akan sadar.
Apa yang akan mereka rasakan jika mereka membuka mata dan mengetahui putra satu-satunya memilih untuk pergi selamanya?
"Mereka pasti akan hancur"
Tapi di sisi lain, Arya juga merasa dirinya tak pantas. "Bagaimana jika mereka kecewa dan berpikir seandainya dia tidak memiliki putra yang tidak mampu seperti aku?"
"Bagaimana jika mereka bangun dan melihat anak mereka yang gagal ini?"
Polisi masih terus membujuk Arya "Kami di sini untuk membantumu, Nak. Kau tidak sendirian. Apa pun yang kau hadapi, masih ada jalan keluar. Kau hanya perlu bertahan sedikit lagi."
Sementara itu di bawah sana, para polisi mulai menyebarkan balon udara. Jika dia jatuh, mungkin dia masih bisa selamat.
Tapi ini adalah gedung 30 lantai. Apakah balon udara itu cukup?
Arya sudah mulai goyah ,dia melirik ke bawah .
Bayangan wajah mama dan papa muncul di pikirannya. "Bagaimana jika mereka bangun besok? Bagaimana jika mereka memanggil namanya?"
Di tengah semua kebisingan, Arya mulai menggigit bibirnya.
Dia tidak tahu harus bagaimana...
Apa mngkin rara menghancurkan bisnis mereka sprt arya lakukan
dasar si doni masa si rara mau dbeli emangnya barang🥴