jadi laki laki harus bisa membuktikan kepada dirinya sendiri kalo ia bisa sukses, sekarang kamu harus buktikan kalo kamu gak mati tanpa dia, kamu gak gila tanpa dia, dan kamu gak kelaparan tanpa dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
"Ini beneran Guntur?" gumamnya tanpa sadar. Dina bahkan tidak berkedip, melihat
anaknya tersebut tiba-tiba rasa kangen menjalar.
Tapi detik kemudian ia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, menepis semua perasaan itu.
"Aku harus membuktikan pada Mas Alvin, kalo aku gak menderita juga, setelah lepas dengannya." ucap Dina lalu melemparkan ponselnya ke ranjang.
"Dina."
"Iya Bu,"
"Apa tadi kamu bilang? Bu ada sedikit dengar tadi kamu mau balas dendam sama Alvin?" tanya Wini membuat Dina langsung gelagapan.
"G-gak kok Bu,"
"Gak usah aneh-aneh Dina, dengan
meninggalkan anakmu seperti itu. Ayah sama
Ibu udah kecewa banget sama kamu.
Dulu kamu yang minta-minta tolong, biar direstuin sekarang apa ini? Gak nyampe dua tahun pernikahanmu sudah hancur begini!" tegas Wini.
"Bu jangan ungkit-ungkit masa lalu bisa gak?"
"Gak bisa! Kamu terlalu batu di bilangin gak pernah nurut sama orang tua. Dulu Ibu memang tidak suka sama Alvin karena dia miskin.
Tapi melihat sekarang perjuangannya membesarkan Guntur, Ibu jadi berubah pikiran." ujar Wini membuat Dina bingung.
"Maksud Ibu? Ibu belain Mas Alvin gitu? Gak berkembang Bu, jalan di tempat ekonominya itu yang Ibu bela?" sanggah Dina membuat Wini tidak habis pikir.
"Apa kamu lebih baik dari Alvin sekarang? Dengan kondisimu yang begini, kesana-
kemari keluyuran dengan laki-laki yang bukan muhrimmu?
Kamu lebih merasa unggul, di banding Alvin yang banting tulang bawa anak?" cecar Wini membuat Dina menganga.
"Mama kenapa sih marah-marah?" kesal Dina.
"Intropeksi diri kamu Dina, gak ada gunanya harta kalo suatu saat kamu hanya butuh anak dan suami.
Ok, kamu gak butuh Alvin tapi Guntur? Itu anak yang kamu lahirin sendiri? Dengan gampangnya kamu bilang sekarang tidak peduli, Ibu tidak mengerti jalan pikir kamu sekarang!" lanjut Wini.
Deg!
"Intropeksi dirimu."
Brak!
Wini keluar dari kamar Dina dengan keadaan emosi.
'Sial! Bisa-bisanya mereka membela Mas Alvin!' umpat Dina dalam hati.
Disisi lain, Alvin tersenyum puas setelah mengirimkan video itu, lalu ia mendekati putranya.
"Anak Ayah tidur ya Nak, ini susunya.
Semangat terus ya, kita gak tau besok apa yang akan kita hadapi." ujar Alvin lalu merebahkan Guntur pelan-pelan di ranjang.
Hampir 10 menit, ia mengusap-usap alis Guntur. Akhirnya bayi itu tidur membuat Alvin tersenyum lalu menyelimuti guntur.
Setelah itu, ia kembali ke sajadahnya melanjutkan zikirnya. Ia mendengar ponselnya berbunyi tanda ada pesan masuk.
Tapi ia acuh, karena tidak lain dan tidak bukan adalah Intan. Hampir satu jam Alvin berzikir, membuat dirinya mengantuk.
Alvin langsung bangkit lalu mendekati putranya yang sudah begitu pulas.
Belum sempat merebahkan tubuhnya, ia meraih ponsel lalu membuka pesan.
[Alvin besok kamu kerja di kantor Bapak, jangan khawatir Bapak akan mengajarimu ya. Bawa Guntur sekalian nanti Guntur di jaga sama Ibu kamu. Kami tunggu ya]
Alvin tersenyum membaca pesan dari Burhan itu, kemudian ia menoleh kesamping lalu mencium pipi Guntur.
"Kamu pembawa rezeki buat Ayah, Nak." lanjut Alvin lalu ia merebahkan tubuhnya di samping Guntur.
***
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Alvin sudah bangun memasak nasi untuknya dan memasak air panas untuk susu Guntur.
Setelah itu ia menyiapkan air hangat lalu Memandikan putranya.
Pukul 7 lebih Alvin langsung berangkat dengan Guntur yang berada di gendongannya.
Sebelum menjalankan motor alvin
terlebih dahulu memastikan Guntur, ia balut anak kecil itu dengan selimut yang tebal. Supaya tidak begitu kedinginan di sepanjang jalan.
Sekitar 30 menit menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai.
Alvin melihat jam sudah hampir jam 8, tanpa membuang waktu ia langsung naik menuju ruangan Burhan.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk."
"Pak."
"Eh Alvin sini." ajak Burhan, Alvin langsung melonggarkan kain gendongnya.
Maya yang baru saja keluar dari kamar pribadi suaminya itu, langsung kaget melihat Alvin sudah datang.
"Sini Ibu yang gendongin." ucap Maya yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Ya Allah ... Ibu kangen banget sama Guntur, semalaman Ibu hampir gak bisa terus memikirkan bayi ini. Takut dia rewel, takut bangun tengah malam, buang air besar atau kecil.
Tapi alhamdulillah semuanya baik-baik aja." lanjut Maya, lalu mendekap Guntur dengan penuh kasih sayang.
"Ya sudah, Alvin sekarang kamu sini Bapak, sembari kamu kerja, kamu harus banyak belajar di kantor ini." lanjut Burhan yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Tolong kasih berkas ini ya ke lantai dua, bilang dari saya segera di perbaiki." Suruh Burhan yang dibalas anggukan oleh Alvin.
Begitu ia sampai di lantai dua, Alvin pelan- pelan mendengar obrolan para karyawan.
"Hey bro who are you?" tanya salah satu karyawan laki-laki, membuat Alvin gelagapan pasalnya ia tidak mengerti bahasa Inggris.
"Are you ok?" lanjut laki-laki itu membuat Alvin tersadar, lalu ia mengangguk sekilas kemudian melanjutkan tugasnya.
Seharian Alvin bekerja di kantor, lebih tepatnya seperti asisten dan sekretaris pribadi Burhan.
Sebenarnya Alvin sangat menyukai Pekerjaannya ini, disamping ia bisa melihat putranya ia juga bisa belajar banyak.
Hanya saja Alvin merasa insecure karena belum bisa berbahasa Inggris. Belum beberapa saat, tiba-tiba Burhan mengangkat telpon lalu ia berbahasa Inggris lagi.
Alvin meletakkan sendoknya, lalu ia mengotak-atik ponselnya mencari tau bagaimana cara belajar bahasa Inggris.
Lama ia mengutak-atik ponselnya membuat Burhan sedikit heran dengan Alvin.
"Kenapa AL?" tanya Burhan membuat Alvin buru-buru mematikan ponselnya.
"Eh gak apa-apa Pak."
"Kalo ada apa-apa, tanya sama saya ya." lanjut Burhan yang dibalas anggukan oleh Alvin.
Sore hari Alvin sudah sampai di rumahnya.
"Ih si Alvin ... liat deh iri liatnya, ada laki- laki mau begitu kemana-mana bawa anak." bisik tetangga begitu melihat Alvin yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"Iya atuh, jarang-jarang ada laki-laki mau seperti itu, eh tapi denger-denger nih ya. Dina Itu pulang ke rumah orang tuanya ya?"
"Gak tau, kayaknya iya sih tapi
bagaimanapun juga orang lebih apresiasi liat Alvin, dibanding istrinya karena dia ninggalin anaknya."
"Iya ya."
Di dalam rumah, Alvin sedang menyuapi Guntur sambil ia memutar youtube belajar bahasa Inggris dasar.
Alvin benar-benar fokus mengikuti dan mendengarkan cara pengucapan dan cara bacanya tersebut.
"Hai... I am Alvin, how are you." ejanya dengan teliti.
"Wah... lumayan sulit ya belajar bahas Inggris ini, tapi kalo gak bisa rasanya malu banget sama karyawan-karyawan Pak
Burhan." gumam Alvin.
Keesokan harinya, seperti biasa Alvin sudah siap-siap hendak berangkat kerja, ia membuka pintu depan dan
"Assalamualaikum."
Alvin diam sejenak melihat kedua orang tua Dina datang lagi ke rumahnya.
"Walaikumsalam."
"Kamu mau kemana AL?"tanya Wini membuat Alvin menghela nafas panjang.
"Kerja Bu."
"Ya udah kalo begitu, sini Ibu yang jaga Guntur nanti setelah pulang kamu jemput." ucap Ibu dengan semangat membuat Alvin diam sejenak.
"Gak usah Bu, saya bisa sendiri kok." jawab Alvin membuat orang tua Dina bingung.
"Kamu gak malu kerja bawa-bawa anak?" tanya Mama.
"Tentu saja gak Bu, justru aku bangga dengan diriku sendiri. Sampai detik ini selalu semangat menjalani hari-hari dengan
kebahagiaan." jawab Alvin.
"Kamu kerja dimana Nak?" tanya Ayah.
"Dimana aja Yah, yang penting halal." jawab Alvin, membuat kedua orang tua Dina merasa serba salah ketika berhadapan dengan menantu mereka itu.
"Ya udah Yah, Bu. Maaf ini bukan ngusir tapi aku udah hampir telat ini. Jadi sepertinya kami berangkat dulu." lanjut Alvin lalu ia kembali menutup pintu.
"Apa Guntur tidak masuk angin kamu bawa-bawa?" tanya Ibu
"Alhamdulillah tidak, Guntur malah senang di bawa-bawa begini." jawab Alvin sambil menyalakan motornya.
"Kalo begitu aku pamit Yah, Bu. Jangan lupa Yah, Bu liatin Dina di taman atau di cafe-
cafe, soalnya aku lumayan sering melihatnya kalo lagi di jalan.
Deg!