NovelToon NovelToon
Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Pelabuhan Terakhir Sang Sekertaris

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.

Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.

Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.

Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Shanaya hanya bisa tersenyum miris melihat foto itu. Sudah jelas sekarang—tekadnya bulat. Ia tak mau lagi ambil pusing soal empat kartu sisa itu. Kata-kata Wina terngiang jelas di kepala, kalau mau bebas dari luka, satu-satunya jalan adalah pergi. Sekarang.

Tanpa pikir panjang, Shanaya menelepon pengacaranya. Sudah sejak pertama kali ia tahu Reno selingkuh ia siapkan semuanya, dan kini saatnya menyelesaikan.

“Joe, aku akan kirim surat yang sudah ditandatangani Reno beserta berkas lainnya. Tolong langsung urus ya. Aku nggak mau ada mediasi atau segala macamnya,” katanya tegas.

“Kamu yakin?” tanya Joe, suaranya terdengar ragu.

“Iya. Soal harta, aku keluar tanpa bawa apa-apa. Kami nggak punya anak, dan aku juga lampirkan bukti perselingkuhannya.”

Joe menghela napas. “Apa kamu nggak sayang? Kamu sudah bertahan selama ini. Coba deh mediasi dulu, biar kamu bisa dapetin hak kamu. Atau sekalian bikin selingkuhannya kapok. Siapa tahu kalian masih bisa rujuk.”

Shanaya mendengus. “Untuk apa? Sekali selingkuh, apa ada jaminan dia nggak ngulang lagi? Mau mediasi kek, mau bikin perempuan itu nyerah kek, emangnya bisa ngejamin dia nggak bakal bawa nama baru nanti?”

Joe terdiam, lalu berkata singkat, “Baiklah. Kalau kamu udah yakin, aku langsung urus.”

Telepon pun ditutup. Shanaya menarik napas panjang. Sudah cukup. Sudah waktunya semua ini berakhir. Kini saatnya ia bangun dari keterpurukan, cari kerja lagi, bantu orang tuanya di kampung, dan mulai hidup dari awal.

Tapi belum sempat ia melangkah lebih jauh, satu notifikasi masuk ke ponselnya. Sebuah pesan dari nomor yang tak asing—Arya.

[Bu Shanaya, ini tagihan perbaikan mobil. Tolong segera dilunasi. Total semua seratus lima puluh juta.]

Shanaya membelalak. “Seratus lima puluh juta?! Dia pikir aku ATM berjalan?”

Kesal, ia langsung menekan tombol panggil. Beberapa detik kemudian, tersambung.

Tanpa basa-basi, Shanaya langsung menyembur, “Anda mau memeras saya? Apa-apaan biayanya segitu?!”

Tapi suara di seberang bukan Arya melainkan Sadewa.

Lelaki itu sempat diam sejenak, lalu terdengar suara dinginnya, sedikit mengejek. “Kalau nggak mampu bayar, nggak usah tinggi hati.”

“Ka... kamu." Shanaya kenal suara dingin itu ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "b-bukan maksudnya gitu… Tapi nilainya tuh tinggi banget. Lagi pula, itu cuma retak sedikit, kan? Nggak bisa ditambal aja?” sahut Shanaya, berusaha negosiasi. Dalam hati, ia mulai panik. Tabungannya cuma 200 juta, dan kalau harus bayar 150 juta, sisa 50 juta jelas nggak cukup buat hidup ke depan, apalagi ia juga butuh dana buat bayar pengacara perceraian.

Sadewa menjawab ketus, “Kamu pikir mobil itu mainan? Udah, cari cara gimana kamu bisa bayar.” Lalu, tanpa basa-basi, telepon langsung diputus.

Shanaya melongo. Dia tahu Sadewa tipe manusia dingin dari kutub, tapi jelas bukan pinguin. Tetap saja, sikapnya barusan bikin darah naik ke ubun-ubun. Apalagi ditutup seenaknya begitu.

“H-Halo? Halo?!” teriak Shanaya, tapi sia-sia.

“Argh! Sial!” gerutunya, melempar ponsel ke sofa. “Kenapa juga aku berharap dia bakal ngasih kelonggaran…” Shanaya mengacak-acak rambutnya kesal sendiri.

Di sisi lain, Arya sempat melirik saat melihat sudut bibir Sadewa sedikit terangkat. Ia heran. Bukankah waktu itu bosnya jelas-jelas mencap Shanaya sebagai perempuan murahan, apalagi setelah melihatnya bersama pria lain? Tapi sekarang… ekspresi Sadewa jelas nggak biasa. Seolah ada sesuatu yang disembunyikan.

"Kenapa kamu lihat-lihat aku begitu?" tanya Sadewa tanpa mengalihkan pandangan.

"Nggak, Pak. Cuma… saya rasa Pak Dewa mulai ada rasa sama Bu Shanaya," jawab Arya jujur tapi hati-hati.

Sadewa langsung menatap datar. "Kamu nggak ada kerjaan? Kalau gitu, bantu tim analisis data. Kasus perusahaan ini belum kelar."

Arya langsung gelagapan. "A-ada, Pak! Banyak malah! Terima kasih!" sahutnya cepat, lalu buru-buru angkat kaki sebelum benar-benar diseret ke tumpukan pekerjaan ekstra.

Namun, belum juga Arya sampai di ambang pintu, suara Sadewa kembali menggema, dingin dan tegas.

"Kalau dia coba negosiasi lagi, kamu tahu harus gimana, kan?"

"Tahu, Pak." Arya menyilangkan tangan di dada. "Jangan kasih celah."

Tanpa banyak basa-basi, Sadewa melempar map hitam ke arah Arya. "Gak guna!"

***

Di ruang kerjanya yang bergaya minimalis dan rapi, Reno tengah sibuk menatap layar laptop ketika Malika masuk tanpa mengetuk. Langkahnya ringan, senyumnya penuh arti.

“Sayang, kamu masih sibuk?” suara Malika lembut menggoda. Ia langsung duduk di pinggiran meja, mendekat tanpa ragu.

Reno mendesah pelan, tak mengalihkan pandangan dari layar. “Malika, aku sibuk.”

Tapi wanita itu tak menggubris. Dengan gerakan pelan, ia menyentuh dagu Reno, lalu mengusap pipinya dengan ujung jari. “Kamu makin tampan aja kalau serius begini.”

Reno akhirnya menoleh, matanya menatap tajam. “Malika, jangan ganggu sekarang.”

“Ah, masa iya kamu lebih cinta angka-angka itu daripada aku?” godanya, kini membelai rambut Reno. “Lagi pula kita jarang punya waktu berdua. Shanaya udah nggak di sini, kan?”

Reno memejamkan mata sejenak, rahangnya mengeras. Nama Shanaya yang disebut itu membuatnya gelisah, tapi ia tetap berusaha tenang.

“Kamu tahu batasannya, kan?” ucap Reno dingin.

Malika malah tertawa kecil. “Tahu dong. Tapi kamu juga tahu, aku nggak suka dibatasi.”

Suasana mulai menghangat, bukan karena romantisme, tapi karena ketegangan yang pelan-pelan menguar di antara mereka.

Reno menarik napas panjang. Matanya tak lepas dari Malika yang masih saja bertingkah genit di hadapannya. Ia berdiri perlahan, memutar tubuhnya menghindar dari sentuhan wanita itu.

“Malika, aku rasa kamu lupa tempat,” ucapnya datar, tapi tajam.

Malika tersenyum tenang, seolah tak terpengaruh nada suara dingin Reno. Ia bangkit dari duduknya, melangkah pelan mendekat, lalu membisikkan sesuatu di telinganya, “Aku nggak lupa tempat, justru aku tahu persis di mana aku seharusnya... di dekat kamu, Reno.”

Reno menatapnya tajam. “Kamu bukan Shanaya.”

Malika mendesah frustrasi, suaranya meninggi. “Shanaya lagi, Shanaya terus! Apa hebatnya dia sih, Ren? Sekarang yang ada di depan kamu itu aku!”

Sekejap mata Reno berubah gelap. Dengan gerakan cepat, ia mencengkeram kedua pipi Malika, menekannya cukup keras hingga wanita itu terperangah.

“Dengar baik-baik,” desis Reno pelan tapi tegas. “Kamu nggak sebanding sama ujung kuku Shanaya. Dan hubungan kita… hanya sebatas saling butuh. Jangan salah paham. Jadi kamu harus tahu kapan maju, kapan mundur. Jangan serakah.”

Malika terpaku, matanya membulat, bibirnya setengah terbuka. Tak ada lagi senyum menggoda, yang tersisa hanya tatapan terkejut dan gengsi yang remuk.

Reno melepaskan cengkeramannya perlahan, lalu melangkah menjauh tanpa menoleh lagi.

“Kalau kamu pintar, kamu nggak akan kembali dengan cara ini lagi,” ucapnya datar, lalu duduk di kursi kerjanya, menyalakan laptop tanpa memberi Malika satu pandang pun.

Diam-diam, Malika menggertakkan gigi, rahangnya mengeras menahan amarah. Meski langkah kakinya menjauh dengan tenang, dalam hatinya api sudah menyala. Kali ini, ia memilih keluar tanpa membantah, tanpa teriakan, tanpa tangisan—tapi bukan berarti menyerah.

Begitu pintu tertutup di belakangnya, sorot matanya berubah dingin. Bibirnya menyunggingkan senyum miring penuh tekad.

"Shanaya... Reno milikku. Kamu harus benar-benar aku singkirkan."

1
css
next 💪💪💪
knp update nya Arsen buk bgt y🫢🫢🫢
Sadewa JD anak tiri 🤔
Hayurapuji: biar cepet tamat dan fokus dimari kak hehehhe
total 1 replies
css
next kakak, tak tunggu karyaMu 💪
Hayurapuji: siap kakak terimakasih
total 1 replies
Nunung Nurhayati
bagus aku suka
Hayurapuji: terimakasih kakak, ditunggu ya updatenya
total 1 replies
Nunung Nurhayati
lanjutkan kakak aku suka novel mu
css
next 💪
Miss haluu🌹
Apa jangan-jangan emg si Reno kampret mandul??🤔
Miss haluu🌹
Suruh aja calon mantu barumu itu, Bue😐
Miss haluu🌹
Reno, lu emg anj!!🔪
Hayurapuji: jangan erosi mak
total 1 replies
Miss haluu🌹
Baru nyadar, Shanaya??😏
Miss haluu🌹
Dih, kocak lu, Ren!😌
Hayurapuji
kalau ada yang kesal sama kelakuan reno, autor mau pinjemin sepatu ini buat nimpuk dia 🤣⛸️
Greenindya
ada yg lebih horor dibanding batu nisan ga🤣🤣🤣
Hayurapuji: hahahah ada kak, batu kuburan
total 1 replies
Miss haluu🌹
Shanaya habis ketemu kulkas lalu ketemu kampret😌
Hayurapuji: kyk gak da tenangnya hidup shanaya
total 1 replies
css
vote ku meluncur kak💪
Hayurapuji: terimakasih kakak, udah nyampai sini
total 1 replies
Miss haluu🌹
Ahaiii langsung gercep nih camer😆
itu jodohmu, Shanaya🤭
Miss haluu🌹
Ngasih kesempatan itu mmg ga salah, Shanaya, tapi.. itu harus ke orang yg tepat! Kalo Reno sama sekali bukan orang yg tepat😟
Miss haluu🌹
Kaget kan, lu, Ren? Dasar suami ga egois, ga guna!
Miss haluu🌹
Reno mau lu apa, sih?? Mau Shanaya atau Malika si kedele item😌
Hayurapuji: dirawat dengan sepenuh hati
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!