Clara yang tak tau apa-apa.. malah terjebak pada malam panas dengan seorang pria yang tak dikenalnya akibat dari jebakan seseorang. Dan dihadapkan pada kenyataan jika dirinya tengah hamil akibat malam panas pada malam itu.
Akankah clara mempertahankan kehamilannya itu, atau malah sebaliknya? Dan siapakah pria yang telah menghamilinya? Dan siapa yang telah menciptakan konspirasi tersebut?
Yuk simak kisah clara disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Astaga Arsen... Kau kebiasaan sekali menaruh barang tidak pada tempatnya." omel Clara. "Ayo cepat cari. Siapa tau itu benar suara dering gedget mu, dan itu telfon penting. Dari aunty Eliz, mungkin," lanjutnya.
"Aku juga yang kena getahnya. Siapa yang berbuat, siapa juga yang harus bertanggung jawab," gerutu Airlen dalam hati.
"Arsen..."
"Oke Mom..." jawab Airlen yang akhirnya patuh juga.
Entah karena apa, padahal Airlen baru kali pertama ini bertemu dengan Clara, tapi dirinya tak mampu rasanya jika akan mengucapkan kata 'tidak' jika Clara menyuruhnya ini dan itu.
Dan beberapa waktu kemudian barulah smart tablet milik Arsen ditemukan, dan itu berada tepat di bawah tumpukan kertas yang berada di atas meja belajar Arsen.
"Apa kau sendiri yang membuat sketsa-sketsa ini?" tanya Clara saat tak sengaja melihat coretan-coretan di atas kertas saat tengah mencari gedget milik Arsen.
"Hah? Sketsa?" ulang Airlen seraya menghampiri mom Clara.
"Iya.. Ini," ucap Clara sembari memperlihatkan kertas-kertas tersebut saat Airlen telah berada di dekatnya.
"Ini seperti...." ucapan Airlen terjeda saat mengingat-ingat sesuatu.. "Aah... Ini jika tidak salah adalah sebuah sketsa atau tepatnya desain tekhnologi, Mom," seru Airlen setelah mengingat.
"Desain tekhnologi? Darimana kau tau? Dan darimana kau dapatkan semua ini?" tanya Clara beruntun karena penasaran.
"Aku... Aku mengetahuinya lewat internet, Mom," alibi Airlen, yang sebenarnya dirinya mengetahui semua itu dari ruang kerja dad Arkhan juga ruang kerja milik uncle Leo yang ada di mansion kediaman keluarga Davidson.
Yang tanpa sepengetahuan semua orang dirinya mempelajari banyak hal di dua ruangan tersebut.
"Kau bermain internet?" tanya Clara lagi memastikan jika mungkin pendengarannya salah. Karena setahunya anak seusianya akan hanya bermain game saja di gedget nya.
"Apa aku salah berucap, lagi..?" fikir Airlen.
"Emm... Kan untuk belajar, Mom. Kalau bukan karena internet itu.. Mana mungkin Airlen mengetahui dan bisa menjawab pertanyaan Mom,"
"Airlen?? Siapa Airlen?" tanya Clara curiga sekaligus kebingungan.
"Airlen??" ulang Airlen.
"Ya.. Siapa Airlen itu?"
"Siapa Airlen? Hehe. Aku tidak mengenalnya Mom."
"Bukankah kau yang baru saja menyebutkan nama itu?" ucap Clara dengan mengerutkan dahinya.
"Ah, tidak kok Mom... Aku tidak ada berkata Airlen. Kalau Arsen mungkin iya.." kilah Airlen. "Bodoh kau Airlen... Kenapa sampai kelepasan sih.." rutuknya dalam hati.
"Benarkah?" ucap Clara, yang langsung di angguki cepat oleh Airlen. "Masa iya aku salah dengar??" lanjutnya dengan bergumam, dan yang masih terdengar oleh Airlen, membuat Airlen jadi merasa lega.
"Untung saja, mom Clara percaya. Lain kali aku harus lebih berhati-hati lagi," batin Airlen.
Pertanyaannya... Apakah masih akan ada lain kali???
Baiklah, alasan Airlen kali ini dapat Clara terima, tapi.. "Bagaimana dengan kertas-kertas ini?" tanyanya sembari kembali memperlihatkan kertas yang di atasnya berisi tinta yang seharusnya hanya orang dewasa saja yang bisa melakukannya.
"Kalau itu...." Airlen menatap lekat kertas yang dipegang Clara. "Apakah itu milik Arsen? Tapi darimana dia dapatkan semua itu? Tidak mungkin kan jika itu adalah sketsa buatannya?" fikirnya, dan tanpa sadar dirinya mengerutkan keningnya.
"Arsen," panggil Clara.
"Yes Mom, kenapa tadi?" tanya Airlen linglung.
"Sudahlah, lupakan saja. Lebih baik kau segera bersihkan diri dan langsung istirahat," putus Clara karena tak ingin sang anak lebih lama lagi menahan lelahnya.
"Ooh.. Oke Mom," jawab Airlen. "Tapi Mom, boleh tidak jika Arsen melihat gedget Arsen sebentar sebelum bersih-bersih, untuk melihat siapa yang menghubungi Arsen," lanjutnya, karena merasa curiga jika yang menghubunginya adalah Arsen asli.
"Nomor baru. Tidak ada nama dalam daftar kontak mu,"
"Iyakah? Coba Arsen lihat."
Clara pun menunjukkan sederetan angka yang telah menghubungi nomor Arsen di papan layar tersebut.
"Ya benar. Ini adalah nomorku," gumamnya dalam hati, karena nomor itu sudah dihafalnya di luar kepala.
"Sudah sana, bersih-bersih dan langsung istirahat."
"Oke Mom.. Tapi sebelumnya Mommy juga harus keluar...," ucap Airlen seraya menarik tangan mom Clara menuju pintu. "Bersih-bersih, lepas itu juga langsung istirahat. Bye Mom... Good night..." sambungnya seraya melambaikan tangannya saat mom Clara sudah berada di luar ambang pintu kamar.
"Arsen mengusir Mommy?"
"Ya! Good night Mom."
Setelah mengatakan itu, Airlen segera menutup pintu tersebut, dan buru-buru menuju kamar mandi yang menyatu dengan kamarnya saat ini, yang tersekat dinding dan pintu.
Setelah segar dan sudah berganti pakaian milik Arsen asli, Arsen palsu (Airlen) segera mengambil smart tablet milik Arsen dan langsung menghubungi nomor yang beberapa saat lalu menghubungi nomor yang ada di dalam smart tablet tersebut.
"Halo."
***
"Bagaimana? Apa kau sudah menemukan apa yang ku perintahkan?" tanya tuan Arkhana saat telah berada di ruang kerjanya.
"Sudah Tuan. Ini dia berkasnya," jawab asisten Leo seraya menyerahkan sebuah map yang berisi berkas yang diminta tuannya. "Menurut informasi yang saya baca di sana.. Nona Clara Firansyah memang asli penduduk di kota itu. Tapi saya juga menemukan fakta baru dari anak buah kita yang bertugas mengikuti nona Clara tadi siang," lanjutnya.
"Apa?" tanya tuan Arkhana, yang pandangannya masih tertuju pada berkas yang diberikan asisten Leo padanya.
"Tadi siang anak buah kita mengikuti Nona Azura sampai ke salah satu toko bunga, lalu__"
"Lalu? Apa masalahnya jika hanya sekedar mampir ke toko bunga?" sela tuan Arkhana sembari mendongak menatap asisten Leo dengan jengah, karena menurutnya terlalu bertele-tele.
"Bisakah kau tidak selalu menyela Tuan Arkhana yang terhormat? Dan membiarkan aku untuk menyelesaikan kalimatku terlebih dahulu," sanggah asisten Leo, yang kali ini tidak menggunakan bahasa formalnya.
Mengapa asisten Leo bisa sampai seberani itu? Itu dikarenakan mereka berdua saling mengenal satu sama lain bukan hanya sekedar sebatas atasan dan bawahan, melainkan adalah sahabat. Benar memang keduanya berbeda profesi tapi sefrekuensi.
Sebenarnya asisten Leo terpaksa menjadi asisten pribadi tuan Arkhana Davidson, tapi karena sebab kegigihan dan bujukan dari sahabatnya itu, akhirnya diapun menyerah dan menerimanya. Dan juga karena faktor rasa kasihan akhirnya diapun menyetujui, mengingat dirinya yang juga mengetahui jika setiap asisten yang bekerja dengan sahabatnya itu dahulu sebelum dirinya, sama-sama mengundurkan diri dengan alasan yang terbilang tidaklah masuk akal, menurutnya. Alasannya adalah tidak betah, dan terutama tidak bisa mengimbangi kinerja sang Big Bos. Mana ada alasan yang semacam itu, fikir asisten Leo dahulu.
Dan benar saja...
Setelah beberapa waktu menjadi asisten pribadi Big Bos mereka, barulah asisten Leo membenarkan apa yang menjadi alasan mereka semua mengundurkan diri, padahal gaji mereka terbilang sangatlah besar, sepuluh kali lipat dari tempat kerja lainnya.
Jika saja asisten Leo tak mengingat jika sang Big Bos adalah sahabatnya sendiri, mungkin dirinya juga sudah sedari dulu mengundurkan diri. Siapa yang akan sanggup dan bisa kerasan jika disandingkan dengan seseorang yang maniak kerja.
"Kau ingin melawanku? Kau mau ku pecat?" ancam tuan Arkhana.
"Ya, dengan senang hati Tuan Arkhana yang terhormat. Saya akan menerimanya dengan lapang dada," tantang asisten Leo, karena dirinya yakin akan satu hal, yaitu..
"Karena aku masih punya hati nurani, jadi kau tak jadi ku pecat."
"Sudah ku duga..," gumam asisten Leo, karena sudah menebak jika kata itulah yang akan keluar dari mulut seorang tuan Arkhana Davidson.
"Apa kau bilang? Terimakasih? Ya, sama-sama, itu aku lakukan semata-mata hanya karena kemanusiaan," tuan Arkhana yang mendengar gumaman asisten Leo walau samar, segera berucap sendiri. Tepatnya bertanya sendiri, dijawab sendiri, tapi yang diucapkannya berlawanan dengan apa yang dirinya dengar.
"Stres."
"Kau..!!!"