Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 9
Sepeninggalan Fabian, Febi melanjutkan kembali kegiatan mencucinya. Febi mengatur waktu mencuci dan mulai memencet tombol start, lalu meninggalkan tempat mencuci untuk mengerjakan pekerjaan lain.
Febi dan Chandra memang terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah sejak keduanya beranjak abg dengan arahan dari mamah Ria. Mamah Ria ingin membekali anak-anak tirinya dengan life skill, agar mandiri, bukan dengan tujuan untuk menyiksa mereka, seperti gambaran ibu tiri yang menyuruh anak tirinya mengerjakan semua pekerjaan rumah.
Mamah kandung Febi, meninggal saat Febi berusia lima tahun, karena sakit. Tiga tahun kemudian, papahnya menikah lagi dengan mamah Ria. Beruntung meskipun mamah tiri, mamah Ria menerima dan menyayangi Chandra dan Febi seperti anaknya sendiri.
Rumah ternyata sudah rapi dan bersih, sudah dibersihkan oleh Ana.
"Maaf ya ka Ana, aku nggak bantuin bersihin rumah." Febi menghampiri Ana yang sedang menonton televisi bersama yang lain. Papa nggak pergi ke toko, katanya masih cape. Sedang Chandra masih punya cuti dua hari lagi, sebelum kembali ke kota tempatnya bekerja.
"Nggak apa-apa, Feb. Kita semua ngerti, pengantin baru pasti cape, semalaman ngelembur, makanya bangunnya juga kesiangan." Ana menggoda Febi.
"Ih ka Ana, semalam aku nggak ngapa-ngapain ko, langsung tidur." Pipi Febi memerah, menahan malu.
Semuanya menggoda Febi, yang digoda merajuk, dan minta pertolongan dari mamah Ria. Pak Sofyan memberi nasihat Febi, agar bisa menerima pernikahan ini dengan ikhlas, bagaimanapun sudah takdirnya menikah dengan Fabian.
Memasuki waktu siang, mamah Ria mengajak anak dan menantunya untuk mempersiapkan makan siang, hari ini keluarga pak Sofyan ingin full seharian di rumah, quality time keluarga.
Mumpung di dapur, Febi mengeluarkan keahliannya membuat bolu pisang dan puding susu. Febi menuruni bakat mamah kandungnya gemar memasak, dan dari mamah Ria, Febi belajar memasak berbagai jenis masakan.
¤¤FH¤¤
"Nak Fabian belum pulang, Feb? Mamah Ria bertanya, saat Febi hendak ke kamarnya, tangannya membawa baju Fabian yang digantung hanger, sudah disetrika.
"Ada ngabarin kamu, kenapa belum pulang?"
"Febi.. nggak punya nomornya mah." Febi menjawab dengan cengengesan.
"Ya ampun. Kamu nomor suami sendiri ko nggak punya."
"Belum minta, mah. Febi ke kamar dulu ya mah, mau nyimpen ini."
Dari luar terdengar seperti suara mobil berhenti, yang disusul dengan suara salam. Mamah Ria bergegas ke depan untuk melihat tamu yang datang. Ternyata Fabian yang datang dengan kedua orang tuanya.
"Waalaikum salam, lho nak Fabian, kenapa nggak langsung masuk aja. Kaya tamu saja,"
Ibunya Fabian yang melihat penerimaan besannya, tersenyum, keluarga yang hangat.
"Eh ada tamu, mari masuk, pak.. bu. Silahkan duduk!"
Kedua orang tua Fabian, masuk dan langsung duduk setelah dipersilahkan.
"Ini ayah dan ibu Fabian, mah. Langsung ingin berkunjung kemari, setelah Fabian bilang sudah menikah."
"Alhamdulillah, terima kasih sudah berkunjung ke rumah sederhana kami."
"Febinya dimana mah?"
"Febi barusan masuk kamar, baru selesai menyetrika baju nak Fabian."
Ayah dan ibu Fabian langsung melihat ke arah Fabian, tatapannya seolah mengatakan, "Katanya baru menikah kemarin, kenapa sudah ada baju kotor."
"Itu baju kemeja sama celana bekas kemarin, tadi pagi Febi langsung mencucinya." Fabian yang mengerti arti tatapan kedua orang tuanya langsung menjawab.
"Biar mamah panggilkan Febi, dan papahnya juga. Sebentar ya bu, saya permisi ke dalam dulu."
"Iya, bu. Silahkan."
Saat mamah Ria masuk, Fabian keluar rumah lagi, untuk mengambil barang-barang yang tadi dibeli ibunya.
Saat Fabian kembali, ternyata sudah ada papah mertuanya yang sedang mengobrol akrab dengan ayahnya dan Chandra. Fabian memandang heran.
Tak lama keluar Febi dan Ana, yang membawa suguhan minuman dan hasil olahan Febi tadi siang.
Febi duduk di samping Fabian. Ibunya Fabian sejak tadi terus memperhatikan Febi.
"Silahkan diminum pak, bu! Di coba juga bolu sama pudingnya, itu Febi yang buat." Mamah Ria mempersilahkan tamunya untuk menikmati hidangan yang telah disuguhkan.
"Ternyata dunia itu sempit ya, ternyata papahnya Febi itu pemilih toko kain di samping toko kita, di Pasar Manunggal bu." Ayahnya Fabian menjawab rasa penasaran di benak semua orang, karena baru pertama bertemu, keduanya sudah sangat akrab.
"Iya, maaf mas Rasyid, kemarin saya memaksa anaknya untuk bersedia menikahi anak saya."
"Kalau gadisnya secantik Febi, pasti Fabian tak akan menolak. Masih muda, cantik, pandai memasak pula, ini bolunya enak sekali. Menang banyak anak kami, mas Sofyan." Semuanya tertawa mendengar pernyataan pak Rasyid. Suasanapun langsung mencair.
"Alhamdulillah, ternyata nak Fabian anak mas Rasyid, berkurang kekhawatiran kami sebagai orang tua. Bebet, bobot, bibitnya sudah jelas."
Pak Rasyid mengutarakan maksud kedatangannya, untuk bersilaturahmi dengan keluarga besan. Mereka menerima dan merestui pernikahan ini, dan berharap pernikahannya langgeng. Kemudian ibunya Fabian menyerahkan barang-barang yang dibelinya tadi kepada Febi,
"Semoga ini bisa sedikit menggantikan barang-barang seserahan, yang harusnya diberikan kemarin."
Febi menerimanya, dibantu Ana, Febi menyimpan semuanya ke kamarnya. Kedua orang tua Febi senang melihat perlakuan mertua Febi.
"Dan ini, hadiah dari kami untuk pernikahan kalian." Ibunya Fabian menyerahkan kotak perhiasan kepada Febi.
"Jika kurang suka modelnya, datang saja ke toko bersama Fabian untuk menggantinya."
"Nggak apa-apa bu, ini bagus ko, Febi suka."
Mereka berbincang hangat, sementara Febi dan Ana ijin ke belakang, karena akan mempersiapkan makanan untuk makan malam. Hari sudah beranjak malam, tak mungkin untuk tidak menawari orang tua Fabian makan.
Ibunya Fabian sangat terkesan dengan Febi, meskipun usianya masih sangat muda, tapi pandai membawa diri. Sikapnya sopan, mendengar tadi Febi mencuci dan menyetrika baju Fabian, membuatnya menarik kesimpulan, jika Febi sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi mencicipi suguhan yang dihadapannya, ibunya Fabian mengakui jika bolu pisang dan pudingnya sangatlah enak.
Ibunya berharap, semoga Fabian dan Febi panjang jodohnya, dia menyadari, sosok wanita seperti Febi, yang memang dicari anaknya selama ini. Kealfaannya dalam mengurus anak-anaknya dulu, menimbulkan sifat kekanak-kanakan dalam diri Fabian.
Selesai memasak, Febi dan Ana langsung mempersiapkan hidangannya di atas meja. Kemudian mengajak kedua mertuanya untuk makan malam bersama. Kedua orang tua Fabian, tak menolak ajakan makan malam, karena ingin menilai hasil masakan menantunya.
¤¤FH¤¤
Disebuah ruangan yang bercat hijau muda, seorang laki-laki yang usianya masih cukup muda, duduk di atas kursi roda menghadap ke jendela. Pandangannya seolah melihat taman air mancur dihadapannya. Namun jika dilihat lebih dekat, pemuda itu sedang melamun.
Menyesali kebiasaannya mengumbar nafsu dengan bergonta-ganti pasangan membawanya pada petaka yang menghancurkan hidupnya.
Menyesal harus meninggalkan gadis pujaannya di hari pernikahan mereka.
BERSAMBUNG
Alhamdulillah bisa double up 👏👏👏
Terima kasih untuk apresiasinya membaca tulisan ini. Jangan lupa like, vote, subscribe dan bintang lima cerita ini, juga cerita-cerita saya yang lainnya.
MANTAN (PACAR) SAHABAT DAN HARUS MENIKAH LAGI.
Selamat membaca.
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama