Marsha Aulia mengira, ia tidak akan pernah bertemu kembali dengan sang mantan kekasih. Namun, takdir berkata lain. Pria yang mengkhianatinya itu, justru kini menjadi atasan di tempatnya bekerja. Gadis berusia 27 tahun itu ingin kembali lari, menjauh seperti yang ia lakukan lima tahun lalu. Namun apa daya, ia terikat dengan kontrak kerja yang tak boleh di langgarnya. Apa yang harus Marsha lakukan? Berpura-pura tidak mengenal pria itu? Atau justru kembali menjalin hubungan saat pria yang telah beristri itu mengatakan jika masih sangat mencintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Rafael Telah Berbohong?
Suara ketukan pada pintu apartemen, membuat Marsha yang baru saja membuka matanya, menghela nafas kasar.
Pasalnya, waktu masih menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit. Siapa yang datang bertamu sepagi ini?
Baru satu kaki menapaki lantai, Marsha teringat dengan Rafael. Apa mungkin mantan kekasihnya itu yang datang sepagi ini?
Ah, dengan cepat Marsha berjalan menuju pintu. Bukan karena sudah tidak sabar ingin bertemu Rafael, tetapi takut jika salah satu rekan kerjanya atau bahkan Chef Robby yang melihat pria itu lebih dulu.
“Aldo.”
Ternyata perkiraan Marsha meleset. Orang yang mengetuk pintu adalah Aldo. Namun, gadis itu juga menarik tangan teman culunnya itu dengan cepat.
“Ada apa, Sha?” Tanya Aldo bingung melihat tingkah Marsha.
Selain menarik tangan Aldo, gadis itu juga menutup pintu dengan cepat. Sehingga membuat mantan pria culun itu terkesiap.
“Nanti ada yang melihat.” Ucap Marsha. Ia kemudian mengambil air putih untuk di minumnya. Sudah menjadi kebiasaan setiap gadis itu bangun pagi, meminum air putih, walau tidak sampai habis satu gelas.
Aldo mengedikan bahu. Ia meletakan sebuah kantong kresek putih di atas meja dapur. Tanpa di persilahkan, pria itu kemudian duduk di atas sofa yang tersedia tak jauh dari tempat memasak itu.
Marsha menatap Aldo dengan tatapan memicing. Merasa tingkah pria itu tak jauh beda dengan atasannya.
“Apa itu?” Tanya Marsha kemudian. Pandangannya terarah pada bungkusan di atas meja.
“Sarapan.” Aldo kemudian melepaskan jas yang ia gunakan. Setelahnya pria itu menyandarkan punggung pada sandaran sofa.
Marsha mengangguk. Ia kemudian memeriksa isi dari kantong itu. Ada dua kotak bubur ayam. Dan Marsha tahu dimana Aldo membelinya.
“Kenapa dua kotak?” Tanya Marsha membawa kedua kantong itu ke tempat Aldo berada. Gadis itu pun duduk sedikit berjarak, agar bisa meletakkan kotak bubur itu di antara mereka.
Tidak ada meja makan. Ruangan apartemen itu akan semakin sempit jika di tambah meja makan di tengah-tengahnya.
“Aku juga belum sarapan, Sha.” Ucap Aldo polos.
Pria itu baru selesai mandi dan berpakaian, ketika Rafael menghubunginya untuk membawakan sarapan untuk Marsha yang sedang tidak enak badan.
“Lalu?”
Aldo menatap gadis itu. Marsha terlihat cantik meski baru bangun tidur. Pantas saja Rafael begitu tergila-gila dengan gadis itu.
“Rafael menghubungiku—
“Oke. Terimakasih untuk sarapannya.” Potong Marsha dengan cepat. Gadis itu pun menyerahkan satu kotak pada Aldo. Ia kemudian membuka miliknya.
“Apa kamu begitu tidak ingin mendengar tentang dia, Sha?” Tanya Aldo yang ikut membuka kotak bubur ayamnya.
“Menurutmu aku harus apa, Al? Membahas kenangan indah yang menyakitkan? Apa ada gunanya? Jika hanya menghadirkan rasa sakit.” Gadis itu melempar pertanyaan balik, sembari mengaduk bubur di dalam kotak.
Aldo menghela nafas pelan. Ia bangkit, berjalan menuju dapur. Ada sebuah kulkas ukuran sedang disana. Pria itu kemudian mengambil satu botol air mineral dari dalamnya.
“Apa kamu memiliki air yang tidak dingin?” Tanyanya dari dapur saat merasa botol yang ia pegang terlalu dingin untuk diminum sepagi ini.
“Ada di atas rak piring.” Ucap Marsha.
Aldo kemudian kembali dengan dua botol air yang tidak dingin.
“Minum dulu.” Ia memberikan botol yang sudah terbuka kepada Marsha.
“Apa perlu aku belikan galon air? Sepertinya, stok air mineral mu sudah sedikit, Sha. Tidak baik jika minum dingin di pagi hari.” Pria itu sengaja mengalihkan pembicaraan. Entah kenapa, ia merasa kasihan jika melihat Marsha bersedih.
‘Sadar, Al. Rafael bisa menghabisimu jika sampai kamu jatuh cinta dengan Marsha.’ Batin Aldo memperingati dirinya sendiri.
“Tidak perlu repot-repot, Al. Aku tidak mau banyak berhutang pada atasanmu.” Ucap Marsha sembari menghabiskan sisa buburnya.
Aldo menggeleng kencang. “Kali ini dari aku. Bukan dia. Murni kemauan aku, Sha. Setelah ini, kita pergi berbelanja. Aku lihat juga stok bahan makanan di kulkasmu sangat sedikit.”
Marsha mencebikkan bibirnya. Namun begitu, ia pun tidak menolak ajakan Aldo.
\~\~\~
Seperti biasa, jika Safa sakit Rafael selalu bekerja dari rumah. Mengingat ruang gerak Sandra yang terbatas, wanita itu tidak akan bisa menangani putri mereka sendirian jika sedang rewel.
“Makan yang banyak.” Ucap Rafael yang sedang menyuapi sang putri sesendok bubur putih.
“Aku tidak suka, papa.” Gadis itu menutup mulutnya. Kepala yang masih tertempel plaster penurun panas pun menggeleng pelan.
“Sedikit saja. Biar nanti, kamu bisa minum obat.” Bujuk Rafael. Tangan pria itu menggantung di udara, sembari memegang sendok berisi bubur.
“Tapi tidak enak, papa. Tidak ada lasanya.”
Rafael menghela nafas pelan. Ia memang meminta asisten rumah untuk membuat bubur putih dengan sedikit garam.
“Kamu makan ya, nanti kalau sudah sembuh, kita makan es krim yang banyak di hotel.” Rafael tidak kehabisan akal. Ia harus bisa membuat sang putri memakan sarapannya.
Namun gadis kecil itu masih saja menutup mulutnya.
“Jangan di paksa, Raf.” Sandra tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
Rafael menghela nafas pelan. “Dia harus minum obat, San.”
“Tapi, Raf—
“San. Jangan biasakan memanjakan Safa. Dia sebentar lagi akan bersekolah. Bersosialisasi dengan teman dan lingkungan barunya. Aku tidak mau dia menjadi manja, karena apa-apa selalu kamu turuti.” Rafael berusaha berbicara dengan tenang. Ia tidak ingin Safa melihat dan mendengar pertentangan diantara kedua orang tuanya.
“Maafkan aku, Raf.” Ucap Sandra lirih.
“Aku tahu kamu menyayanginya, San. Aku juga sangat menyayangi Safa. Tetapi, ada kalanya kita harus tegas agar suatu hari nanti, dia bisa menjalani hidupnya sendiri ketika kita tidak berada di dekatnya.”
Sandra mengangguk paham. Ia kemudian mendekat ke arah ranjang. Melihat itu, Rafael meletakan bubur di atas nakas. Pria itu kemudian membantu sang istri agar bisa duduk di samping putri mereka.
“Tolong suapi dia. Aku mau mandi sebentar.” Rafael menyerahkan mangkok bubur kepada sang istri. Kemudian, pria itu pun keluar dari kamar sang putri, untuk membersihkan diri di kamar pribadinya.
“Kamu makan sedikit ya, sayang. Tidak mau papa marah ‘kan?” Ucap Sandra pada sang putri.
Safa akhirnya mau membuka mulutnya.
Baru dua suapan, sebuah denting ponsel mengagetkan Sandra. Ia melihat ke arah nakas. Telepon genggam milik Rafael tertinggal disana.
Tadinya, Sandra tak menghiraukan. Namun, seseorang sepertinya mengirim pesan beruntun, karena benda pipih pintar itu berdenting beberapa kali.
Dengan lancang Sandra mengetuk layar ponsel itu. Meski menahan rasa cemburu karena wajah gadis lain yang terpampang di layarnya, wanita itu tetap membaca pesan yang di tampilkan oleh pop up aplikasi berbalas pesan.
Terlihat nama Aldo disana. Sandra menekan jendela pesan itu, sehingga ia dapat membaca tanpa perlu membuka aplikasi di dalam ponsel itu.
“Bos. Aku sudah di apartemen Marsha.” Isi pesan pertama.
Dahi Sandra pun berkerut halus.
“Dia juga sudah sarapan.” Pesan kedua dengan sebuah foto kotak bubur yang telah kosong.
“Sepertinya, dia sudah lebih baik dari yang bos katakan kemarin.”
“Apa bos yang membelikan makan malam? Dia hanya makan sedikit.”
Isi pesan terakhir yang juga di sertai foto bungkusan makanan, membuat jantung Sandra berdetak lebih cepat.
Bukankah, kemarin Rafael mengatakan masih di kantor saat dirinya menghubungi pria itu?
Apa itu artinya, Rafael telah berbohong? Dia bersama Marsha kemarin?
mungkin itu jg yg membuat banyak orang tidak bisa hidup damai, karena sakit hati harus dibalas dengan sakit hati jg.. 🤦🏻♂️
.
cerita nya bagus, keren 👍
secangkir kopi buat author ☕