Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tempat yang Tenang
Langit mencari keberadaan Anik di seluruh sudut ruangan, hingga Ana yang sedari tadi merengek ini melihat heran Langit yang nampak kebingungan.
" Nik- Anik." panggilnya sekali lagi dengan terus melihat di setiap rumahnya. Tapi wanita itu juga tak nampak batang hidungnya.
"Mama dimana, Pa?" tanya Ana saat Langit mengeluarkan ponselnya. Pria itu tak menyadari jika dirinya sepanik itu.
"Papa akan menelpon Mama." jawab Langit yang terus saja menelpon Anik tapi sia-sia.
"Pa, dimana Mama?" desak Ana.
Tapi pria tak lagi menjawab, dia memilih untuk menggendong Ana dan membawanya putrinya untuk kembali naik ke atas.
Langkahnya kini tertuju pada lemari besar yang terletak di salah satu sudut kamarnya. Dengan pikiran buruk yang memenuhi kepalanya dia membuka lemari baju.
Seketika Langit terkesiap, tubuhnya pun hampir limbung dan merasa lemas. Langit mendudukan Ana di ranjang setelahnya dia kembali meneliti kembali deretan baju istrinya.
Lenggang. Baju-baju lama Anik sudah tiada dengan tas besar yang dia pernah dia bawa saat mereka baru menikah. Dalam lemari itu hanya tersisa baju-baju yang pernah dia dan mamanya beli untuk istrinya.
Langit tertegun sejenak, dia tak menyangka akan seperti ini. Kemana dia pergi? Dia mulai mencemaskan wanita yang selalu menjadi pelampiasan kekecewaannya.
"Pa, ini!" ucap Ana dengan menyerahkan sebuah amplop pada Langit. Ana mengira Langit sedang mencari benda yang saat ini dia pegang.
Langit mengernyitkan dahinya. Dia pun langsung membuka amplop itu. Sebuah kartu debit yang pernah dia berikan pada Anik dan secarik kertas hang membuat dirinya bergegas untuk membukanya.
Mas Langit
Maaf, aku pergi tanpa pamit. Aku tahu itu bukan hal penting untuk Mas Langit. Aku melakukan itu karena aku tidak mampu berpamitan pada Ana. Titip Ana, Mas, dia gadis yang pintar dan penurut.
Maafkan aku jika selama ini hanya membuat Mas Langit kecewa dan menyusahkan Mas Langit. Tapi terima kasih untuk semua yang diberikan padaku termasuk sebuah keluarga.
Jangan cari aku di keluarga Pak Rey. Mereka tidak tahu apapun tentang masalah kita. Aku sudah cukup merepotkan mereka , jadi aku tidak ingin menambah pikiran mereka karena aku tahu mereka orang-orang yang baik.
Oh ya, kita memang sudah bukan suami istri lagi. Jika Mas Langit ingin menikah, Mas bisa mengurus surat-surat yang ada.
Langit meremas kertas itu dengan perasaan yang entah. Ada rasa sesal, kasian dan ada rasa yang dia tidak bisa dia mengerti.
"Papa di mana Mama?" Pertanyaan Ana membuyarkan lamunan Langit.
"Ana mandi sama Papa, habis itu kita cari Mama!" ajak Langit. Dia pun bergegas memandikan Ana terlebih dahulu sebelum mencari Anik.
Mau tak mau Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Langit. Pria itu langsung memandikan putrinya dengan cepat.
",Kita akan mencari Mama, oke." ucap Langit setelah menyisir rambut putrinya. Tak lupa dia juga memakaikan jaket untuk Ana.
Mereka pun kembali keluar rumah. Sambil melakukan mobilnya Langit terus saja meneliti di sepanjang kanan-kiri jalan, jika saja dia bisa menemukan Anik.
" Mama kenapa pergi, Pa?" tanya Ana yang duduk disebelah Langit.
" Papa juga tidak tahu. Jadi Malam ini, Ana tidur bersama Oma ya! Papa akan mencari Mama Anik." jelas Langit, berharap Ana bisa mengerti.
Ana pun mengangguk membuat Langit tersenyum. Sungguh perasaan pria itu berkecamuk saat melihat kesedihan dalam wajah putrinya.
" Mungkinkah kamu pergi karena kata talak itu, Nik? Aku tak sengaja mengatakannya." gumam Langit dalam hati dia begitu sangat menyesal apalagi saat dia menyadari mereka sudah bercerai secara agama.
Matanya berkaca-kaca dengan pandangan terus ke depan. Dia juga tidak bisa mengendalikan perasaan yang campur aduk dalam hatinya. Hingga , akhirnya mobil berhenti di tepi jalan yang ada di depan rumahnya.
Langit berlari, membukakan pintu untuk Ana. Dia pun segera menggendong Ana dan masuk ke dalam rumah mamanya.
Mendengar suara Langit yang terus memanggil, Mayang pun langsung menghampiri putranya yang baru saja masuk ke dalam.
" Ma, titip Ana." ucap Langit yang sempat membuat Mayang bingung.
" Aku akan mencari Anik." lanjut Langit ketika melihat wajah bingung mamanya.
"Kemana Anik? Ada apa ini, Lang"? Cecar Mayang saat melihat ketegangan di wajah putranya.
Dia sangat mengenal puteranya. Langit adalah sosok yang sangat tenang saat menghadapi masalah.
"Anik pergi, Langit akan mencarinya sekarang." jelas Langit yang saat ini seperti terburu-buru. Dia berharap masih bisa menemukan Anik malam ini juga.
" Mungkin dia masih belanja. Atau, kamu sudah menghubunginya?" tanya Mayang dengan menggandeng Ana.
"Tidak, Ma." Langit langsung memberikan surat itu pada Mayang.
"Langit pergi ,dulu!" tanpa peduli tanggapan mamanya Langit bergegas keluar dan kembali membawa mobilnya pergi.
"Kemana kamu, Nik?".gumam Langit dengan terus menelusuri jalan. Rasa lelah kini sudah tidak lagi dia rasa dan baterai ponsel yang off pun tidak juga dia peduli. Fokusnya kini hanya untuk menemukan Anik.
###
Anik mengerjapkan mata saat sinar mentari mulai meninggi. Hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang membuat wanita enggan keluar kamar. Setelah Salat Subuh dia memang sengaja kembali tidur karena tidak ada yang harus dia lakukan.
"Ana, apa kamu marah sama Mama?" gumam Anik dengan menatap langit-langit kamar penginapannya.
Hari pertama tanpa gadis kecil itu membuat ada yang kurang dalam hidupnya. Semalam saja dirinya tidak bertemu Ana, Anik sudah begitu merindukannya.
Tak lama termenung, seseorang mengetuk pintu penginapannya. Dia memang bermalam di sebuah penginapan. Anik sengaja pergi ke sebuah kota kecil yang cukup tenang yang ada di sebuah lereng gunung.
" Ceklek." Anik pun membuka pintu kamarnya dan seorang pelayan masuk membawa secangkir teh hangat dan sebuah sandwich.
"Sarapan mulai siap nanti pukul delapan. Mbaknya bisa langsung ke resto." ujar pelayan itu dengan tersenyum ramah.
Anik kembali menutup pintu kamarnya. Dia membawa secangkir teh hangat di balkon kamarnya untuk menikmati suasana pagi di lereng gunung.
Tempat ini sengaja dia pilih untuk menenangkan pikiran. Sudah terlalu banyak menyakitkan yang sudah dia lalui dalam perjalanan hidupnya.
Tapi mungkin itu tidak akan lama. Dia juga tidak punya butuh banyak uang untuk menikmati sebuah liburan yang panjang.
"Anik, kamu harus tahu diri. Kamu juga butuh uang sebelum mendapatkan pekerjaan untuk bertahan hidup." gumam Anik dalam hati.
Wanita itu menyeruput secangkir teh dengan hangatnya mentari yang bersinar untuk menepis kabut yang menyelimuti di sekitar penginapan.
Setelah menghabiskan secangkir tehnya, Anik membersihkan diri. Dia ingin menikmati dua hari liburannya, karena setelah itu dia juga harus mencari pekerjaan baru dan membuka lembaran baru di hidupnya
NB: Terima kasih sudah mengapresiasi Cinta Sang Pengasuh.
Terima kasih juga pembaca selalu mengikuti satu persatu novelku dari awal. Selamat datang dan salam kenal untuk yang baru mengunjungi tulisan Kirana Putri 761
ahh.. minyak telon emang.. 🤣