NovelToon NovelToon
Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Mengubah Takdir
Popularitas:46.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wafi_Shizukesa

Peristiwa meteorit jatuh yang anehnya hanya bisa dirasakan oleh Yamasaki Zen, seorang pelajar SMA berusia 15 tahun selepas aktivitas belajarnya di sebuah Akademi Matsumoto. Kejanggalan itu membuatnya terkejut dan bingung setelah suara dentuman keras berhasil membuat telinganya kesakitan. Namun anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak merasakan dampak apa pun.

Di suatu tanah lapang di bukit rendah, dirinya melihat kilau meteorit dari kejauhan. Setelah selesai memeriksa meteorit itu, suatu hal absurd, kini ia menemukan sebuah pedang di dalam meteorit yang sesaat sebelumnya lapisan luarnya telah hancur dengan sendirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wafi_Shizukesa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 006. 2

Bagian 3

Setelah cukup lama memeriksa dan mengelilingi sebuah objek yang diduga meteorit temuannya itu.

Mau tidak mau, Yamasaki Zen harus mengakui kebenarannya.

Objek itu memanglah sebuah meteorit.

Untuk memastikannya, terlebih dahulu Yamasaki Zen mengingat-ingat sekaligus menyakinkan dirinya kalau sesuatu hal seperti “skizofrenia” tidak ada di dalam dirinya.

Meski objek tersebut pada awalnya dilihat sebagai sebuah batu yang jatuh dikarenakan sebuah bencana alam tanah longsor. Yah, pada akhirnya semua itu hanyalah ilusi semata. Bahkan sepertinya tanah longsor tidak benar benar terjadi di tempat ini.

Ini adalah fakta tentang meteorit yang jatuh dan mendarat di permukaan bumi dengan meninggalkan segala keabsurdannya.

Untuk ukurannya sendiri sedikit cukup besar dari sebuah mobil karavan.

“Sudah kuduga, ini benar adalah sebuah meteorit! Tidak salah lagi, kawah yang cukup dalam terbentuk tepat di bawahnya, dan hal semacam itu tidak dapat menyangkal kebenarannya… kalau objek ini merupakan sebuah meteorit. Baiklah, hanya satu hal lagi yang perlu di pastikan.”

Yamasaki meletakkan tangan kanannya di pipi, lalu dirinya pun mencubit pipinya dengan kencang.

Niatnya hanya sekadar memastikan kalau ini bukanlah mimpi belaka

“Sakit... ternyata memang bukan mimpi!”

*Kraaakkk.... —tssaastt...*

“Hem…? Suara apa itu?”

Tersadar dengan suara yang terdengar seperti cangkang telur yang retak, lalu kemudian disusul seperti sebuah dinding beton yang rubuh dengan sisaan pasir yang ikut berjatuhan dengannya, tidak ada pilihan, selain dirinya-lah yang harus memeriksanya sendiri.

“Sebuah celah?”

Tepat di sisi lain meteorit, lagi-lagi pikirannya dibuat bingung.

Sebuah celah lubang berukuran sedang terbentuk setelah suara itu.

Yamasaki sangat yakin sekali kalau celah tersebut bahkan tidak ada setelah dirinya memutari dan memeriksa meteorit itu sebelumnya. Bahkan fragmen meteorit yang berceceran di atas tanah membuatnya semakin jelas, Yamasaki lantas mendekati perlahan celah meteorit itu.

Sama seperti halnya seseorang yang baru akan diperlihatkan sesuatu yang baru, atau bahkan jarang orang melihatnya, maka dirinya tidak ingin melewatkan hal tersebut.

Yamasaki Zen mengambil pilihan aman, sebisa mungkin dirinya memasukkan penglihatannya ke dalam celah tanpa sedikit pun niat untuk menyentuh bola meteorit raksasa itu. Di lihat dari ukuran daripada meteorit itu, dirinya hanya bisa berasumsi kalau meteorit itu tidak akan dingin secepat itu setelah berhasil melewati beberapa lapis atmosfer Bumi.

“...!!! Bukankah itu... sebuah pedang...?!!”

Dirinya kembali diperlihatkan suatu hal yang tidak lazim.

Matanya sontak terbelalak terkejut saat diperlihatkan kepadanya sebuah pedang mengkilap berwarna putih ke silver-an dalam suatu ruangan tertutup yang terbentuk dengan panjang pedang kurang lebih satu meter dalam keadaan ujung mata pedang itu yang menancap—menyatu dengan batuan meteorit di bawahnya.

Tidak hanya itu, sebuah objek diduga bola-bola cahaya berukuran kecil dalam jumlah yang cukup banyak berterbangan dan berwarna biru agak sedikit pudar pun tidak luput dari penglihatannya. Ini sama seperti hasil dari reaksi kimia, bioluminescence, yaitu saat udara masuk ke dalam perut kunang-kunang lalu berinteraksi dengan protein luciferin dan enzim bioluminescent. Hasilnya adalah sebuah cahaya indah akan didapatkan.

Objek itu juga tampak berputar mengelilingi pedang tersebut. Lalu tidak lama setelahnya, sedikit demi sedikit, objek itu pada akhirnya menghilang sewaktu-waktu.

Sebuah meteorit yang entah berasal dari mana.

Tiba-tiba saja jatuh dan mendarat di sebuah bukit rendah, berjarak beberapa puluh meter cukup dekat dengan rumahku.

Dentuman besar itu.... apa yang aku rasakan.... semuanya... tidak habis di pikir.

Aku kembali tersadarkan, teringat saat aku masih terfokuskan oleh suara dentuman keras yang telah memekakkan kedua telingaku ini. Tanpa kusadari, kalau semua barang-barang yang ada di dalam kamarku, tidak ikut merasakan efek dentuman yang keras itu.

Buku, komputer, lemari, serta jendela kamarku, sama sekali tidak terdampak saat dentuman itu terjadi dan aku baru menyadarinya saat ini.

—Sebuah pedang...?! Kenapa sebuah pedang ada di dalam meteorit ini? Memangnya, hal seperti itu mungkin ada? Tidak, sudah jelas kalau itu ada! Aku menyaksikannya sendiri dengan mata kepalaku sendiri, bahkan, hal itu sudah berada tepat di hadapanku.

Sesaat setelah berdebat dengan egonya yang lain yang berusaha menolak kenyataan yang terjadi.

Hal absurd seperti itu sudah terjadi.

Cara dirinya berpikir berlandaskan logika memang hampir mustahil menerima fakta yang telah disaksikan. Bahkan sejak dari awal keanehan itu terjadi kepadanya… dirinya merasa takdir telah mempermainkan dirinya.

“Bagaimana ini... apa yang harus aku lakukan? Aku ingin sekali mengambil pedang itu lalu membawanya pulang ke rumahku.”

—Tetapi, tunggu... apa hal semacam itu legal?

“Sial! Sudah tidak ada waktu bagiku untuk ragu, apakah aku akan mengambilnya atau tidak. Lagian juga, sedari tadi aku sudah muak dengan semua keabsurdan ini. Yang penting sekarang, aku akan mencoba menggambilnya terlebih dahulu.”

—Sebisa mungkin, aku tidak akan menyentuh bagian luar meteorit ini.

Saat benaknya bekata demikian, Yamasaki kembali dibuat berpikir mengenai risiko apa yang akan terjadi kepadanya, “mengambil pedang di dalam meteorit yang masih dalam keadaan sangat panas dilapisan luarnya?” saat pertanyaan yang kemungkinan besar kelak akan muncul dalam benaknya. Dia menghentikan tindakannya itu.

“Mungkin akan aku tunggu beberapa saat sampai meteorit ini menjadi dingin.”

***

Cahaya senja mulai redup secara perlahan.

“Aku rasa sudah cukup selama ini.”

Yamasaki membuat kedua tangannya dirapatkan satu sama lain.

Di hadapannya sebuah meteorit besar itu, dirinya lantas memohon izin. Entah kepada siapa izin tersebut akan diterima, “Tuhan?” yah yang penting, Yamasaki Zen sudah se-sopan mungkin untuk “mencuri” barang yang tidak ada satu pun seseorang yang akan mengklaim kepemilikan pedang misterius itu.

“Segala sesuatu yang tercipta, pastilah memiliki pencipta! Aku memohon izin untuk membawa pedang ini ke suatu tempat yang aman untuk sementara waktu.”

Dirinya menyudahi permohonan izin itu, dengan secara hati-hati lantas segera memulai mengambil pedang itu dengan terlebih dahulu memasukkan lengan kanannya secara perlahan ke dalam celah meteorit yang sebelumnnya terbentuk.

“…?!”

Entah kenapa, Yamasaki merasakan hawa yang begitu dingin di dalam.

Untuk sesaat dirinya berpikir kalau permohonan sebelumnya telah terkabulkan secara instan.

Dirinya pun melanjutkan, mencoba untuk mengambil pedang itu.

Saat usahanya dalam menyentuh pedang itu, tiba-tiba saja kakinya tergelincir karena saking jauh jaraknya dari pedang itu. Tubuhnya pun terhempas lalu berakhir bersandar di dinding luar meteorit.

Merasakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, lapisan luar meteorit itu pun seakan sudah dingin berkat permohonannya sebelumnya, mencoba untuk tidak memikirkan apa pun lagi, Yamasaki lantas melanjutkan apa yang menjadi tujuannya saat ini.

“Baiklah, aku rasa sedikit lagi tanganku akan sampai!”

Setelah perkataannya itu, tangan kanannya akhirnya dapat meraih pedang itu.

“!!”

Belum ada satu detik baginya memegang pedang itu, yang kemudian, berujung genggaman tangannya yang dengan cepat dilepaskan. Dan bersamaan dengan itu, sesegera mungkin lengan kanannya dia keluarkan dari dalam celah itu karena suatu alasan.

Alasan itu adalah karena sensasi dingin yang dirasakan menusuk begitu saja melalui telapak tangannya.

Sama seperti halnya batu es yang kau pegang dengan tangan kosong. Namun dengan suhu yang jauh lebih ekstrem. Sensasi seperti itulah yang saat ini dirasakan oleh dirinya.

“Dingin sekali…”

Perkataannya disertai sebuah rintihan, lalu “—Hal absurd kembali aku alami”, benaknya berkata demikian.

Yamasaki kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba untuk tidak menggubris hal tersebut. Dalam diam, dia kembali mencoba melakukannya dengan cepat. Lagi dan lagi, hawa dingin terasa menusuk telapak tangannya.

Menyentuhnya, berusaha mencabut pedang, lalu melepaskannya kembali… aktivitas itu dia lakukan secara berurutan dan berulang. Meski aktivitas yang berulang barusan mendapatkan rasa sakit sampai kepada tangan kanannya yang mengalami mati rasa.

Pedang itu begitu keras untuk dicabut, wajar saja kalau itu dilakukan dengan satu tangan. Di tambah, posisi dirinya dalam usahanya mencabut pedang itu sangatlah dirugikan.

“Keras… sekali lagi!”

Yamasaki seperti tidak ingin menyerah begitu saja.

Selain dari keabsurdan yang dialaminya cukup untuk menguras otaknya, sisi lainnya, kehadiran dari keabsurdan itu begitu dirinya dipenuhi dengan rasa penasaran.

Kini, sudah lebih dari lima menit aktivitas itu dilakukan tanpa henti.

Yamasaki tidak ingin menyerah.

Kemudian, di sisi lain secara bersamaan dan kebetulan tanpa disadari oleh dirinya, pedang dalam genggamannya tiba-tiba saja bersinar memancarkan warna kuning sedikit keemasan berpaduan dengan warna biru.

Entah sudah terhitung kesekian kalinya saat dirinya memulai penarikan pertamanya.

Namun kali ini, perbedaan yang sangat jelas dapat dia rasakan.

*—Tlak.*

Yamasaki begitu mudahnya mencabut pedang yang masih dalam keadaan tertancap sebelumnya.

Saking mudahnya, tangan kanannya langsung terhempas begitu saja sampai membentur langit-langit celah meteorit yang dimasukinya, dan itu terjadi begitu cepat.

“Aw... aw... sakit...!!! Kenapa pedang ini tiba-tiba saja menjadi sangat ringan saat dicabut?”

Yamasaki segera mengeluarkan lengannya dari dalam, meninggalkan pedang itu di dalam, dirinya hanya bisa mengeluh sambil merintih kesakitan akibat benturan yang cukup keras itu.

Di saat kau telah mengumpulkan semua kekuatan di lenganmu, lalu kemudian kau menggunakannya secara on time kekuatan yang sudah kamu kumpulkan sebelumnya. Dan sayangnya, ternyata kekuatan yang seharusnya digunakan tidaklah sebesar yang akan kau lakukan.

Pastinya akan terjadi perubahan gesekan yang besar akan terjadi.

Tidak lama baginya untuk hanyut terbawa rasa sakit.

Meski kontak fisik yang terjadi begitu cepat sebelumnya membuat lengan kanannya menjadi terluka, dirinya lantas melanjutkan untuk mengambil pedang yang masih tertinggal di dalam sana.

“Berat!”

Seakan tidak peduli lagi dengan keabsurdan yang selalu menimpanya, Yamasaki Zen segera mengeluarkan pedang itu dari dalam meteorit.

Suara gesekan pedang itupun turut terdengar bergesekan dengan celah dinding meteorit itu. Dan di akhir, helaan napas pun dia lakukan.

“Syukurlah, akhirnya aku bisa juga mengeluarkan pedang ini. Yah, meskipun cukup berat, tetapi, setelah dilihat lebih dekat sepertinya pedang ini cukup keren juga. Kira-kira pedang apa ya, ini?”

*Wussshh....*

“!!”

Seketika raut wajahnya dibuat terkejut saat mengalihkan fokusnya sesaat untuk melihat objek meteorit itu yang tiba tiba saja menguap. Dan disaat yang sama, perlahan objek tersebut berubah menjadi butiran bijih berwarna putih keabu-abuan dalam jumlah yang banyak.

Seakan tidak ada habisnya keganjilan yang terjadi.

Dirinya hanya memilih untuk diam, selagi dirinya tahu apa yang disaksikannya ialah sebuah keabsurdan lagi.

Hanya saja kali ini, dirinya benar-benar bingung antara harus terkejut atau merasa takjub atas peristiwa absurd yang disaksikannya kali ini.

1
Wafi_Shizukesa
syapp!
Not Found
semangat kak 😊❤️
Ananda
sangat keren dan menginspirasi
Hibr 'Azraq
11, 12 sama si Taewoon wkwkwk.
Hibr 'Azraq
Fufufu, Tidak baik menolak rezeki Zen...
Hibr 'Azraq
Anak pintar....
Wafi_Shizukesa
lah, kamu mampir dong 😅
Hibr 'Azraq
gila novelnya keren..! semangat Thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!