Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.
Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.
Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Jalu membuka mata di tengah sebuah lapangan besar yang kosong. Tidak ada bangunan, tidak ada tanda kehidupan, hanya padang rumput luas membentang di bawah langit keabu-abuan. Udara di sekitarnya dingin, dan langkahnya memantulkan suara seperti berjalan di atas logam tipis. Anehnya, setiap kali ia melangkah, suara jam berdetak terdengar dari bawah tanah.
"Kirana? Radit? Siapa pun...?"
Suara yang dijawab hanya gema miliknya sendiri.
Ia menunduk, mencoba memahami tempat ini, lalu melihat sesuatu yang mengejutkan: sebuah buku tebal tergeletak di atas rumput. Sampulnya berwarna hitam dan di atasnya tertulis:
> "KISAH HIDUP JALU — BELUM SELESAI"
Jalu membuka lembar pertama. Di sana tergambar dirinya saat kecil—anak pemalu yang sering membaca buku sendirian di pojok perpustakaan. Ia membalik lagi, menemukan gambar dirinya saat remaja—disalahpahami karena terlalu pendiam, dijauhi karena suka hal-hal yang dianggap aneh.
"Ini semua... masa laluku," gumamnya.
Tiba-tiba, buku itu mulai bersinar dan menampilkan gambar enam sahabat: Kirana, Kezia, Radit, Diriya, Nila, dan dirinya sendiri. Tapi wajahnya... menghilang dari gambar itu.
> "Tanpa kepercayaan dirimu, kamu tak akan pernah menjadi bagian penuh dari mereka."
Jalu menutup buku itu dengan cepat. Tiba-tiba, dari tengah lapangan muncul sosok pria berwajah dingin mengenakan pakaian hitam.
"Kau..." kata Jalu.
"Aku adalah kau, jika tetap menutup kekuatanmu. Jika terus berpikir bahwa kau hanya pelengkap."
---
"Aku... memang bukan pemimpin. Tapi aku membantu mereka. Aku membaca simbol. Aku memperingatkan saat lorong waktu pertama muncul."
"Dan kamu masih meragukan semua itu," jawab bayangan dirinya.
Sosok itu mengacungkan tangan. Dari langit jatuh ribuan lembar kertas berisi perhitungan rumit, peta waktu, dan simbol kuno.
"Ini semua kamu pahami. Tapi tak pernah kamu yakini bisa menyelamatkan siapa pun. Kamu hanya memberitahu. Tapi kamu tak pernah bertindak duluan."
Jalu menggenggam tangannya.
"Itu karena... aku takut salah. Kalau aku salah, mereka bisa celaka."
Bayangan itu tertawa. "Dan jika kau benar tapi diam, mereka juga bisa celaka."
---
Tiba-tiba tanah di bawah Jalu retak. Ia terjatuh ke dalam ruang gelap, lalu muncul di laboratorium tua dengan jam-jam besar menggantung di dinding. Di tengah ruangan, Chrono Box berdiri, rusak dan terbuka. Di dalamnya, bayangan enam sahabatnya terkunci dalam kubus kaca.
"Ini masa depan... jika kau tetap diam," kata bayangan dirinya.
Jalu menatap mereka satu per satu. Wajah-wajah Kirana, Kezia, Radit, Diriya, dan Nila tampak memohon bantuan.
Tangannya bergetar, namun ia maju dan meletakkan telapak tangannya di Chrono Box. Simbol-simbol kuno muncul di sekeliling. Ia mulai membaca:
> Cahaya keenam... pembuka jalan... penyatu waktu...
"Kau tahu semua kode ini. Lakukan sesuatu!" teriak suara Kirana dari dalam kaca.
"Aku... tidak mau hanya bicara. Aku mau bertindak. Aku mau menjadi bagian dari perubahan!"
Ia menutup mata, membaca mantra dari pikirannya sendiri, dan Chrono Box menyala perlahan. Kubus kaca pecah satu per satu, membebaskan sahabat-sahabatnya dalam bayangan.
Sosok bayangannya sendiri bertepuk tangan.
"Akhirnya. Kau tidak lagi hanya penonton."
---
Lorong waktu terbuka kembali. Cahaya biru menarik Jalu ke dalam. Ia terlempar perlahan, dan suara Radit terdengar samar.
"Jal? Kau di sana? Aku dengar kau..."
Jalu tersenyum.
"Aku di sini. Dan aku siap. Kali ini... aku bicara, aku bergerak, dan aku percaya."
bersambung