Aku diasingkan layaknya debu tak berarti. Siapa pun yang mencoba mendekati ku, maka mereka ikut terkutuk. Akulah gadis berkacamata empat dengan segala kekuranganku, dan mereka semua menikmati menonton ku yang terkena bully tanpa peri kemanusiaan.
"Hey, Cupu! Tempatmu dibawah sana, bukan di atas bersama kami." seru Sarah di depan seluruh anak kampus.
Penghinaan dan kekejian para pembully sudah melewati batasnya.
"Don't touch Me!" seru Rose.
Tak ada lagi hati manusia. Semua hanyalah jiwa kosong dengan pikiran dangkal. Buta, tuli, dan bisu. Yah, itulah kalian. ~ Rose Qiara Salsabila.
Wanita berkacamata empat dengan julukan cupu sejak menapaki universitas Regal Academy itu berjuang mencari ketulusan seorang teman. Hingga pembullyan para teman seuniversitas membangkitkan jati dirinya.
Siapa sangka si cupu memiliki dunia lain di balik kepolosannya. Bagaimana cara Rose menghukum para pembully dirinya? Apakah ada kata ampun dan maaf dalam kamus hidup Rose?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asma Khan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: PECUNDANG
Penampilan yang kacau dengan luka lebam di kedua pipinya. Sudah pasti ada yang tidak beres. Sekilas Rose melirik ke depan. Benar, di depan sana ada geng cantika berdiri tak jauh dengan sikap arrogant serta senyuman jahat. Tangan yang masih terulur ditarik kembali.
"Apa kamu mau sok pahlawan?! Semua ini hanya karena ULAH MU! Kami menderita karenamu!" Gadis itu membentak Rose tanpa rasa takut, sedangkan yang dibentak justru tersenyum manis.
Rose mengalihkan tatapan matanya. Langkahnya meninggalkan gadis korban bully, dan mendekati geng cantika. Senyuman memikat dengan ketenangan netra biru lautnya membius menyebarkan aura dingin. Tidak ada rasa takut, apalagi keraguan. Hingga langkah gadis itu mengikir jarak yang menyisakan satu meter dari tempat tiga gadis anggota geng cantika berdiri.
"Wah, ada yang menawarkan diri untuk....,"
Rose mengangkat tangannya, membuat Dela teterkesip hingga terdiiam. Kemudian jentikan jarinya menjadi pusat perhatian para mahasiswa yang menyaksikan semua itu dengan detak jantung marathon.
"Satu kata cukup menggambarkan diri kalian. PECUNDANG!" Rose tersenyum devil menatap semua anggota geng cantika yang melotot tidak percaya. "HINAAN, RASA TAKUT, TINDAKAN, TANGGUNG JAWAB. APA KALIAN MEMAHAMI ITU? MULAI DETIK INI, AKAN KU TUNJUKKAN APA ITU RASA TAKUT."
Rose berputar menatap ke seluruh ruangan sepanjang netranya bisa melihat wajah-wajah dari para mahasiswa. "Kalian semua BUTA? Atau harus menunggu mereka membunuh di depan mata kalian?"
"AKU TIDAK PEDULI KALIAN MEMBENCIKU ATAU MENDUKUNGKU, TAPI INGAT SATU HAL. SETIAP RASA SAKIT PARA KORBAN BULLY, KALIAN SEMUA IKUT BERTANGGUNG JAWAB!"
Rose kembali menatap geng cantika yang seperti tersudut dengan setiap kata-kata darinya. Sementara para mahasiswa hanya bisa menunduk, termasuk gadis yang menghina bantuannya.
"SEORANG PECUNDANG, AKAN TETAP MENJADI PECUNDANG!" Ucap Rose mengakhiri ultimatum darinya untuk semua orang.
Sarah melihat semua mata diam-diam menatapnya. Meskipun tidak secara langsung. Tetap saja itu menambah rasa geram dihati. Terlebih lagi gadis sok cantik di depannya berani sekali memanggil dengan panggilan pecundang. Tanpa kata pembelaan. Ia berjalan meninggalkan tempat keributan diikuti Dela dan Prita.
Rose hanya menatap dingin kepergian geng cantika. Niat hati ingin ke perpustakaan lenyap sudah. Mood baik berubah hancur hanya karena satu tindakan tindakan tak bertanggung jawab dari para mahasiswa. Tiba-tiba saja sebuah tangan memegang lengan kanannya, membuat ia berbalik untuk melihat siapa yang berani menyentuhnya.
"Maafkan, Aku." ucap gadis yang tadi menghina Rose, permintaan maaf itu memang tulus dan terlihat dari sorot mata penyesalannya.
Rose melepaskan tangan gadis itu, lalu mengangkat dagu si gadis agar berani menatap matanya. "Maaf? Katakan itu pada dirimu sendiri! Kamu tidak bersalah padaku. Ku harap kamu paham apa maksudku. Permisi."
Rose memilih meninggalkan semua sorot mata yang terarah padanya, dan kembali memasuki kelas dengan langkah pasti. Sementara di tempat lain, tepatnya di dalam kamar mandi. Kepalan tangan seorang gadis yang kini menatap cermin benar-benar merah menahan amarah. Setiap kata yang keluar dari musuhnya menancap tepat di jantung.
"Sar, tenang ya....,"
"WHAT'S? Apa kamu tidak dengar, si cupu memanggilku PECUNDANG?!" Sarah menggenggam kedua tangannya erat. "Aku bukan pecundang. Lihat saja apa yang bisa aku lakukan. Kali ini tidak ada ampunan."
"Aku ada bersamamu. Ayo kita buat si cupu jera bersikap sok pahlawan. Bagaimana?" sambung Dela disambut anggukan kepala Sarah, tapi tidak dengan Prita.
"Sekali saja dengarkan aku. Jangan lakukan apapun. Please, Qia bukan gadis cupu yang kita bully dulu. Hentikan semua ini, bukankah kita harus fokus dengan pemilihan dan demo....,"
Plaak!
Rasa panas di pipi kiri gadis blasteran itu. Tak sebanding dengan rasa terkejutnya. Satu tamparan keras yang menyentuh, benar-benar menghancurkan sisa rasa persahabatannya. Tatapan mata kecewa dilayangkan Prita, sedangkan yang ditatap melengos mengalihkan wajah tanpa penyesalan.
"Terserah kalian. Mau bermain api atau menyerah. Aku peringatkan sekali lagi, Qia bukan SI CUPU." Ucap Prita dan memilih meninggalkan kedua sahabatnya di dalam kamar mandi.
aku baca ulang lagi deh
maaf saya pembaca pendatang baru 🙏
dan akhirnya aku susah memahami....
sadis banget sampai memakan korban jiwa 😢😢