London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 16
Di tengah perasaan yang kian membuncah, Orion terus menunggu sepatah kata yang mungkin keluar dari bibir Tara, bibir yang sejak tadi mengatup rapat.
Sampai akhirnya, detik berlalu, menit berlalu. Namun, tak ada ucapan atau sekadar bisikan yang yang terlontar dari bibir Tara. Dia begitu betah dalam diamnya, seakan-akan raib semua ejaan dalam pikirannya.
"Sunny."
Mendengar suara Orion kembali mengalun, Tara tersadar dari keterkejutannya. Namun, bukannya terus menjawab dan berucap panjang, Tara hanya menepis tangan Orion yang sejak tadi masih menggenggamnya.
Tentu saja hal itu membuat Orion terkejut. Seakan tidak rela mendapat sinyal penolakan, Orion kembali berusaha menggenggam tangan Tara. Akan tetapi, wanita itu melangkah mundur, menghindari jangkauan Orion.
"Sunny ...."
"Maaf, aku sudah tunangan dan sebentar lagi kami menikah. Tolong jangan membuat tunanganku salah paham," jawab Tara sembari mengangkat tangan kirinya, menunjukkan cincin permata yang melingkar di jari manisnya.
Kini, ganti Orion yang terdiam. Usai menatap sekilas jari manis Tara yang memang terdapat cincin, dunia Orion seakan runtuh saat itu juga. Bertahun-tahun ia menunggu, bertahun-tahun ia mencari, nyatanya ... wanita pujaannya sudah digenggam orang. Saking kalutnya dengan kenyataan itu, Orion sampai tidak sadar bahwa cincin yang dikenakan Tara pernah ia lihat di story Olliver tempo hari.
Lantas tanpa berkata apa-apa lagi, Tara langsung pergi meninggalkan Orion.
Orion tak sempat lagi mengejar karena Tara bergegas masuk mobil. Akan tetapi, Orion berhasil menghafal plat nomor mobil itu. Dari sana pula Orion bisa menarik kesimpulan bahwa Sunny-nya adalah orang Surabaya.
"Pantas saja aku nggak menemukanmu di Jakarta, Sunny," batin Orion dalam kesendiriannya.
Sementara itu, Tara melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, seakan-akan takut kalau nanti Orion kembali mengejarnya.
Sepanjang perjalanan, Tara merutuki diri sendiri, mengapa tadi bersikeras membeli keperluan seorang diri. Padahal, ada banyak pelayan di rumah, pun ada saudara yang datang membantu menyiapkan acara nanti malam. Bahkan, kakak ipar Raina—Anne, tadi menawarkan diri untuk membelikannya. Namun, Tara keras kepala dan ngotot berangkat sendiri.
Sesampainya di rumah, Tara tak langsung keluar dari mobil. Ia lebih dulu diam sambil memegang kemudi erat-erat. Pikirannya kacau, sangat kacau. Dia teringat kembali dengan cerita Olliver tempo hari, yang katanya Orion mencintai wanita yang pernah ditemuinya sekilas. Jangan-jangan ... wanita yang dimaksud itu adalah dirinya? Mengingat tatapan Orion tadi, ahh ... sama persis seperti tatapan Olliver—tatapan yang menyiratkan cinta.
Anehnya, detak jantung Tara terus berpacu setiap kali mengingat tatapan tadi. Sebuah hal yang tak ia rasakan ketika bersama Olliver. Ada apa gerangan?
"Kenapa laki-laki itu harus Orion? Kenapa bukan orang lain?" batin Tara sambil berulang kali mengembuskan napas panjang.
Rumit. Benar-benar rumit. Bagaimana bisa dia terjebak di antara saudara kembar. Ahh!
Saat ini, untuk positive thinking sedikit sulit. Selain tatapan tadi, Tara juga ingat dengan kucing Orion yang katanya bernama Stivo. Nama yang sama persis dengan kucing miliknya dulu. Mungkinkah itu hanya kebetulan?
Tara makin pusing saat memikirkan itu semua. Alih-alih cepat turun dan masuk rumah, dia malah menelungkupkan kepalanya di kemudi. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri, termasuk menenangkan detak jantung yang makin lama makin tak keruan.
Di tempat yang berbeda, tepatnya di Deluxe Hotel, tempat Olliver dan keluarganya beristirahat saat ini, Orion datang dengan tampang kusutnya. Langkah sangat cepat, sedangkan kilatan mata seakan-akan siap membunuh orang. Mereka yang tak kenal, lebih memilih menghindar dan enggan bertatapan. Namun, lain halnya dengan Olliver. Dia justru merasa lucu melihat raut muka Orion saat itu.
"Kusut banget tuh muka, nemu apa di luar?" celetuk Olliver.
Orion melirik sekilas, lantas duduk dengan kasar di samping Olliver.
"Heh, ngambek nggak jelas. Kenapa?" Olliver menilik wajah Orion sambil mengernyit, seperti menyiratkan ketidaksabaran akan penjelasan.
"Aku tadi ketemu Sunny," ucap Orion setelah beberapa saat terdiam. Dia bicara dengan tatapan lurus ke depan, sedikit pun tidak melihat ke arah Olliver.
Namun, hal itu sudah cukup untuk membuat Olliver menanggapi dengan antusias. "Serius? Terus gimana? Udah tahu namanya? Alamatnya?"
Orion mengembuskan napas panjang. "Dia udah punya tunangan, katanya hampir nikah."
"Hah?"
Orion diam lagi.
"Tapi ... baru tunangan, kan? Masih milik orang tua itu, bisa lah kamu perjuangkan."
Mendengar ucapan Olliver, Orion menoleh seketika, seraya melayangkan tatapan penuh arti.
"Kalau kamu beneran cinta dan dianya juga ada tanda-tanda welcome ke kamu, nggak ada salahnya dikejar. Mumpung dia belum resmi nikah sama tunangannya. Meski tipis, tapi setidaknya kamu masih ada harapan," lanjut Olliver.
"Tapi ...." Orion agak ragu.
"Kamu cinta, kan?"
Orion mengangguk.
"Ingin memiliki Sunny, kan?"
Orion mengangguk lagi.
"Ya udah, kejar! Kalau bisa yang sat-set sat-set, siapa tahu nanti kita nikahnya bisa barengan. Kan seru," kata Olliver sembari tertawa.
Di sampingnya, Orion kembali mengembuskan napas panjang. Lantas berucap, "Tapi, aku belum tahu nama dan alamatnya. Cuma nomor mobilnya yang kuhafal. Area Surabaya sini."
"Nah, kan, udah ada petunjuk. Tinggal maju aja itu."
Orion tak menjawab, sekadar menatap Olliver sekilas.
Lalu Olliver berdecak. Kemudian, memegang bahu Orion dan menepuknya dengan pelan.
"Udah, jangan banyak mikir. Kalau cinta ya kejar, mumpung dia belum jadi istri orang. Kalau kamu kebanyakan diam, jangan ngeluh kalau pas ketemu lagi dia udah beneran nikah," ucap Olliver. "Tapi ... untuk sekarang lupakan dulu itu. Mending kamu siap-siap untuk acaraku nanti. Soal Sunny, kita pikirkan lagi kalau lamaranku udah kelar."
Bersambung...
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.
lanjut thor 🙏