Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 31: Rapat Beruntun
" Apa Aunty jual serum penghilang ingatan yang dulu pernah aunty gunakan ke ayah itu secara bebas?"
Pertanyaan ulang yang keluar dari bibir Tara membuat Brisia sedikit terkejut. pasalnya obat tersebut oleh ayahnya dulu dilarang untuk diedarkan di Indonesia meskipun sudah dikembangkan bersama penawarannya. Jadi pertanyaan Brisia adalah bagaimana bisa Tara tahu akan hal tersebut.
" Nggak Tara, obat itu nggak dijual di sini. Yang menjual obat itu adalah sepupu Aunty yang menetap di Amerika. Itu pun diedarkan secara ilegal di dunia bawah."
" Dunia bawah ya? Apa Aunty masih punya penawarannya?"
Brisia semakin terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Tara. ia langsung memiliki pemikiran bahwa anak aroi sahabatnya itu mungkin saja saat ini terkena obat penghilang ingatan.
" Sebenarnya ada apa Tara?"
" Jadi ... ."
Tara mulai menceritakan satu persatu rentetan peristiwa yang ia alami. Mulai dari keberadaannya yang menghilang sampai beberapa bulan hingga apa momen yang ia lupakan.
Brisia menjadi mengerti sekarang mengapa pengumuman tentang kondisi tubuh Tara yang buruk itu diungkap kepada publik. Dia jelas tidak percaya akan semuanya dan kini terbukti bahwa Tara memang tidak kenapa-napa.
Hanya saja dugaan Tara perihal ingatannya yang hilang karena pengaruh obat buatan Brisia itu benar adanya. Karena hanya Van Winkler lah yang mampu membuat obat tersebut,
" Haah, orang itu pasti memesan melalui Magna Abror. Sekarang aku nggak punya Tara, tapi akan kubuatkan. Beri waktu satu hari, dan besok kamu udah bisa mendapatkan obat penawarnya."
" Baik Aunty, terimakasih banyak. Maaf merepotkan. Aah biayanya Aunty bilang saja."
Plak!
" Hei kamu pikir aku siapa hah!"
Tara terkekeh geli, dia tahu bahwa Brisia tidak akan mungkin mau menerima pembayaran darinya. Maka dari itu dia sengaja mengatakan hal itu untuk menjahilinya.
Setelah mengutarakan semuanya, Tara pamit undur diri. Dia sedikit kecewa sebenarnya karena tidak bisa mendapatkan ingatannya sekarang juga. Tapi inilah yang namanya proses. Semuanya tidak ada yang instans, dan memang benar bahwa segala hal yang diinginkan tidak selalu akan terwujud.
Hanya saja, paling tidak dia sudah menemukan titik temu dan garis lurus dari permasalahan.
Lokasi yang kedua adalah kediaman pribadi sekaligus kantor dan galeri miliknya. Disana ada beberapa hal yang harus ia lakukan. Untuk menghemat waktu dan tempat, Tara juga sekalian meminta Nayaka untuk datang. Jadi mereka bisa membahas semuanya secara sekaligus.
" Huaaa Bos, akhirnya bisa lihat bos lagi."
Luhan memeluk Tara dengan begitu erat sambil menangis terisak. Bukan berlebihan, semua itu karena Luhan sungguh merindukan Tara dan juga merasa bersalah atas apa yang menimpa tuannya itu.
" Tck, jangan lebay Han. Aku nggak apa-apa."
" Saya sungguh minta maaf Bos karena tidak bisa menjaga Bos dengan baik dan akhirnya bos malah jadi ilang berbulan-bulan."
Tara menghembuskan nafasnya kasar, tapi ia seketika tersenyum melihat kelakuan satu anak buahnya yang lain itu. Tara mengacak rambut Luhan dan kembali menepuk pria itu. Ia kembali menegaskan bahwa dirinya baik-baik saja.
Sambil menunggu kedatangan Nayaka, Tara lebih dulu masuk ke dalam galerinya. Di sana ia meminta Nizam dna Luhan untuk menurunkan TBGS.
Tara mencoba mengingat kembali permintaan Romario yang sudah lewat 10 tahun silam atas lukisan itu dengan mengacak-acak file miliknya. Hal yang ia lakukan adalah mencocokkan antara lukisan dengan gambar aslinya.
" Zam, ambil gambar ini dan cari dimana lokasi sebenernya."
" Siap Bos."
Tara memijat pangkal hidungnya, ia yakin akan sebuah fakta bahwa lukisan itu bukan hanya sekedar dilukis karena ingin mengabadikan tempat.
Beberapa bulan yang lalu, Tara merasa heran saat Romario menginginkan bertemu dengannya setelah sekian lama tidak bersua. Kondisi Romario yang sakit-sakitan terus memburuk seiring berjalannya waktu. Dan sebuah permintaan dibuat oleh pria tua itu.
" Tolong simpankan lukisan ini ya, jangan berikan kepada siapapun meskipun itu anak-anakku yang datang padamu. Segala hal tentang lukisan ini dan apapun yang terkait di dalamnya aku berikan kepadamu Raka Pittore."
Seperti itulah wasiat terakhir yang disampaikan oleh Romario kepada Tara. Tidak hanya melalui ucapan tapi juga ucapan itu di sahkan dengan surat wasiat. Sehingga tidak ada yang berani mengusik lukisan itu.
Namun kenyataan bahwa beberapa minggu yang lalu TBGS di curi itu menguatkan fakta bahwa ada hal tersembunyi dalam lukisan.
" Zam, rekaman kamera pengawas tentang pencurian TGBS, apa ada? Aku rasa ini ada hubungannya dengan kasusku."
" Ada Bos."
" Bang, maaf telat. Aku udah nemuin semua data mengenai Helena Romario."
Tara tersenyum lebar, dugaannya semakin kuat saat Nayaka menjelaskan semua tentang Helena Romario. Terlebih saat Tara mengetahui bahwa Helena memiliki saudara angkat yang bernama Santiago Romario. Ini menjadi jelas, dua kakak beradik anak Romario itu menginginkan lukisan itu dengan cara menyingkirkan dirinya.
Hanya saja cara untuk menyingkirkan dirinya inilah yang menjadi tanda tanya. Ada cara yang mudah mengapa harus cari yang sulit.
" Ka, nih ya. Kalau misal kamu mau bunuh orang. Kamu bakalan bunuh lalu buang ditempat apa kamu akan bunuh ditempat tapi kamu buang di tempat yang jauh?"
" Ehmm, tergantung Bang. Buat ninggalin jejak maka aku bakalan buang di tempat yang jauh. Itu prefer menyamarkan temuan dan tentu bakalan sulit untuk di cari. Tapi kalau emang bisa ditempat yang dekat ya ngapain ke tempat yang jauh sih. Kan ribet."
Tak
Tara menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Nayaka. Itulah yang jadi pemikirannya kemarin. Ia diundang di kapal dan mungkin saja benar dibunuh di sana, kenapa dirinya tidak ditenggelamkan di laut. Kenapa harus dibawa ke dataran tinggi itu, meskipun jarak pelabuhan semarang dengan dataran tinggi itu hanya beberapa jam saja.
" Bener juga ya Bang, apa motif mereka. Aah mungkin mereka mau ngilangin jejak. Terus kalau di dataran tinggi Abang yang mungkin saat dibuang belum mati akan dirasa cepet mati karena kedinginan. Itu untuk menguatkan alibi bahwa Abang di rampok lalu dibuang. Kalau di kapal, itu mereka bakalan cepet ketahuan."
Ya hanya seperti itulah dugaan yang masuk akal untuk saat ini. Tara tidak akan memusingkan hal tersebut lebih lama. Meskipun ingatannya belum kembali dengan apa yang terjadi di kapal itu, tapi ia sudah menemukan tersangkanya.
" Awasi Romario bersaudara. Mungkin juga yang nyuri TBGS itu juga salah satu dari mereka. Itu replika, dan aku yakin mereka sudah sadar jadi jelas akan kembali buat ngambil yang asli. Yaka aku mau kamu nyari orang yang melayani Romario. Dia pasti tahu sebab kenapa dua anak Romario sampai segitunya buat dapetin lukisan TBGS."
" Siap Bang, laksanakan."
TBC