Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.
Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Professor Calista Emberthorn
Hiroshi terbangun dengan sedikit terkejut. Ia mendapati dirinya masih duduk di kursi, rasa lelah masih membebani tubuhnya. Mengusap wajahnya yang masih terlihat lelah, ia menyadari ruangan penginapan itu sunyi.
"Di mana penyihir itu?" gumamnya pelan.
Di atas meja, sebuah surat terletak rapi, seolah-olah ditinggalkan untuknya. Namun, saat ia mendekat dan mencoba membacanya, huruf-huruf di surat itu tampak kabur dan tidak dapat dimengerti olehnya. Tiba-tiba, tanpa peringatan, surat itu berbicara.
"Hei, Hiroshi! Aku pergi membeli buah-buahan sebentar. Nanti aku akan kembali! Pastikan kamu mandi, ya!"
Hiroshi melompat kaget.
"Apa!! Surat bisa berbicara!?"
pikirnya, terheran-heran. Ia menggelengkan kepala, merasa bingung dengan keadaan aneh ini. Setelah meraih kembali ketenangan, ia teringat bahwa ia perlu mandi setelah seharian berjuang dan bertempur.
"Di mana kamar mandinya?"
tanya Hiroshi, berkeliling ruangan untuk mencari petunjuk. Tanpa petunjuk, ia merasa bingung dan bertanya kepada resepsionis yang ada di luar. Resepsionis itu menunjukkan arah dengan jari, dan Hiroshi segera bergegas menuju kamar mandi.
Ketika ia membuka pintu ke tempat pemandian, Hiroshi tertegun. Ruangan itu dihiasi dengan mosaik batu berwarna-warni dan dipenuhi dengan uap hangat yang lembut.
Dindingnya dipenuhi tanaman merambat yang berbunga, memberikan kesan magis dan alami. Di tengah ruangan, terdapat kolam besar dengan air jernih yang berkilau, dikelilingi oleh lilin-lilin yang menyala, memberikan cahaya hangat di sekelilingnya.
Ia melangkah masuk, merasakan air hangat yang menyentuh kulitnya. Seakan lelah dan ketegangan yang selama ini ia rasakan menghilang, ia mulai membersihkan dirinya.
Setelah mandi, Hiroshi merasa sedikit lebih segar, meskipun penampilannya masih jauh dari kata baik. Saat ia keluar dari kamar mandi, penyihir itu muncul kembali dengan keranjang buah-buahan berwarna-warni.
"Hei, aku kembali!" ucapnya ceria, matanya berbinar saat melihat Hiroshi.
"Aku membawakanmu buah-buahan segar! Ini sangat lezat!"
Hiroshi, yang sedikit tersipu melihat wanita penyihir itu, tidak bisa mengalihkan pandangannya. Penyihir itu mengenakan gaun panjang berwarna putih, dipadukan dengan jubah hitam yang melambai lembut saat ia bergerak.
Riasan wajahnya menambah kesan cantik dan misterius, seolah-olah dia baru saja keluar dari sebuah buku dongeng.
"Terima kasih," jawab Hiroshi, berusaha menahan rasa malu yang menghangat di pipinya. "Buah-buahan itu terlihat sangat menggoda."
"Mari kita makan bersama," ajak penyihir itu sambil tersenyum, duduk di tepi tempat tidur dan mengeluarkan buah-buahan dari keranjang. Mereka mulai mengobrol sambil menikmati makanan yang dibawa.
Hiroshi merasa canggung namun juga senang berada di dekatnya.
____
Hiroshi duduk di tepi tempat tidur, merasa canggung di hadapan penyihir yang baru dikenalnya. Setelah menikmati buah-buahan segar yang dibawanya, suasana terasa lebih akrab, meskipun kegugupan masih menggelayuti pikiran Hiroshi. Wanita di depannya begitu cantik dengan rambut hitam panjang dan mata tajam yang seolah dapat melihat langsung ke dalam jiwanya. Kacamata bulat di hidungnya menambah kesan cerdas dan misterius.
“Jadi, Hiroshi,” penyihir itu memulai, suaranya lembut namun tegas. “Apa tujuanmu datang ke sini?”
Hiroshi menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan pikirannya. “Aku ditugaskan oleh Kira, seorang kesatria di kerajaanku. Misinya adalah menyelamatkan seorang bangsawan yang diculik,” ucapnya, suaranya terdengar lebih yakin meskipun ada rasa gugup yang menyelimuti. “Aku tidak tahu namanya, tetapi aku harus membawanya pulang.”
Penyihir itu mengangguk, menunjukkan perhatian yang mendalam. “Bangsawan yang diculik? Itu sangat berbahaya. Kira pasti memercayaimu dengan misi ini. Apakah kamu tahu apa yang terjadi?”
Hiroshi menggelengkan kepala, merasa berat untuk menjelaskan. “Tidak banyak yang aku ketahui. Kira hanya memberitahuku bahwa bangsawan itu penting bagi kerajaan, dan bahwa ada organisasi yang sering menculik tokoh-tokoh penting untuk menciptakan kekacauan.”
Penyihir itu tampak serius. “Organisasi itu terkenal licik. Mereka sering bersembunyi di balik bayang-bayang, dan pasti memiliki rencana yang lebih besar.” Dia merenung sejenak sebelum melanjutkan, “Apa kamu sudah punya rencana untuk menemukannya?”
Hiroshi merasa tantangan ini lebih besar daripada yang dia bayangkan. “Aku tidak punya rencana yang jelas. Kira hanya menyuruhku untuk menyelamatkan bangsawan itu dan membawanya kembali. Itu saja.”
“Mungkin kita bisa mencari tahu lebih banyak tentang organisasi itu dan keberadaan bangsawan tersebut,” kata penyihir itu, seolah-olah sedang merumuskan strategi.
____
“Baiklah, Hiroshi. Ikuti aku,” ujar penyihir itu dengan semangat. “Aku akan menunjukkan tempat kerjaku di akademi ini.”
Hiroshi mengangguk, meski rasa bingungnya semakin mendalam. “Kerja? Apa sebenarnya pekerjaanmu di sini?” tanyanya sambil mengikuti langkah cepat Calista.
Ruangan akademi itu terasa sangat besar dan megah, dengan dinding yang dihiasi lukisan-lukisan indah dan patung-patung yang berdiri anggun di sudut-sudutnya.
“Oh, kamu akan segera tahu!” jawabnya sambil tersenyum. “Sementara itu, kita akan bertemu beberapa muridku.”
Mereka memasuki aula utama yang dipenuhi dengan pelajar yang berkumpul, berdiskusi, dan belajar. Hiroshi terkesima melihat para bangsawan muda, masing-masing mengenakan pakaian formal yang berbeda,
menunjukkan status dan kekayaan mereka. Suasana akademi terasa hidup, tetapi Hiroshi tidak bisa menahan rasa gelisah di dalam hatinya.
Saat mereka berjalan, Calista mendapatkan sambutan hangat dari murid-muridnya.
“Selamat pagi, Profesor Emberthorn!” sapa seorang gadis muda dengan antusias, wajahnya bersinar saat melihat Calista.
“Selamat pagi! Selamat belajar!” jawab Calista dengan penuh keceriaan.
Hiroshi mencermati interaksi ini dengan rasa ingin tahu, semakin menyadari bahwa Calista bukan hanya seorang penyihir, tetapi juga sosok yang dihormati di kalangan pelajarnya.
Setelah beberapa langkah lagi, Calista berhenti dan berbalik menghadap Hiroshi.
“Aku belum memperkenalkan diriku, kan? Namaku Professor Calista Emberthorn. Aku mengajar sihir di kelas akademik bangsawan. Saat ini, aku sedang berlibur, tetapi aku ingin memastikan murid-muridku tetap belajar dengan baik.”
“Professor?” Hiroshi mengulangi, mencoba membiasakan diri dengan gelar yang tampaknya sangat penting di tempat ini.
“Ya! Sebagai profesor, aku bertanggung jawab untuk mengajarkan berbagai jenis sihir kepada mereka. Sihir adalah hal yang sangat dihargai di kerajaan ini,” jelas Calista. “Dan sekarang, aku butuh bantuanmu untuk mengawasi mereka selama liburan ini.”
“Jadi… aku harus melakukan apa?” Hiroshi bertanya dengan ragu. Dia merasa terjebak dalam situasi yang lebih rumit dari yang dia duga.
“Bantu aku menjaga agar semuanya berjalan lancar. Sekaligus, kita bisa mencari informasi tentang bangsawan yang kamu cari. Mereka mungkin tahu sesuatu,” kata Calista, matanya berkilau penuh harapan.
Mendengar itu, Hiroshi mengangguk, merasa sedikit lebih tenang. “Baiklah, aku akan membantumu.”
Setelah itu, mereka berdua mulai berjalan menyusuri koridor akademi, Calista berbicara tentang berbagai pelajaran yang dia ajarkan dan murid-muridnya yang luar biasa. Hiroshi mendengarkan dengan seksama, meskipun pikirannya masih terfokus pada misinya.
Di sepanjang jalan, setiap kali mereka melewati sekelompok siswa, mereka menyapa Calista dengan hormat.
“Selamat pagi, Profesor!” teriak mereka dengan gembira, membuat Hiroshi tertegun. Sungguh menakjubkan bagaimana seorang penyihir yang tampaknya begitu muda bisa mendapatkan penghormatan sedemikian rupa.
“Ini adalah dunia yang berbeda dari yang kamu kenal, Hiroshi,” kata Calista, seakan bisa membaca pikiran Hiroshi.
“Di sini, sihir dan pengetahuan adalah kunci untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh.”
Hiroshi mengangguk, merasakan tanggung jawab yang mengalir dalam dirinya. Misinya kini bukan hanya sekadar menyelamatkan bangsawan, tetapi juga menjadi bagian dari dunia ini, meski dia masih merasa seperti seorang luar.
Saat mereka melanjutkan perjalanan, Hiroshi tahu bahwa tantangan yang lebih besar menanti di depan. Mencari tahu lebih banyak tentang situasi bangsawan yang hilang, sambil beradaptasi dengan dunia baru ini, akan menjadi ujian bagi dirinya.
...(design model calista)...