Kehidupan yang kualami semenjak kecelakaan itu sungguh berat. Aku mesti sendirian menghadapi hidup. Hingga harta kekayaanku habis. Semua kulakukan untuk penyembuhan, pengobatan, dan lain sebagainya demi keseharianku yang sudah enggan di lakukan. Bahkan orang mengira kalau aku kena depresi. Sehingga tak bahagia. Dan yang kulakukan hanya merenung. namun hari hari ke depan mesti di lalui dengan semangat dan keceriaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 3112, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
“Ayo main pa…“
“Iya.“
Di pasar malem. Ramai.
Aku titip pada Josephine. Supaya menunggu gerobak sebentar. Di saat aku sedang main bareng anakku. Dia mengerti.
Aku di suruhnya pergi.
“Ini pa.“
Anakku menunjuk ke sebuah permainan yang sangat menarik. Sehingga para penggemar yang akan naik sampai mengular. Para penjual tiket hanya memberikan sebanyak kursi yang tersedia. Selebihnya mesti menunggu. Dengan menutup tiket. Atau membiarkannya, akan tetapi di biarkan duduk di kursi tunggu. Sampai satu permainan selesai, yang paling hanya sepuluh menit sampai seperempat jam. Itu saja kalau tak kuat, bakalan muntah-muntah, alias luntak-luntak.
“Apa itu.“
“Kora-kora.“
“Ih sien.“
“Nggak papa. Enak ini.“
Akupun mau. Menuruti anakku. Biar dia senang.
“Ya beli tiket dulu.“
“Enggak usah pa.“
“Elu nggak Nampak.“
“Aku gimana.“
“Ya sudah, satu saja.“
Aku membeli satu tiket. 25 saja. Sudah main sepuasnya. Sampai tukang mesin itu menghentikannya. Dan membiarkan nanti pada turun satu satu.
“Nah, sini ya om.“
Ada anak yang main duduk saja. Di dekatku. Aku melarangnya. Dia sedikit gendut. Nampak sekali banyak jajan yang Tengah dia beli. Dan sangat mudah meminta uang jajan ke mamaknya. Membuat dia ber[postur demikian. Serta untuk main ke lokasi begini kemungkinan tak bakalan kesulitan dia. Mungkin juga sering ke pusat perbelanjaan Dimana dengan mudahnya dia main, untuk sekedar memperoleh tiket yang banyak. Baik itu main bola basket dengan hadiah, atau main bola yang di luncurkan serta masuk ke lobang dengan tiket yang tertera di lubang tersebut. Walau uang yang di keluarkan, kemungkinan untuk membeli benda sejenis dengan hadiah yang di dapat juga pasti dapat, akan tetapi sensasi kala memperolehnya, serta berbagai permainan yang di lakukan menjadi satu keasikan tersendiri. Sehingga terkadang ada wahana menarik tanpa tiket, semisal naik kuda, atau odong-odong kecil, semua di beli tanpa harus mendapat tiket yang keluar dari lubang hadiah.
‘Eh, jangan!’
Aku tetap menolak. Dengan kode-kode yang mudah dia pahami. Supaya dia jangan duduk di situ. Yang tentunya bakal buat anakku seorang. Jadi tidak terganggu. Sebab kalau ada anak lain, tentu dia bakal marah. Bisa saja dia nanti akan memukulnya, baik dengan batu maupun Sepatu kaca, yang jelas sangat tidak mengenakkan buat anak ini. Serta lebih lebih kalau di dorong dari situ saat wahana lagi berjalan kencang, tentunya bakal membuat dia celaka. Makanya mending di usir saja.
“Kan kosong.“
‘Ada anakku tuh.’
“Mana… nggak ada juga.“
Anak itu mangkel. Dia mau menduduki anakku. Biar saja dia pergi.
Nampak wahana yang mirip perahu itu. Dengan hanya mengayun saja. Naik turun, naik turun. Kemudian cepat atau pelan. Yang semula pelan, lama-lama cepat. Yang biasanya di putar menggunakan semacam roda, yang terhubung dengan mesin yang di gerakkan dengan tenaga diesel. Roda itu biasanya ada di bawah tonase perahu. Sehingga mudah bergerak. Jika ingin cepat, maka hanya bakalan di ayun kanan kiri. Semakin di putar cepat, maka mesin juga memutar cepat. Dengan sedikit menaikkan tuas. Maka roda itu bakalan naik. Kalau untuk menghentikannya mesti di putar terbalik, sehingga sedikit mengerem. Tapi biasanya dalam waktu beberapa, bakalan di biarkan, hingga berayun sendiri, sampai pelan-pelan akan berhenti.
Kami menjerit-jerit setelah naik perahu aneh begitu. Masa perahu di darat. Kan nggak ada.
