Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tante Mom
Cuaca sedang mendung ketika mobil mahal yang membawa Lisa, berhenti di halaman rumah besar bergaya modern, di kawasan elit Surabaya.
Lisa memperbaiki anak rambut yang kurang rapi, mengepaskan pakaian, memastikan dirinya masih wangi, mencangklong tas kerja, baru keluar dari mobil dengan setumpuk berkas di tangan.
Seorang asisten rumah tangga menyambut Lisa, dan langsung mengantarkan ke ruang kerja David. “Silahkan, Non! Bapak ada di dalam.”
Bau minyak kayu putih tercium samar dari ambang pintu, bercampur dengan aroma teh melati yang masih hangat di udara. Lisa agak ragu untuk langsung masuk, jadi ia mengetuk pintu yang posisinya sudah terbuka itu.
“Siang, Pak!”
“Masuk, Lisa!”
“Baik, Pak!”
Di dalam ruang kerja yang cukup luas itu, Lisa melihat David duduk menyandarkan punggung di sofa, dengan ekspresi tersiksa.
Selimut tipis menutupi bagian paha, sementara baju hangat membungkus tubuh bagian atas bosnya. Di atas meja, tumpukan dokumen dan map berbeda warna agak berserakan.
Wajah David layu, tapi sorot matanya tetap tajam saat melihat Lisa datang.
“Bapak pucat!” kata Lisa dengan gaya manis dan perhatian. Tak lupa ia mengulas senyum ala sekretaris, ramah tapi profesional.
“Thanks sudah mau datang. Sorry aku lupa ngabarin kamu kalau aku nggak bisa ke kantor. Kurang enak badan dari semalam, bangun kesiangan juga!” ucap David pelan, serak, tapi bernada tenang.
“Masuk angin ya, Pak?”
“Kayaknya iya. Sayangnya, aku nggak bisa benar-benar istirahat atau libur dalam situasi begini. Beberapa pekerjaan harus selesai hari ini, jadi aku butuh banyak bantuan kamu, Lisa.”
“Tentu saja! Udah jadi tugas sekretaris untuk membantu bosnya!” Lisa mengangguk sambil nyengir. Ia mengambil duduk di sofa seberang David dan mulai membongkar tas kerjanya.
Semua dokumen penting yang menjadi prioritas diletakkan di atas meja lebih dulu, disusul dengan beberapa lembar giro yang harus segera ditandatangani David.
“Mau aku bantu bacakan dan tandai mana yang harus dicek dan ditandatangani langsung, Pak? Biar cepet selesai dan bapak bisa segera istirahat,” tawar Lisa dengan suara lembut.
David langsung menyetujui tanpa berpikir. Matanya lelah, otaknya lelah, tubuhnya juga lelah, jadi segala jenis bantuan dari Lisa sangat dibutuhkan agar semua pekerjaan cepat selesai.
Detik berikutnya, mereka sudah mulai bekerja. Lisa dengan sigap dan cepat menjelaskan dan menunjukkan bagian mana saja yang perlu dicek dan ditandatangani David.
Sesekali terdengar suara batuk David di antara suara Lisa dan gemerisik kertas. Namun, tidak ada hambatan berarti. Satu setengah jam berlalu begitu saja, dan semua dokumen penting sudah bisa dibawa kembali ke kantor.
Lisa membereskan semua berkas yang ada di atas meja, memasukkan kembali ke dalam map dan bersiap undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya di kantor.
“Biar sopir yang nganter berkas itu ke kantor. Kalau ada pekerjaan kamu yang belum selesai, kerjakan di sini saja nanti. Lagian ini udah masuk jam istirahat, kamu temani aku makan siang dulu ya?”
Lisa terdiam untuk beberapa detik. “Makan siang di sini, Pak?”
“Aku males kalau harus makan sendiri, apalagi kalau sakit begini. Ayo kita makan sama Diandra, dia pasti udah nungguin dari tadi.” David melihat jam digital yang menunjukkan pukul dua belas lewat dua puluh.
Benar saja, gadis kecil yang baru dibicarakan muncul di depan pintu ruang kerja David. “Daddy, apa kerjanya sudah selesai? Aku lapar.”
David memberi isyarat pada Lisa saat asisten rumah tangga datang untuk mengambil berkas yang akan dibawa sopir ke kantor.
“Ini tante Lisa, kan? Calon mommy aku?” tanya Diandra polos.
Lisa tertawa. “Iya ini Tante Lisa, Diandra udah lupa, ya?”
Diandra menatap ke arah David sebentar, lalu mendekati Lisa dan menggandeng tangannya tanpa rasa canggung. “Ayo kita makan di belakang sambil lihat ikan sama kelinci!”
Obrolan mengalir ringan selama makan siang di bagian belakang rumah yang berhadapan dengan taman bunga. Ada dua kelinci peliharaan Diandra di sana, dan kolam mas koki yang mengeluarkan suara gemericik dari air terjun buatan.
Diandra aktif bercerita tentang binatang peliharaannya, tentang teman sekolah, dan beberapa kegiatan yang rutin dilakukan setiap hari. Ia seolah baru mendapatkan teman yang asyik diajak ngobrol dan antusias dengan keseluruhan dirinya.
“Jadi, kapan tante mom mulai tinggal di sini?”
“Ehm … kapan ya? Tante juga belum tau. Gimana kalau beberapa bulan lagi?” tanya Lisa dengan ekspresi berpikir tapi sambil tertawa. Panggilan Diandra padanya sungguh aneh, terdengar lucu dan menggelitik hatinya.
Begitu sadar dengan kalimatnya, Lisa menyesal setengah mati sudah memberikan harapan palsu pada gadis kecil yang tak memiliki salah apapun padanya.
Sungguh, kalimat ‘beberapa bulan lagi’ itu meluncur dari mulutnya tanpa ia saring dan pikirkan dulu.
Akan tetapi, Lisa tidak mungkin meralatnya saat itu juga karena pasti bakal mengecewakan Diandra.
Lisa memilih mengajak Diandra melihat ikan dan kelinci peliharaannya setelah selesai makan agar obrolan tidak menjurus pada hal yang tidak bisa dijanjikannya.
Lagi-lagi, Diandra yang penuh rasa penasaran masih terus berusaha mengorek isi kepala Lisa dengan berbagai cara.
“Tante mom sama daddy kapan get married?”
“Mungkin beberapa bulan lagi,” jawab Lisa tak yakin. Entah mengapa ia justru menambah daftar panjang kebohongannya daripada berbicara jujur pada Diandra.
“Apa aku boleh jadi pendamping pernikahan?”
Lisa tersenyum lebar, “Tentu saja boleh.”
“Aku mau pakai baju Cinderella yang warnanya putih. Apa tante mom nanti pakai baju warna putih juga? Aku lihat orang-orang memakai warna putih waktu menikah. Hanya daddy dan Mami Zdenka yang pakai baju kantor.”
“Gimana kalau kita nanti pakai baju yang warnanya sama? Kamu mau jadi Cinderella di pernikahan daddy, kan?”
“Iya,” jawab Diandra cengengesan.
“Iya, tante juga!”
Oh God, what am i talking about?
Bersambung,
jika itu harus tak perlu dikatakan pun biarkan Dapid tau sendiri.
tapi kan udah tamat yak wkwkwkwk
Witing tresno jalaran Soko kulino
Alaa bisa kna biasa wkwkwkwk.
seenggaknya wlpn awalnya Liss salah dia udah ksh milik nya yg berharga.
dan untunglah satset ada antisipasi pelet lain.
klo tak pke pelet MJ itu, Liss yg bakalan sakit hati dicampakkan Dapid. iya kan?
Bwt kalian reader Budiman yang suka bacaan horor Fantasi wanita...
Cerita Liss dan David dan lika-liku perjalanan cintanya.
Penasaran kan, kan, kan ... kuy lahh GPL baca aja yaak guys 👌
makasih karyanya, ditunggu cerita berikutnya 🙏🙏
aduhh kk otor aq jd dagdig dug iki
wisss piye yoooo
Happy ending tapi kurang banyak lagi happy2nya