Dear My Ex Husband..
Terimakasih untuk cinta dan luka yang kau beri..
Mario menemukan sepucuk surat dari mantan istrinya sebelum pergi, dua baris kata yang entah mengapa seperti mengandung misteri untuknya..
Mereka berpisah baik- baik bahkan sampai mantan istrinya akan pergi mantan istrinya masih mengungkapkan bahwa dia mencintai Mario..
...
Kebodohan yang Namira lakukan adalah menikmati malam bersama mantan suaminya, hingga Namira menyadari apa yang dia lakukan menyakiti dirinya sendiri.
Apalagi saat mendengar kata- kata dari mantan suaminya..
"Aku harap dia tumbuh, untuk menjadi bukti cinta.." katanya sambil mengelus perut Namira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Figur Impian Juni
Mario harus pergi dan menemui Vano, Rivano. dia sudah berjanji kapanpun dan dalam kondisi apapun Mario akan segera datang jika Rivano menginginkannya, maka hari ini saat Erina berkata Rivano menangis sebab ingin bertemu dengannya, Mario pun segera memacu mobilnya menuju dimana Rivano berada.
Tiba di rumah Mario segera mencari Rivano " Apa yang terjadi..?"
Erina menoleh dan mendapati Mario, lalu menghela nafas lega.
"Sedang datang manja.. dia tak mau meminum obatnya."
Mario menghela nafasnya "Hey boy, apa yang kamu lakukan..?"
Rivano kembali melempar keras mainannya yang berada di rak dan membuat berantakan.
"Mau di gendong papa?" Mario merentangkan tangannya lalu Rivano kecil langsung menyambutnya.
"Mama, jaat.. bibbi jaat.." Rivano marah kepada Mama dan pengasuhnya karena terus memaksanya minum obat, dan Rivano sudah bosan meminum obat terus.
"Apa yang mereka lakukan pada jagoan papa ini?"
Erina hanya bisa menghela nafasnya saat Rivano langsung diam jika sudah bicara dengan Mario, Erina memijat keningnya, Mario meninggalkan pekerjaannya hanya untuk bertemu Rivano, namun dia juga tak bisa berbuat apapun dia tak ingin Rivano kecewa, dan terpuruk, bocah itu memang sangat lengket dengan Mario.
Jika Mario sedang menenangkan Rivano, di tempat lain, Namira beranjak dari ruangan Mario setelah mematung beberapa saat di dalam ruangan Mario, dengan tatapan kosong Namira bangkit tak peduli makana lezat kesukaannya terhidang.
Namira menghela nafasnya lalu berjalan ke arah lift dan turun ke lantai dua dimana kantin berada.
Mengedarkan pandangannya Namira melihat Andre dan Nisa sudah memulai makannya terang saja ini sudah dua puluh menit istirahat jam makan siang jadi tidak mungkin mereka menunggu Namira lebih lama lagi "Aku telat ya.." ekspresi Namira seperti tidak terjadi sesuatu sebelumnya, padahal hatinya sedang berkecamuk penuh kemarahan.
"Eh.. mbak ditungguin dari tadi.."
"Duduk Nam.." Andre tersenyum senang melihat Namira.
"Traktirannya masih berlaku gak nih.."
"Masih dong."
"Kamu mau pesan apa..?" tanyanya lagi, Andre pun segera memesan apa yang Namira inginkan, sambil menunggu pesanan mereka pun mengobrol ringan.
"Mulai deh aku jadi kambing conge..." Nisa mencebik "Untung makanku udah selesai.." Nisa mengusap bibirnya dengan tisu "Mas Andre yang bayar ya!"
Andre cemberut "Iya.. sana." Usirnya.
"Okey, makasih Mbak, kalau bukan karena mbak aku gak mungkin di traktir sama cowok pelit.." Nisa menjulurkan lidahnya ke arah Andre.
Andre mengangkat tangannya "Perasaan aku yang traktir dia kenapa bilang makasih ke kamu.."
"Udah kenapa, perasan kalian bertengkar terus.."
"Dia nya aja yang begitu, Nam. Suka kayaknya liat aku jengkel."
"Jangan galak- galak nanti jatuh cinta." Andre menggeleng.
"Gak akan.."
"Nanti ketulah loh.." Namira terkikik.
"Kamu yang paling tahu aku sukanya sama siapa." Andre menatap Namira yang langsung terdiam "Its okay, Nam. gak masalah tapi selama janur kuning belum melengkung aku masih belum menyerah."
Namira menghela nafasnya "Aku gak layak untuk kamu Mas.."
"Kamu gak tahu aku seperti apa sebenarnya."
Andre hanya mengedik bahu tak peduli, sudah berkali- kali Namira mengatakan itu tapi dia tak peduli, Andre mungkin tak tahu apapun tentang Namira, tapi dari berita yang di dengarnya, Namira adalah seorang janda, tapi apa salahnya jika Namira seorang janda, bagi Andre jika hatinya sudah terpaut, maka semua keburukan pun akan menjadi baik.
Dan Andre tahu, dalam diri Namira tak ada keburukan sedikitpun.
Selama ini dari yang Andre lihat Namira adalah sosok perempuan bijak dan dewasa, rendah hati meski orang tak pernah melihat, tapi Namira selalu membantu meski dengan hal kecil, contohnya Nisa yang mengidolakan Namira.
Namira yang tenang dalam segala situasi, selalu bisa diandalkan jika Nisa menjadi panik dan membuat kesalahan.
Namira menghela nafasnya "Sampai kapan kamu menolak?"
"Sampai kamu menyerah" desis Namira.
Andre mengangguk "Jika begitu aku tidak akan menyerah.."
Namira menatap manik Andre yang juga tengah memperhatikannya dan tersenyum lalu mengusak rambut Namira "Dah, ah. jangan terus mendrama cepat makan, jam makan siang segera selesai.."
...
Mario kembali dan melihat Namira berada di mejanya dia sedang bekerja dengan tenang, tentu saja jam makan siang sudah selesai.
Mario menghela nafasnya dan memasuki ruangannya, dan Mario tertegun melihat di meja sofa makanan yang di sediakan tidak tersentuh, bahkan makanan yang ada di piring Namira, Mario bahkan tahu betul makanan itu tak bergeser seperti tanpa sedikitpun sentuhan, Namira tidak memakannya.
Mario mendudukan dirinya di sofa lalu mulai makan, makanan yang sudah dingin itu, tidak ada Namira tidak apa, setidaknya dia bisa makan di piring Namira, meski belum tersentuh tapi setidaknya Namira pernah berada disana.
Mario bisa melihat tatapan Namira begitu kecewa tadi, tapi tak ada pilihan lain Mario tak bisa mengabaikan Rivano.
Sedangkan Mario sudah berjanji akan datang kapanpun Rivano membutuhkannya, sebuah janji yang ada sebab sebuah perjanjian.
Mario merasakan dadanya terasa perih lalu setitik air mata menetes di pipinya, mengapa sulit sekali ingin meraih kebahagiaannya.
Mario melihat kembali Namira dari dinding kaca, lalu meremas rambutnya frustasi, lagi dia membuat Namira kecewa.
...
Namira melihat Juni yang masih murung sudah empat hari sejak Namira mengatakan ayah Juni sudah tiada, dan anak itu tak juga kembali ceria.
"Setiap hari Juni tidak mau keluar rumah, dan hanya mengintip dari jendela di pagi dan sore untuk melihat Yogi bermain dengan papinya.." hati Namira menceleos mendengar ucapan ibunya.
"Kamu yakin sudah melakukan yang terbaik untuk Juni Nami" Namira bungkam.
"Apakah tidak ada jalan lain?" Namira teringat saat makan siang bersama Mario dan Mario pergi begitu saja saat menerima panggilan dari istrinya.
"Tidak ada Bu.." Namira menunduk, siapa yang tidak sedih melihat putranya terus bersedih seperti itu.
Farida menghela nafasnya "Jika begitu kamu harus hadirkan sosok ayah untuk Juni.." Namira mendongak. "Menikahlah Nami, ibu yakin dari semua pria akan ada yang mau dengan lapang menerima Juni seperti putranya sendiri.."
"Ibu.."
"Berhenti bersikap egois Nami.. jika kamu ingin menutup semua tentang Mario, menikahlah agar Juni bisa memiliki figur impiannya.."
Namira kira semua akan berjalan sesuai dengan rencananya, Juni akan seperti anak lainnya dan lupa akan kesedihan lalu kembali ceria, namun rupanya Juni terus mengingat kemalanganya bahwa dia tak punya ayah.
Begitu inginnya kah Juni memiliki ayah..
Apakah Mami saja tidak cukup..
Hanya beberapa yang Mami tak bisa lakukan selebihnya Mami selalu berusaha ada untuk Juni..
Oh Juni..
Namira meneteskan air matanya, di tatapnya Juni yang terlelap kadang dahinya mengeryit lalu bibirnya tersenyum.
Juni bermimpi, apa yang Juni mimpikan adakah Mami disana.. atau..
Namira mengalihkan pandangannya saat suara ponselnya terdengar, tak ingin membuat Juni terganggu dengan deringannya, Namira segera mengangkatnya.
"Hallo Nami.."
"Ya.."
"Besok hari minggu bisa kita bertemu dan makan di luar.."
...
Like...
Komen..
Vote..
sungguh km mmbagongkn...
g masuk akal bgt km mario....
bakal nyesel km mario... klo tau setelah namira km ceraikan.... trnyata dia mngandung ankmu....