NovelToon NovelToon
Ceo Cantik Terjebak Cinta Pria Desa

Ceo Cantik Terjebak Cinta Pria Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Beda Usia
Popularitas:16.2k
Nilai: 5
Nama Author: Helliosi Saja

Sebuah insiden kecil memaksa Teresia, CEO cantik umur 27 tahun, menikah dengan Arga, pemuda desa tampan umur 20 tahun, demi menutup aib. Pernikahan tanpa cinta ini penuh gengsi, luka, dan pengkhianatan. Saat Teresia kehilangan, barulah ia menyadari... cintanya telah pergi terlalu jauh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Helliosi Saja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 35

Langit Jakarta sore itu seolah ikut berduka, memayungi penthouse mewah keluarga Adinata dengan awan kelabu. Di dalam, suasana tak jauh berbeda. Sejak sebulan lalu, sejak Arga dibawa pergi ke Swiss, aura di kediaman Adrian adinata dan Linda Adinata terasa memudar. Terutama di kamar Tere. Putrinya itu, Tere Adinata, si CEO muda yang biasanya penuh semangat dan ketegasan, kini lebih sering mendekam di balik pintu, ditemani sepi dan bayangan Arga yang tak kunjung pulih.

Mama Linda sesekali akan mengetuk pintu, membawakan makanan atau sekadar secangkir teh hangat, berharap putrinya mau keluar, menghirup udara segar, atau setidaknya berbicara. Namun, Tere hanya akan menjawab seadanya, pandangannya kerap kali kosong menatap jendela, seolah mencari sosok Arga di balik hamparan kota Jakarta yang tak ada habisnya. Foto Arga yang ditemukan dalam tas nya. satu-satunya pengingat nyata akan keberadaan suaminya ia genggam erat. Kenangan singkat tentang pernikahan dadakan mereka, tentang senyum nya, tentang tatapan mata lugu pria desa itu, semua berputar di benaknya, diselingi penyesalan pahit atas segala cemoohan yang pernah ia lontarkan. “Bocah. Beda derajat. Tidak sepadan.” Kata-kata itu, dulu diucapkan dengan sombong, kini menjelma menjadi belati yang menusuk hatinya sendiri.

Pukul lima sore, bel pintu terdengar nyaring di lantai bawah. Mama Linda tersenyum tipis. Beliau tahu siapa yang datang. Hanya ada dua orang yang masih setia menjadi matahari kecil bagi Tere yang sedang mendung.

“Vina sama Jaka sudah datang, Sayang,” ucap Mama Linda pelan di balik pintu kamar Tere. “Mereka mungkin bisa sedikit menghiburmu.”

Tak lama, terdengar gumaman lirih dari dalam, tanda Tere mengizinkan mereka masuk. Mama Linda tersenyum, berbalik menyambut Jaka dan Vina di ruang tamu.

“Bagaimana Tere, Tante?” tanya Vina, wajahnya tampak cemas. Rambut sebahu Vina yang tertata rapi kini sedikit berantakan setelah seharian berkutat dengan berkas perusahaan Tere. Jaka, di sampingnya, meski mencoba terlihat santai dengan kaus oblong dan celana jins, tak bisa menyembunyikan gurat khawatir di matanya.

“Masih begitu, Vin. Sama seperti kemarin-kemarin. Cuma melamun, tidak banyak bicara,” jawab Mama Linda dengan nada sendu. “Tante jadi khawatir. Kalian berdua, tolong bujuk Tere ya. Ajak dia keluar. Cari udara segar. Tante sama Papa Adrian sudah pusing memikirkan caranya.”

“Siap, Tante!” sahut Jaka sigap, mencoba memasang wajah ceria, namun tatapannya serius. “Tenang saja, Tante. Jaka si penghibur ulung ini akan beraksi!”

Vina mendelik. “Penghibur ulung? Yang ada kamu malah bikin makin gondok, Ka.”

“Eh, Mba Vina ini gimana sih? Aku kan mau bantu,” Jaka pura-pura cemberut. “Mba Tere itu butuh energi positif, bukan aura-aura judes Mba Vina.”

“Kamu!” Vina mengangkat tangannya hendak mencubit Jaka, namun Jaka sudah lebih dulu menghindar sambil tertawa.

“Sudah, sudah kalian ini,” Mama Linda terkekeh pelan. Meski dalam suasana prihatin, tingkah Jaka dan Vina selalu berhasil sedikit mencairkan suasana. “Pergilah ke atas. Mama sudah siapkan cemilan dan minuman. Habiskan saja dulu sebelum kalian bujuk Tere.”

Vina dan Jaka naik ke lantai dua. Suasana di depan kamar Tere terasa berat. Vina mengetuk pelan. “Tere? Ini Vina sama Jaka.”

Beberapa saat hening, lalu pintu terbuka sedikit. Tere muncul, wajahnya pucat dengan mata sembab. Ia mengenakan piyama longgar, rambutnya diikat asal-asalan. Tidak ada lagi kilauan khas seorang CEO di sana.

“Masuk saja,” katanya pelan, suaranya serak.

Vina dan Jaka masuk. Kamar Tere rapi, namun terasa dingin, seolah tak ada kehidupan. Mereka duduk di sofa kecil di sudut ruangan.

“Mba Tere, kamu nggak bisa begini terus,” Jaka memulai, nadanya lebih lembut dari biasanya. “Mba, Arga pasti sedih kalau lihat Mba Tere kayak gini. Udah sebulan lho. Mba Tere kan biasanya kuat.”

Tere menunduk. “Kuat bagaimana, Ka? Dia nggak ingat aku. Keluarganya nggak tahu aku. Aku bahkan nggak tahu dia ada di mana persisnya,"

“Itu gunanya ada kami di sini,” Vina menyambung, suaranya penuh empati. Ia mendekat, mengusap bahu Tere. “Kita akan cari cara, re. Tapi kamu harus bangkit dulu. Kalau kamu begini terus, siapa yang bisa bantu Arga?”

“Betul tuh, Mba Tere. Jangan jadi vampir dong!” Jaka mencoba mencairkan suasana dengan candaan lamanya. “Keluar yuk. Kita ke mana kek, ke mall, ke kafe, ke taman. Cari udara segar. Nanti kalau muka Mba Tere makin pucat, dikira hantu penghuni penthouse.”

Vina menatap Jaka tajam. “Jaka!”

Jaka nyengir tak berdosa. “Ya ampun, Mba Vina. Niatku kan baik. Biar Mba Tere senyum. Betul kan, Mba Tere?”

Tere menatap Jaka. Meski matanya masih sendu, sebuah senyum tipis akhirnya terukir di bibirnya. Senyum yang sudah lama tidak mereka lihat. “Makasih, Ka… Kamu memang selalu bisa bikin aku senyum.”

Vina menghela napas lega. “Nah, kan. Ayo, re. Kita keluar sebentar. Kita cari angin. Kamu butuh ini.”

Setelah sedikit bujukan lagi, Tere akhirnya mengangguk. Dengan langkah lesu, ia berdiri, menuju kamar mandi untuk sekadar membasuh wajah dan mengganti piyamanya dengan pakaian yang lebih layak. Jaka dan Vina menunggu, saling bertukar pandang penuh harapan.

Sekitar setengah jam kemudian, mereka bertiga sudah berada di sebuah kafe bergaya vintage yang tak jauh dari pusat kota. Kafe itu ramai, dihiasi lampu-lampu temaram dan aroma kopi yang menggoda. Tere duduk di dekat jendela, matanya masih menelusuri keramaian di luar, namun sudah tidak sepolos tadi.

Jaka dengan semangat memesankan berbagai macam makanan ringan dan minuman. Vina, di samping Tere, terus mengajaknya berbicara tentang hal-hal ringan di kantor. Perlahan, tawa Tere mulai terdengar, meski masih samar. Jaka berhasil membuat beberapa lelucon garing yang membuat Vina mendelik tapi Tere tersenyum.

“Nah, gini kan enak, Mba Tere. Lihat, hidup itu nggak cuma tentang galau doang. Banyak makanan enak, banyak pemandangan keren,” celoteh Jaka sambil mengunyah kentang goreng.

“Kamu mah, yang penting perut kenyang,” sindir Vina.

“Ya jelas dong. Perut kenyang, hati senang, muka ganteng. Komplit kan?” Jaka membusungkan dada, membuat Vina memutar bola mata.

Tere tertawa kecil. Sedikit beban di pundaknya terasa terangkat. Ia menyadari, dukungan Vina dan Jaka adalah anugerah. Mereka tak pernah meninggalkannya, bahkan saat ia terpuruk seperti ini.

Saat Tere tengah menyesap minumannya, matanya tak sengaja bertemu pandang dengan seseorang yang berdiri tak jauh dari meja mereka, tepat di dekat pintu masuk kafe. Pria itu tampak lebih kurus, namun senyumnya yang familiar masih sama.

Mata Tere melebar. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Rio.

Pria itu, kekasihnya, kini melangkah mendekat, dengan senyum menyesal yang coba ia paksakan.

“Tere?” Suara Rio terdengar ragu, namun ada nada memohon di dalamnya. “Syukurlah aku ketemu kamu di sini.”

Vina dan Jaka langsung melihat arah suara itu. Vina menatap Rio dengan pandangan permusuhan.

“Ngapain kamu di sini?” tanya Vina dingin, tanpa basa-basi.

Rio mengabaikan Vina, matanya lurus menatap Tere. “Tere, aku… aku tahu ini terlambat. Aku tahu aku sudah buat salah besar. Aku menyesal, Tere. Aku sangat menyesal.” Ia mengulurkan tangannya, mencoba meraih tangan Tere yang gemetar. “Aku tahu kamu pasti marah, tapi… beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak bisa hidup tanpamu.”

Tere menatap tangan Rio yang terulur, lalu beralih ke wajah pria itu yang penuh penyesalan atau setidaknya, akting penyesalan. Kilasan perselingkuhan Rio berkelebat di benaknya. Pengkhianatan itu, rasa sakit yang ia rasakan, semua kembali. Namun, anehnya, kali ini rasa sakit itu tidak lagi sedominan dulu. Sekarang, yang ia rasakan justru adalah kemuakan.

Mata Tere beralih dari Rio, Ia teringat Arga. Arga yang polos, Arga yang tulus, Arga yang ia hina. Arga yang sekarang berjuang dengan ingatannya di negeri antah berantah. Penyesalannya pada Arga jauh lebih besar, jauh lebih dalam, daripada kemarahannya pada Rio.

Tangan Tere yang tadi gemetar, kini mengepal kuat di bawah meja. Ia menarik napas dalam, mengumpulkan seluruh kekuatannya.

“Maaf, Rio,” suara Tere terdengar jelas, tegas, dan dingin. Sangat berbeda dengan Tere yang melamun tadi. Ini adalah suara Tere, si CEO. “Sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi di antara kita.”

Wajah Rio tampak terkejut. “Tere, kumohon. Aku tahu aku salah. Aku janji aku akan berubah. Aku akan lakukan apa saja. Aku masih mencintaimu.”

Tere menggeleng pelan, senyum tipis, namun pahit, terukir di bibirnya. “Cinta? Kamu sebut itu cinta, Rio? Setelah semua yang kamu lakukan?” Matanya menatap lurus ke arah Rio, penuh ketegasan yang tak terbantahkan. “Dulu aku bodoh, Rio. Aku terlalu sibuk dengan egoku, dengan hal-hal yang tidak penting. Aku terlalu sibuk dengan mu, mengabaikan seseorang yang jauh lebih tulus darimu. Seseorang yang kini menjadi suamiku yang sah.”

Kata-kata “suamiku yang sah” meluncur begitu saja dari bibir Tere, membuat Rio terkejut bukan main. Jaka dan Vina saling pandang, sedikit terkejut juga dengan penegasan Tere yang blak-blakan.

“Suami? Apa maksudmu?” Rio mengerutkan kening, tidak mengerti. “Kamu… kamu sudah menikah?”

Tere mengangguk, tanpa gentar. “Ya, Rio. Aku sudah menikah. Dan aku menyesal. Menyesal karena dulu aku pernah menghinanya, bilang dia bocah, bilang kami beda derajat. Sekarang, aku baru tahu bagaimana rasanya kehilangan dia yang sebenarnya sangat berharga. Aku tidak akan mengulangi kesalahan itu dengan orang sepertimu lagi.”

Tere menatap Rio dengan tatapan final. Ada kerelaan dalam pandangannya, seolah semua beban masa lalu dengan Rio kini terlepas sepenuhnya. “Pergilah, Rio. Aku tidak punya waktu untuk drama masa lalu. Prioritasku sekarang adalah suamiku. Aku harus membawanya kembali, dan membuatnya mengingat semua tentang kami.”

Rio terdiam, wajahnya pias. Ia tak menyangka Tere akan menolaknya sekeras ini, apalagi dengan pengakuan mengejutkan tentang pernikahan. Tanpa kata-kata lagi, Rio berbalik, melangkah pergi dari kafe itu, menghilang di keramaian malam.

Tere menatap punggung Rio yang menjauh, lalu menghela napas panjang. Beban di dadanya memang sedikit terangkat, namun beban yang lain beban kerinduan dan penyesalan pada Arga masih tetap ada, bahkan terasa lebih kuat. Vina dan Jaka duduk di kursi mereka, menatap Tere dengan takjub dan bangga.

“Mba Tere…” Jaka berbisik, “Kamu keren banget!”

Tere tersenyum tipis. “Aku sudah memutuskan. Aku tidak akan menunggu lagi. Aku harus menyusul Arga. Sekarang juga.”

1
nuraeinieni
aduh arga serasa aq mau benturkan ke tembok kepalamu spy kamu mengingat tere dan pernikahanmu dgn tere.
nuraeinieni
tdk apa2 tere,perjuangan mu tdk akan sia sia,pasti membuahkan hasil yg manis
nuraeinieni
aduh kenapa pake perjodohan,semoga arga cepat mengingat tere
nuraeinieni
sabar tere,pasti nanti arga akan mengingatmu
nuraeinieni
semoga saja arga langsung mengenal tere
nuraeinieni
semoga ingatannya arga pulih
nuraeinieni
akhirnya kebusukan rio terungkap
nuraeinieni
mewek bacanya,,,😭😭😭😭
nuraeinieni
syukurlah terw akhirnya menyadari arga tulus mencintainya
nuraeinieni
baru nyesal tere,,,;semoga arga cepat sadar.
nuraeinieni
semoga aja kamu yg bucin duluan sama arga.
nuraeinieni
wah wah,awas loh tere nytar kamu nyesal
nuraeinieni
wew suami saling ketemu tp masih malu2 dan jaim
nuraeinieni
syukurlah arga dan jaka daoat pekerjaan.
nuraeinieni
rejeku anak sholeh ya arga,langsung dapat kos kosan murah dan jurangan kosan nya baik.
nuraeinieni
bagus tuh arga,kamu merantau ke jakarta sama jaka,siapa tau kalian dpt kerja yg bagus atau kamubida minta tolong sana mertuamu utk carikan lowongan pekerjaan.
Helliosi: makasih kak bantu support nya ya. baru belajar jadi author🤣🙏
total 1 replies
nuraeinieni
syukurlah kalau kamu merasa bersalah tere,gimanapun arga suami yg sah.
nuraeinieni
walaupun kamu tepis tp bayangan pasangan halal tetap terbayang.
nuraeinieni
tetap semangat arga,,,tunjukan kamu juga bisa sukses dgn kerha kerasmu.
nuraeinieni
yg sabar arga,tere butuh waktu waktu,biarkan tere beroikir jernih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!