Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Zahra menatap tas kecil berwarna hitam itu, lalu dia membukanya secara perlahan dan mengambil sebuah buku catatan.
Dia membaca pesan dari Rendra dengan tulisan semrawut karena Rendra menulisnya dengan buru-buru.
Zahra, tolong bawa flashdisk ini ke alamat yang ada di kartu nama dalam tas. Tolong jaga flashdisk itu jangan sampai hilang. Aku percaya sama kamu.
Zahra melihat isi dalam tas itu, ada sebuah kartu nama. "Marko Permana." Lalu Zahra membaca kartu nama itu. "Berada diluar kota. Kalau aku ke sana mungkin sekitar 3 jam baru sampai. Besok pagi-pagi saja aku berangkat ke terminal tapi aku gak punya uang." Zahra menghela napas panjang. Dia baru ingat kalau dia tidak membawa uang.
Zahra melihat lagi isi dalam tas itu mungkin saja ada uang yang bisa dia pinjam. Di dalam tas itu memang ada sebuah flashdisk dan dompet milik Rendra. Dia simpan flashdisk itu di dalam tas lagi setelah melihatnya sesaat lalu dia membuka dompet kulit milik Rendra. Ada 5 atm di dalamnya, SIM, KTP dan kartu lainnya serta 10 lembar uang seratusan.
"Dia memang orang kaya. Aku pinjam dulu saja buat ongkos." gumam Zahra lalu dia membaca KTP milik Rendra. "Rendra Permana? Alamat ini sama dengan alamat yang berada di kartu nama itu, apa itu alamat rumah Rendra yang sebenarnya?"
Zahra kembali menyimpan dompet dan semua barang Rendra ke dalam tasnya. Dia kini duduk di tepi ranjang. Dalam hatinya dia yakin jika Rendra orang baik tapi apa yang sebenarnya terjadi dengan Rendra hingga dia harus ditangkap polisi?
Aku tidak tahu kehidupan kamu yang sebenarnya, tapi Allah selalu memberi petunjuk aku untuk menolong kamu. Semoga kamu memang benar-benar orang baik dan semoga saja Allah segera memberi hidayah untuk kami agar kamu kembali ke jalan yang benar.
...***...
Malam hari itu, Rendra mengobrol di depan sel tahanannya dengan beberapa polisi yang memang sudah mengenalnya.
"Pak Yongki yang menugaskan mereka untuk menangkap kamu," kata salah satu polisi sambil menghisap putung rokok bersama Rendra.
"Pak Yongki? Sial! Dia bersekutu dengan elang hitam." Rendra menghela napas panjang. Dia bisa menebak skenario yang dibuat Elang Hitam dalam permainan ini.
"Pangkat aku jauh di bawah dia, aku tidak bisa berbuat apa-apa bahkan untuk bersuara pasti tidak akan didengar." Pak Umar memang sudah lama mengenal Rendra. Karena dulu Rendra juga pernah terlibat dalam sebuah kasus perampokan tapi Rendra memenangkan kasus itu karena lagi-lagi dia hanya difitnah. Banyak catatan buruk Rendra di kantor polisi tapi Rendra juga salah satu pembantu polisi terhebat karena berhasil menguak persatuan begal dan perampokan. Hidup Rendra memang sangat abu, di antara hitam dan putih.
Rendra kini tertawa miring. "Kita lihat saja, kali ini kedok mereka yang akan terbongkar."
"Aku heran sama kamu. Oke, kamu punya situs-situs penjualan gelap, tapi kamu juga selalu ikut memberantas kejahatan. Kita bisa saja salah menilai kamu. Identitas mafia tapi kehidupan aslinya jauh di bawah standart mafia yang kejam."
Rendra hanya tertawa mendengar hal itu.
"Tapi harus kamu ingat, keadilan di sini sangat sulit. Ketika kamu sudah dicap sebagai penjahat, maka selamanya kamu akan dicap sebagai penjahat." lanjut Pak Umar lagi.
"Tidak apa-apa. Yang penting mereka sudah tidak bisa membuktikan kepemilikan web itu. Tempat perjudian juga sudah aku jual. Semua uang juga sudah aku gunakan untuk kepentingan orang banyak." Rendra kembali menghisap putung rokoknya. Dia kini terdiam dan memikirkan Zahra. Apakah Zahra berhasil memberikan barang bukti itu pada Papanya?
Aku harus menyuruh anak buah aku untuk melindungi Zahra. Tapi... Tidak! Kalau ada orang lain yang tahu barang bukti itu ada di Zahra, aku justru tidak bisa menjamin keselamatan Zahra. Aku harus yakin, Zahra pasti berhasil menyerahkan flashdisk itu pada Papa.
"Bos, minta rokok lah. Bagi-bagi sama kita." kata salah satu tahanan yang ada di penjara.
Rendra membuka bungkus rokok itu, hanya tinggal lima, cukup untuk mereka berlima.
"Nih," Rendra melempar rokok beserta koreknya ke dalam tahanan.
"Kalian ada kasus apa sampai di tahan?" tanya Rendra.
"Mencuri."
"Copet."
"Maling di pasar." jawab mereka satu per satu.
"Kebanyakan mereka yang di tahan di sini dengan kasus pencurian." jelas Pak Umar. "Karena kasus-kasus yang berat dipindah ke lapas pusat. Jika kamu terbukti bersalah pasti kamu juga akan dipindah ke lapas pusat."
Rendra menghela napas panjang. Dia pandangi tahanan yang bertubuh kurus-kurus itu.
"Kalian kenapa mencuri?" tanya Rendra.
Seketika mereka terdiam.
"Sudah hobi mencuri atau memang terpaksa?" tanya Rendra.
"Terpaksa. Karena sekarang sangat sulit mencari pekerjaan." jawab salah satu dari mereka.
"Ya sudah, setelah kalian keluar dari penjara ini, kalian bisa ke perkebunan atau pabrik teh yang ada di bukit, kalian bisa bekerja di sana. Tapi ingat, kalau sampai mencuri lagi kalian tidak hanya masuk penjara tapi kalian langsung aku tembak di tempat."
"Iya bos, terima kasih."
Rendra kembali mengobrol banyak hal dengan polisi penjaga malam hari itu.
...***...
Setelah selesai sholat Subuh, Zahra bersiap untuk pergi ke terminal.
"Bu, saya pergi dulu ya," pamit Zahra pada Bu Titik.
"Iya, hati-hati ya nak. Nanti kalau urusan kamu sudah selesai langsung kembali ke sini."
"Iya, Bu." Zahra mencium punggung tangan Bu Titik lalu dia berjalan keluar rumah dan menuju pangkalan ojek yang berada di dekat pertigaan.
Dia kini naik ojek menuju terminal bus, setelah sampai di terminal dia segera membeli tiket bus. Setelah itu dia masuk ke dalam bus sesuai nomor tiketnya. Menunggu beberapa saat sampai bus itu penuh. Kebetulan dia bersebelahan dengan seorang ibu-ibu. Dia tidak perlu khawatir terjadi hal-hal yang tidak dia inginkan.
Beberapa saat kemudian bus itu mulai melaju. Perjalanan yang dia tempuh selama tiga jam itu tidak terasa bosan karena ibu-ibu yang berada di sebelahnya itu menceritakan banyak hal tentang pengalaman hidupnya.
"Kalau ada waktu kamu bisa mampir ke rumah aku ya," kata ibu itu sebelum turun dari bus.
"Iya Bu, Insya Allah."
Zahra juga berdiri dan turun dari bus. Dia kini berjalan menepi dan mengambil kartu nama yang berada di dalam tasnya tapi saat dia membuka tasnya, tiba-tiba ada yang menjambret tasnya.
Seketika Zahra berteriak dan mengejar pencopet itu.
"Tolong!! Ada copet!!" Zahra terus mengejar copet itu berlari.
Aku harus mendapatkan tas itu kembali karena ini amanah dari Rendra.
💞💞💞
.
Like dan komen ya...
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya