Di pungut oleh Ayahnya untuk menggantikan adik tirinya menikahi anak haram dari keluarga ternama.
Dia di tolak mentah-mentah oleh anak haram keluarga ternama itu, tapi pada akhirnya dia tetap menikah.
Dia harus menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak menyenangkan karena suaminya begitu membenci dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
"Kenapa kau diam saja? Bukankah setelah melihatku berada di atas tempat tidur dengan posisi tengkurap seharusnya kau tahu apa maksudnya?" Tanya Edward kepada Amaya yang benar-benar diam saja sejak Edward masuk ke dalam kamar.
Amaya hanya sebentar melihat ke arah Edward, tapi dia memilih untuk tidak mengatakan apapun dari pada dia harus bertengkar. Yah, energinya akan terbuang sia-sia jika hanya digunakan untuk mendengarkan ucapan Edward yang sangat menyakitkan setiap kali dia membuka mulut.
Edward membuang nafas kasarnya. Sungguh, dia benar-benar tidak tahan lagi sehingga dia bangkit dari posisinya lalu meraih pergelangan tangan Amaya.
"Ah!" pekik Amaya yang terkejut.
Edward membawa Amaya untuk mendekat padanya dan dia kembali mengambil posisi untuk berbaring tengkurap.
"Berguna lah sedikit. Aku sudah mengeluarkan banyak uang dan hanya mendapatkan yang sepertimu. Gunakan tanganmu itu, cepat pijit aku!" titahnya tegas.
Amaya menghembuskan nafasnya. Tentu saja kalau dia menolak maka akan mendapatkan hubungan dari Edward bukan? Yah, entah apa hukumannya, sepertinya jelas tidak akan jauh dari ranjang.
"Cepat!" Bentak Edward tak sabaran, "Kau mau mulutku kejang hanya untuk mengatakan kalimat yang sama ya?!"
Amaya terdiam sebentar sebelum pada akhirnya dia menggerakkan tangannya lalu perlahan memi jat punggung Edward. Begitu tangannya menyentuh kulit punggung Edward, Entah mengapa tiba-tiba saja Dia teringat dengan semua yang dilakukan Edward padanya. Rasa sakit karena penghinaan, pelecehan, segala hal yang dilakukan oleh Edward itu benar-benar muncul begitu saja dengan detail. Tanpa sadar, Amaya memijat dengan sangat kuat sembari terus mengingat hal-hal buruk yang pernah dilakukan Edward kepadanya.
Edward membuang nafas kasarnya. sebenarnya, meskipun Amaya sudah menekan cukup kuat pijatannya, Edward tak merasakan sama sekali yang rasanya sakit. Hanya saja, rasanya benar-benar sangat tidak nyaman sehingga dia tidak bisa menikmati pijatan itu sama sekali.
Amaya melihat punggung Edward yang terekspos dengan sempurna. Bukannya mengagumi punggung Edward yang sangat gagah dan juga bidang itu, Amaya justru membayangkan bagaimana jika dia menusukkan pisau sedalam mungkin di punggung Edward. atau bisa juga, Amaya menusukkan tombak hingga sampai tembus di punggung itu. Atau, bagaimana jika dia memotong-motong pemilih tubuh itu?
"Ah, sudah hentikan!" kesal Edward yang sudah tak bisa lagi menahan diri. Padahal, hari ini dia benar-benar sangatlah sekali!
Edward bangkit dari tempat tidurnya, dia menatap Amaya dengan tatapan marah lalu berkata, "aku pikir kau masih berguna untuk bagian yang lain, ternyata tidak sama sekali!"
Edward meninggalkan kamar Amaya dengan wajah kesalnya.
Amaya terdiam tidak bereaksi apapun. Saat ini, Dia benar-benar sedang berpikir keras untuk mencari cara agar bisa keluar dari rumah itu. ah, mungkin lebih tepatnya yang sedang dia pikirkan sekarang adalah, bagaimana caranya dia bisa keluar dari kamar yang sudah mengurungnya selama beberapa hari terakhir ini.
Edward langsung masuk ke ruang kerja pribadinya yang berada di rumah itu, langsung menguji rapat pintu ruangan itu dan berjalan untuk mengambil posisi duduk di kursi yang biasa ia gunakan untuk duduk di meja kerjanya. Edward membuang nafas kasarnya seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi lalu bergumam, "Aku benar-benar sangat lelah sekali."
Edward membuat kepalanya tegak mengarah ke depan sehingga dia bisa melihat sebuah foto yang selama ini menghiasi meja kerjanya. foto itu adalah foto milik Teresa yang gambarnya dia ambil secara diam-diam di saat pertama kali Edward melihat Teresa. Semakin lama Edward menata foto itu, rasanya dia menjadi semakin muak dan kesal sendiri karena terus teringat dengan kebodohannya hanya karena jatuh cinta pada pandangan pertama secara fisik kepada Teresa.
Edward meraih foto tersebut, lalu melemparkannya ke tempat sampah yang ada di samping meja kerjanya dengan mimik wajahnya yang terlihat kesal.
Tidak ingin membuat dirinya lebih kesal lagi untuk hal-hal yang tidak penting, pada akhirnya Edward memilih untuk membaringkan tubuhnya ketempat tidur yang ada di dalam sana.
Besok paginya.
Amaya membulatkan matanya terkejut karena begitu dia membuka mata saat bangun tidur, yang dilihat oleh Amaya adalah Edward yang duduk di sofa dekat jendela kamar.
"Kau benar-benar seperti kerbau, Apa kau tidak bisa mau lebih pagi dari ini?" Tanyanya sinis. "di jam sekarang ini, seharusnya kau bisa mencetak puluhan dollar, tapi kau benar-benar sangat sibuk tidur."
Amaya mengeryitkan dahinya, matanya bergerak ke arah di mana alarm berada. Amaya benar-benar keheranan sendiri, padahal saat itu masih pukul setengah enam pagi. Lantas, kenapa dia harus bangun sepagi itu? Protesnya di dalam hati.
Aku sudah memikirkan benar-benar, bagaimana caranya aku bisa memeras tanah kamu agar sesuai dengan uang yang sudah aku keluarkan untuk membelinya.
Edward bangkit dari duduknya, berjalan beberapa langkah hingga dia sampai di hadapan Amaya barulah dia mulai melanjutkan apa yang ingin dia katakan kepada Amaya, "Mulai dari hari ini, kau harus mengerjakan semua pekerjaan yang aku sebutkan." Edward menatap Amaya dengan serius. "kau akan berperan sebagai layaknya pelayan rumah, dan kau juga harus tetap melayaniku di atas ranjang dan segala hal yang aku butuhkan adalah prioritas utamamu."
Amaya mengepalkan tangannya saat dia tengah menunduk membatin dalam kemarahan. Apa yang dilakukan oleh Edward itu adalah hal yang benar-benar sangat keterlaluan sekali. Edward pasti sengaja melakukan itu untuk membuat Amaya terus saja tersadar diri dan mengingat penerbangan Dia adalah seorang pelayan sebelumnya, sehingga kemanapun dia akan pindah juga akan tetap menjadi seorang pelayan. Namun, tugasnya sebagai seorang pelayan bukanlah hanya untuk melayani rumah saja akan tetapi, namanya juga harus melayani Edward. Padahal sudah jelas Edward menyadari benar bahwa itu semua adalah penghinaan bagi Amaya, tetapi Edward sengaja melakukannya dan sudah pasti jelas Apa tujuannya bukan?
Amaya memilih untuk tidak mengatakan apapun dan merespon apapun karena dia cukup paham benar apapun yang dia katakan tidak akan mengubah apapun.
lagi pula, setelah Amaya pikirkan kembali, sepertinya akan ada banyak keuntungan jika memang dia harus mengerjakan pekerjaan layaknya seorang pelayan rumah. Bukankah dengan menjadi pelayan rumah itu artinya Amaya bisa pergi ke bagian manapun dari sisi rumah tanpa harus merasa dicurigai dan juga takut bukan?
"Tapi, jika kau mencoba untuk kabur dari tempat ini, maka yang bisa aku lakukan adalah mencari seorang gadis bernama Vanka lalu memintanya untuk menggantikanmu. Bagaimana tentang ideku barusan?" Edward mengakhiri ucapannya dengan senyum yang jelas adalah senyum ancaman.
Amaya tertunduk lemas tak berdaya. Edward memang sangat keterlaluan karena terus saja mengancam dirinya dengan ancaman yang tidak main-main.
lamalama jadi malas baca.
Semoga sukses selalu n lancar rejekinya🤗🤗🤗 ❤️❤️❤️🤲🤲🤲👍👍👍💪💪💪😘😘😘