“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Lima
“Rin, bangun gih, lihat ini!”
Raka membangunkan Arini yang tertidur di pangkuannya. Mereka sedang duduk di depan danau buatan, tempat yang dulu sering mereka kunjungi saat masih SMP. Tempat kesukaan mereka saat dulu. Arini mengajak Raka untuk ke sana.
“Apa sih, Ka? Baru merem sudah dibangunin?”
“Ini penting sayang? Lihat ini!”
Arini meraih ponsel Raka. Dia melihat kabar berita di story salah satu karyawan di kantor Raka. Video itu menampakkan dua orang sedang bertengkar hebat di area parkir kantor. Entah siapa yang memvideo Raka tidak tahu. Di grup yang Raka ikuti pun ada video itu, tidak hanya satu orang yang mengirim, banyak yang mengirim, dan mengunggah di story nya.
Arini hanya tersenyum, lalu meraih dagu Raka. Ia kecup bibir Raka dengan lembut.
“Kamu kesambet?” ucap Raka dengan memegangi dahi Arini.
“Kesambet bibirmu yang manis, aku suka,” jawab Arini menggoda.
“Ini di tempat umum, Arini,” ucap Raka.
“Gak apa-apa, aku sedang senang, akhirnya mereka ketahuan juga tanpa aku atau kamu yang membongkarnya. Tuhan memang adil, ya?”
“Ya biar saja, tapi aku pusing, biarkan biar rame dan viral, atau aku hentikan, soalnya ini kan menyangkut kantor?”
“Tegasi saja, biar gak gaduh, kantormu nanti yang kena. Selsaikan sana, kasih pengertian mereka. Pura-pura saja kamu gak tahu masalah mereka selingkuh,” ucap Arini.
“Itu masalah gampang, sekarang aku ingin dicium lagi boleh?”
“Raka ....”
“Iya, Arini, aku suka ciumanmu,” ucap Raka dengan mengusap bibir Amara dengan menggunakan ibu jarinya.
Arini langsung mencium bibir Raka tanpa ragu, pagutan mereka semakin dalam hingga pasokan oksigen mereka berkurang.
“Sudah yuk? Aku harus ke kantor, kantor lagi rame nih, aku harus menyelesaikan ini,” ucap Raka.
“Ya sudah, selesaikan dengan baik, gak usah bawa-bawa aku ya, Ka?”
“Enggak lah, masa bawa-bawa kamu?”
Sebetulnya Arini ingin ikut, tapi nanti malah menimbulkan masalah lagi. Karena, Raka pura-pura tidak tahu masalah Arini dan Heru. Raka selama ini masih diam di depan Heru, pura-pura tidak tahu, soal perempuan yang dihamil oleh Heru.
Raka sampai di kantornya, suasana kantor masih terdengar gaduh, banyak sekali yang membicarakan Heru dan Nuri, bahkan Raka sudah menyuruh bagian personalia untuk memanggil mereka, menginterogasi mereka, apa yang sebernarnya terjadi, dan benar atau tidak saat ini Nuri sedang hamil dan dia hamil anak dari Heru.
Raka melihat karyawannya satu persatu, sebelum Raka datang, mereka tengah ribut dengan video yang sedang viral di kantornya. Namun, saat tahu Raka datang, mereka semua bungkam.
“Untuk kalian semua! Siapa yang sudah mengambil video itu, dan menyebarluaskannya?!” tanya Raka dengan suara lantang, namun tidak ada satu pun karyawan yang menjawabnya.
“Kalian tidak mau mengaku? Baiklah, saya tunggu itikad baik kalian, bagi yang merasa melakukan pengambilan dan penyebaran video itu, silakan datangi saya satu jam lagi di ruangan saya! Kalau di antara kalian tidak ada yang mau mengaku, saya akan cari tahu sendiri siapa yang melakukannya, dan saya akan pecat tanpa pesangon!” tegas Raka, lalu dia langsung masuk ke ruangan personalia, untuk menyelesaikan urusan Heru dan Nuri.
Heru masih duduk di hadapan seorang laki-laki, dia yang bertugas di bagian personalia. Heru baru saja menjelaskan semuanya, begitu pun Nuri, dia menjelaskan, memang benar adanya, kalau dirinya tengah hamil anak dari Heru. Heru juga menjelaskan kalau dirinya baru sah berpisah dengan Arini. Hampir semua orang tahu Arini itu siapa, apalagi dia adalah sahabat Raka dan juga mendiang istri Raka, jadi orang kantor mana yang tidak tahu Arini, sedang Arini saja sering ke kantor, entah untuk antar makan siang Heru, atau hanya sekadar untuk menemui Raka.
Raka masuk ke dalam ruangan. Dia masih melihat Heru dan Nuri yang sedang duduk dengan menundukkan kepalanya di dahapan bagian Personalia.
“Aji, kamu boleh lanjutkan pekerjaan kamu, biar mereka saya yang urus. Atau kamu urus saja, siapa orang yang sudah membuat gaduh dengan memosting video yang tidak sepantasnya di pertontonkan ke publik, cari orangnya, dan suruh menghadap saya satu jam lagi!” perintah Raka.
“Loh bukannya ini Video yang memang harus di perlihatkan, Pak? Akhirnya semua tahu kan, siapa perempuan yang Mbak Arini rahasiakan itu? Dan ternyata dia?” ucap Aji dengan menunjuk ke arah Nuri.
“Tetap saja itu perbuatan tidak baik, dan melanggar undang-undang! Cari saja suruh menghadap saya!”
“Ba—baik, Pak!”
Raka memang terkenal pemimpin yang tegas, dan tidak pandang bulu. Jika ada yang salah, Raka tak segan-segan memberikan hukuman mereka. Ia dengan gaya sok coolnya duduk di hadapan Heru.
“Jadi kamu ceraikan Arini karena perempuan ini?” tanya Raka.
“Iya, Pak. Saya memang selingkuh dengan dia, tapi saya sedikit pun tak pernah memakai uang perusahaan untuk hal pribadi saya, Pak. Saya mohon jangan pecat saya karena masalah ini, saya masih membutuhkan pekerjaan,” ucap Heru di depan Raka dengan menunduk penuh permohonan.
“Untuk masalah pekerjaan, saya akui kamu itu kerjanya bagus, teliti, dan jujur! Yang disayangkan dan bikin aku kecewa, kurang apa Arini, Her? Dia perempuan sangat baik, kenapa kamu setega itu padanya!”
“Saya khilaf, Pak.”
“Khilafnya sampai bikin bunting anak orang ya!”
Raka menatap tajam Nuri, dia sebetulnya ingin memukul Heru, gemas sekali ingin memberikan bogem mentah padanya. Akan tetapi Raka memilih diam saja, meski tangannya gatal. Ini masalah pribadi, masalah rumah tangga, jadi Raka tidak mau mencampur adukkan masalah mereka dengan pekerjaan. Toh selama ini tidak ada bukti Heru melakukan kesalahan di kantornya. Dia pekerja yang amanah, itu semua karena Heru akan membuktikan pada papanya, kalau dia juga pantas bekerja di perusahaan papanya, mengurus perusahaan papannya.
“Kamu Nuri! Saya mohon maaf sebesar-besarnya, saya harus memecat kamu, karena tidak mungkin saya mempertahankan karyawan saya yang sudah mencoreng nama baik perusahaan, dengan hamil di luar nikah, menjadi wanita simpanan pula. Dengan berat kami sampaikan, per hari ini kamu saya pecat. Dan untuk Raka, kamu masih bekerja di kantor saya, tapi bukan di sini, saya akan tempatkan kamu di kantor cabang! Dengan posisi yang masih sama! Kamu masih bisa bekerja, supaya kamu bisa menafkahi keluarga barumu nanti,” jelas Raka.
Raka memberikan Nuri dan Heru sebuah surat perajanjian pada mereka. Mereka mau tidak mau harus menandatanganinya, karena memang semua itu kesalahannya.
“Oh ya, urus segera pernikahan kalian! Anak di dalam kandungan Nuri butuh bapaknya, Her!”
“Iya, kami akan segera menikah,” jawab Heru.
“Nuri, silakan kamu keluar, saya akan bicara empat mata dengan Heru!” perintah Raka pada Nuri. Nuri menganggukkan kepalanya, lalu keluar dari ruangan.
Tinggal Heru yang ada di ruangan. Raka menatap tajam pada Heru. Ia akan mulai dramanya, drama tidak tahu menahu soal hubungn gelap Heru dan Nuri. Padahal dia mungkin orang pertama yang tahu Heru dan Nuri selingkuh, karena dia memergoki Heru dan Nuri sedang bermesraan di ruangan mereka setelah lembur, lalu mengikuti Heru mengantar Nuri ke apartemennya, dan mereka berciuman cukup lama di sana.
“Kau kejam, Her! Ternyata kamu setega itu mengkhianati Arini, kamu sakiti perempuan yang sangat baik seperti Arini!” ucap Raka dengan mengepalkan tangannya, dan menatap tajam Heru.