NovelToon NovelToon
Antara Takdir Dan Pilihan

Antara Takdir Dan Pilihan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Konflik etika
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: syah_naz

"Tolong maafkan aku waktu itu. Aku nggak tahu bakal kayak gini jadinya," ucap Haifa dengan suara pelan, takut menghadapi tatapan tajam Nathan. Matanya menunduk, tak sanggup menatap wajah pemuda di depannya.

Nathan bersandar dengan tatapan tajam yang menusuk. "Kenapa lo besoknya nggak jenguk gue? Gue sakit, dan lo nggak ada jenguk sama sekali setelah hari itu," ucapnya dingin, membuat Haifa semakin gugup.

Haifa menelan ludah, tangannya meremas ujung pasmina cokelat yang dikenakannya. "Plis maafkan aku... aku waktu itu lagi di luar kota. Aku beneran mau jenguk kamu ke rumah sakit setelah itu, tapi... kamunya udah nggak ada di sana," jawabnya dengan suara gemetar, penuh rasa bersalah.

mau kisah selengkapnya? ayo buruan bacaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

masa pemulihan

Haifa sedang menjalani terapi pemulihan dengan penuh ketekunan, mencari kekuatan untuk bangkit dari luka yang ia alami dan pemulihan daya ingat.

Di sisi lain, Nathan berdiri di kaca balkon apartemennya, memandangi gemerlap lampu kota yang terasa jauh lebih dingin daripada hujan diluar. Ia menggenggam gelas kosong, jemarinya bermain di tepiannya seolah mencari pegangan.

"Sen,,kayak nya gue harus mutusin Cleo deh,.okeyy,ini udah keputusan yang bulat" Nathan memecah keheningan dengan nada pelan, nyaris seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Arsen yang duduk bersandar di kursi, mendadak menegakkan badan. Wajahnya penuh keterkejutan. "Lo serius, Nath? Gila lo, mau putusin Cleo gitu aja? Lo lupa sama Nevano? Mereka nggak bakal tinggal diam, Nath,dan kalo lo ngelakuin itu, persahabatan kita sama nevano bakal hancur."

Nathan mengembuskan napas panjang, matanya tetap fokus menatap jauh ke depan. "hmmmm, tapi gimana lagi Sen? . Gue nggak mau bersandiwara seakan-akan gue masih cinta sama Cleo!."

Nada Nathan terdengar penuh beban, membuat Arsen hanya bisa terdiam sesaat sebelum akhirnya bersuara lagi. "Tunggu... ini soal Haifa, kan?" tanya Arsen dengan tatapan penuh selidik.

Nathan tersenyum kecil, senyum yang penuh arti sekaligus luka. "Mungkin....."

Arsen mendengus, lalu mencondongkan tubuhnya. "Gila lo, Nath. Jadi lo beneran suka sama Haifa? Haifa yang itu? Penghafal Qur'an? Influencer? Keluarga agamis,fanatik? Lo sadar kan siapa dia dan siapa lo?"

Nathan memutar tubuhnya menghadap Arsen, mengangkat alis seolah menantang. "Lo ngomong seakan gue nggak punya hak buat suka!!?,ouhh gue terlalu buruk dan nggak layak gitu?!!"

Arsen menghela napas dalam, mencoba menahan emosinya. "Bro, bukan soal lo buruk atau nggak. Ini soal realita. Lo sama Haifa tuh beda dunia. Lo tahu kan keluarganya bakal liat lo kayak virus?"

Nathan tertawa kecil menyadari kenyataan, meskipun matanya jelas menunjukkan luka yang mendalam. "Iya, gue tahu. Gue sadar banget, Sen. Kalau gue masuk ke dunia mereka, gue bakal jadi orang asing. Tapi gimana, Sen? Gue nggak bisa kontrol perasaan gue."

Arsen menatap Nathan lama, mencoba membaca ekspresi sahabatnya. "Tapi, lo tahu kan sekarang Haifa lagi deket sama Zayn?"

Nathan mengernyitkan dahi, ekspresinya berubah serius. "Maksud lo apa? Haifa sama Zayn?"

Arsen terkekeh pelan, mencoba meredakan ketegangan. "Jangan ngegas dulu, bro. Kedua orang tua mereka itu sahabatan sejak kuliah, dan mereka katanya temenan dari kecil. Bahkan netizen udah gosipin mereka cocok banget."

Nathan terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada rendah, "Zayn nggak pernah cerita soal ini ke gue."

"Ya iyalah, lo juga nggak pernah nanya," jawab Arsen sambil menyeruput minumannya. "Tapi kalau gue boleh jujur, lo itu aneh banget, Nath. Seorang Nathan, playboy yang terkenal, tiba-tiba mau ngejomblo gara-gara perasaan absurd kayak gini."

Nathan tertawa hambar, matanya tetap menatap kota di bawah sana. "Emangnya...ada yang salah kalau gue mau nge jomblo, Sen?"

"Yaa salah banget!" jawab Arsen sambil tertawa keras, suaranya memantul di balkon. "Lo kesambet apaan sih, Nath? Lo pikir ini kayak film romantis? Realita nggak seindah itu, bro."

Nathan tersenyum kecil, tapi senyumnya kali ini lebih seperti topeng. "Gue nggak peduli, Sen. Gue cuma butuh waktu sendiri.,nggak ada pacar pacar an"

Arsen menggeleng pelan, tatapannya penuh simpati. "Lo yakin ini jalan yang lo pilih? Soalnya, kalau lo mutusin Cleo, lo nggak cuma lawan perasaan lo sendiri, tapi juga Nevano dan semua konsekuensinya."

Nathan menghela napas panjang, membuang pandangannya ke riuh kota yang semakin terasa sunyi. "Hmmmm,gue udah ambil keputusan... masalah gimana kedepan nya?! biar lah waktu yg jawab. "

Arsen hanya bisa diam, membiarkan Nathan tenggelam dalam pikirannya sendiri, terperangkap antara cinta yang mustahil dan kenyataan yang menyakitkan.

......................

Haifa baru saja selesai menjalani terapi intensif. Meski masih sedikit linglung, ia sudah diperbolehkan pulang ke rumah oleh dokter. Dalam perjalanan, ia duduk di samping Ummi Shofiah, menatap keluar jendela mobil sambil mencoba mengingat sesuatu yang terasa kabur di benaknya.

Sesampainya di rumah, Haifa menatap Gus Zayn dengan kebingungan. "Ummi, siapa dia, Mi?" tanyanya dengan suara lemah, namun penuh rasa ingin tahu.

Ummi Shofiah tampak sedikit gugup, namun ia mencoba tersenyum menenangkan. "Dia... teman masa kecilmu, Zayn."

"Zayn," gumam Haifa, mengulang nama itu sambil mengangguk pelan. Meskipun ia tak sepenuhnya ingat, nama itu terasa familiar.

Setelah memastikan Haifa beristirahat di kamarnya, Gus Zayn menghampiri Ummi Shofiah. "Ummi, Zayn keluar sebentar, ya. Mau cari udara segar," ucapnya sopan.

"Oh, iya, Nak. Kamu pasti lelah menjaga Haifa. Silakan, istirahat sejenak," jawab Ummi Shofiah dengan senyum lembut.

"Terima kasih, Ummi. Zayn pamit dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Nak," balas Ummi Shofiah.

Pertemuan dengan Nathan

Gus Zayn mengendarai mobilnya dengan pikiran bercabang. Ia menarik napas panjang saat mobilnya berhenti di depan apartemen mewah Nathan. "Ini bisa kacau," gumamnya. Setelah menenangkan diri, ia mengetuk pintu.

Tok tok tok...

"Siapa di luar?" terdengar suara Nathan, dingin dan tegas.

"Zayn," jawab Gus Zayn singkat.

Nathan membuka pintu, menatapnya tanpa ekspresi. "Ngapain lo datang ke sini?" tanyanya datar.

Gus Zayn menarik napas lagi, mencoba menyusun kata-kata. "Aku... kemarin kebawa suasana. Maaf," ucapnya akhirnya.

"Hm." Nathan menatapnya sejenak, lalu mempersilakan masuk dengan gerakan tangan cuek.

Begitu mereka duduk, Nathan langsung bicara. "Berita lo nemenin Haifa di kamar rumah sakit udah tersebar di media sosial," ujarnya tajam.

Gus Zayn memejamkan mata sejenak, merasakan beban itu semakin berat. "Aku nggak tahu lagi harus ngapain soal netizen," ucapnya jujur.

Nathan mengangkat bahu. "Tinggal klarifikasi aja. Apa susahnya?"

"Kalau cuma aku, mungkin gampang. Tapi Haifa? Dia belum siap bertemu dunia luar, apalagi menghadapi netizen," ujar Gus Zayn, suaranya penuh kecemasan.

Nathan menatapnya serius. "Jadi, gimana Haifa sekarang? Apa kata dokter? Lo nggak pernah ngabarin gue apa-apa soal dia."

Gus Zayn menghela napas. "Aku sibuk, Nath. Maaf. Eh, tapi tunggu, kok lo tiba-tiba peduli banget sama Haifa? Jangan-jangan lo yang suka?" tanyanya dengan nada bercanda, meski matanya penuh rasa ingin tahu.

Nathan tertawa kecil, tapi ada kegetiran dalam tawanya. "Lo penasaran? Cari tahu sendiri jawabannya."

"Dasar," balas Gus Zayn sambil mendorong pundak Nathan dengan tawa kecil, meski hatinya tetap penuh tanda tanya.

Namun, suasana kembali serius saat Nathan bertanya lagi. "Lo beneran dijodohin sama Haifa?"

"Nggak," jawab Gus Zayn cepat. Ia tersenyum pahit. "Ummi gue udah nyiapin calon lain. Jadi bukan Haifa."

Nathan menatapnya lama, seolah mencari kebenaran di balik kata-kata itu. "Tapi lo suka, kan, sama Haifa?" tanyanya langsung.

Gus Zayn terdiam, detik-detik berlalu tanpa jawaban. Akhirnya, ia tertawa kecil, berusaha menyembunyikan rasa yang sesungguhnya. "Haifa itu cuma teman kecil gue, Nath. Nggak lebih."

Nathan mengangguk pelan, meski dalam hatinya ia tahu Zayn sedang membohongi dirinya sendiri. "Oke. Kalau cuma teman, kenapa lo kelihatan lebih peduli dari biasanya?" godanya, meski ada rasa cemburu yang ia sembunyikan.

Gus Zayn hanya menggeleng sambil tersenyum kecil, namun dalam hatinya, ia tahu perasaannya terhadap Haifa lebih dalam dari sekadar teman masa kecil.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!