Aqila tidak pernah menyangka hubunganya dengan Alden harus berakhir di tangan sahabatnya sendiri.
Gadis itu melihat dengan mata kepalanya sendiri Alden berhubungan dengan Viona sahabatnya di kamar hotel.
Tidak kuasa menahan sesak di dada, Aqila memilih pergi dari kehidupan Alden.
Namun, apa yang dilihat Aqila tidak sepenuhnya benar. Alden tidak sepenuhnya mengkhianati Aqila, tapi apa daya gadis itu telah pergi dengan membawa kesalahpahaman.
Akankah Alden dapat menyakinkan Aqila? Dan melurusku kesalahpaham yang terjadi?
Novel ini collab bareng SUSANTI 31
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Luka ini Terlalu Dalam
"Jangan terus mengikutiku, Al! Pulanglah ke tempatmu sendiri," tegur Aqila terus berjalan lima langkah di depan Alden, sementara Alden sendiri terus mengikuti Aqila hanya untuk memastikan kekasihnya sampai dirumah dengan selamat.
Aqila telah mengantar Miho sampai di menimarket dengan selamat, dan dia sedang perjalanan pulang.
"Aku tidak akan membuat kekasihku sendirian berjalan di gang gelap seperti ini," sahut Alden. Pria itu mempercepat langkahnya hingga berjalan berdampingan dengan Aqila.
Diraihnya tangan gadis itu untuk dia genggam. "Masih jam 10 malam, apa kau tidak ingin jalan-jalan sebentar?" tawar Alden melirik Aqila sekilas, kemudian kembali menatap fokus ke depan.
Hening, hanya suara derap langkah keduanya yang terdengar di gang sepi tersebut. Sesekali Aqila berusaha melepaskan genggaman tangan Alden, tapi tidak bisa. Genggaman itu terlalu kuat.
Alden sengaja agar Aqila tidak pergi begitu saja. Biarkan orang menganggap Alden gila juga pemaksa, tidak apa-apa asal dia bisa bersama gadis yang dicintainya.
"Aku mengantuk," imbuh Aqila setelah lama terdiam.
"Baiklah, aku akan mengantarmu pulang dengan selamat. Kita besok bisa bertemu lagi," balas Alden dengan senyuman yang membuatnya semakin tampan.
Di tengah-tengah mereka melewati gang sempit, deringan ponsel Alden tiba-tiba terdengar memecah keheningan keduanya. Dengan sigap Alden menjawab panggilan dari asistennya Randy.
"Kenapa kau menelpon malam-malam seperti ini!" gerutu Alden yang jelas di dengar oleh Aqila.
"Maaf Tuan, tapi disini masih jam 8 pagi, jadi saya tidak salah apapun," imbuh Randy.
Karena suara yang terlalu hening, Aqila dapat mendengar suara Randy di seberang telpon. Diam-diam Aqila tersenyum, dia jadi merindukan momen bersama Alden yang sering kali disela oleh Randy karena urusan pekerjaan.
"Kenapa?" tanya Alden.
"Kapan Tuan pulang? Beberapa pertemuan penting tidak bisa diwakili oleh saya."
"Saya pulang tergantung keinginan Aqila, uruslah yang bisa kau selesaikan saja!"
Alden langsung memutuskan sambungan telpon, lalu melempar senyum pada Aqila, bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.
"Ayo!" ajaknya.
Aqila mengangguk patuh dan berusaha mencerna kalimat yang dilontarkan Alden pada Randy tadi.
"Jadi sebesar itu pengorbanan Al ingin membawaku pulang? Dia bahkan rela meninggalkan segudang pekerjaan hanya untuk mencari keberadaanku," batin Aqila.
Hati dan pikiran Aqila kembali berperang, saling memperdebatkan argumen masing-masing. Mungkin jika ini film fantasi, akan ada dua makhluk di sisi tubuh Aqila, seperti sisi baik dan buruk.
"Kenapa diam saja?" celetuk Alden berhasil mengambil perhatian Aqila.
"Ak-aku tidak apa-apa," jawab Aqila mengelengkan kepalanya. Gadis itu mendongak menatap Alden yang tengah fokus pada jalanan di depan, Aqila akan mengalihkannya jika Alden menoleh.
"Katakanlah apa yang ingin kamu katakan Qila! Jangan memendamnya sendirian. Kau masih meragukan cintaku? Kalau begitu katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu mau menerimaku kembali," imbuh Alden yang sadar sejak tadi diperhatikan oleh Aqila.
"Pulanglah, ada banyak pekerjaan yang menunggumu di indonesia!" pinta Aqila akhirnya.
Alden tersenyum, dia menunduk untuk mengecup tangan Aqila yang berada di gengamannya. "Aku sudah berjanji tidak akan pulang sebelum kau ikut denganku!"
"Aku tidak bisa pulang bersamamu Al, entah tapi aku ragu untuk melakukannya," lirih Aqila.
Merasa genggaman tangan Alden melonggar, Aqila segera menarik tangannya dari pria itu. Terlebih mereka telah sampai di depan gedung yang menjulang tinggi.
"Pergilah!" perintah Aqila. "Dan jangan kembali lagi untuk membawaku pulang, karena usahamu akan sia-sia!" imbuh Aqila tetap mempertahankan egonya.
Meski sejak tadi hatinya berteriak ingin kembali dan berlari kepelukan Alden. Namun, apa daya Aqila terlalu takut untuk merasakan luka yang sama untuk kedua kalinya.
Aqila berbalik dan hendak memasuki lobi, tapi tubuhnya membeku. Langkahnya terhenti karena pelukan hangat seseorang yang sangat Aqila rindukan.
"Kalau kamu tidak ingin kembali sebagai Aqila kekasihku, maka izinkan aku untuk merebut hatimu kembali seperti orang baru," bisik Alden menumpu dagunya di pundak Aqila.
"Akan lebih sulit menerima orang baru karena ada masa lalu yang membelengu hati ini sampai trauma dengan makhluk bergelar pria."
...****************...