Aina Cecilia
Seorang gadis yatim piatu yang terpaksa menjual keperawanannya untuk membiayai pengobatan sang nenek yang tengah terbaring di rumah sakit. Tidak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh saat ini. Gajinya sebagai penyanyi kafe tidak akan cukup meskipun mengumpulkannya selama bertahun-tahun.
Arhan Airlangga
Duda keren yang ditinggal istrinya karena sebuah penghianatan. Hal itu membuatnya kecanduan bermain perempuan untuk membalaskan sakit hatinya.
Apakah yang terjadi setelahnya.
Jangan lupa mampir ya.
Mohon dukungannya untuk novel receh ini.
Harap maklum jika ada yang salah karena ini novel pertama bagi author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GBTD BAB 16.
Siang harinya, Arhan tengah berada di luar menyelesaikan administrasi. Setelah semua beres, dia kembali ke ruangan Aina.
Namun saat membuka pintu, dia tertegun melihat Bastian sudah ada di dalam sana. Bastian tengah duduk di sisi ranjang menggendong putranya. Dia dan Aina tampak akrab satu sama lain.
Arhan mengepalkan tangannya erat, dia marah dan cemburu melihat kedekatan Aina dengan Bastian. Jika saja tidak memikirkan Aina, entah apa yang akan dia buat kepada Bastian saat ini juga.
"Ehemmmmm,"
Arhan mendeham, hal itu membuat Aina dan Bastian terkejut dan menoleh ke arah pintu bersamaan.
Arhan melangkah menghampiri Aina, sorot matanya sangat tajam bak pisau yang siap menghunus jantung.
"Arhan, kamu dari mana?" sapa Bastian.
"Aku dari luar mengurus administrasi, siang ini Aina sudah boleh pulang." jawab Arhan.
Arhan sebenarnya kesal, namun dia berusaha menahan dirinya. Dia tidak boleh melepaskan kemarahannya di depan Aina.
"Lanjutkan saja obrolannya! Aku mau mengemasi barang Aina dulu." ucap Arhan, kemudian menyibukkan dirinya.
"Kebetulan aku juga mau pamit, aku sudah melihat baby kalian. Selamat ya,"
Bastian memberikan baby mungil itu ke tangan Aina, lalu meninggalkan ruangan terburu-buru. Dia tidak ingin kehadirannya menjadi masalah untuk Aina dan Arhan.
Setelah Bastian menghilang, Arhan duduk di samping Aina sembari menatap buah hatinya.
Entah kenapa hatinya tiba-tiba gelisah memikirkan kedekatan Aina dan Bastian.
"Apa yang dia katakan?" tanya Arhan ingin tau.
"Tidak ada, Bastian hanya ingin melihat keponakannya saja. Memangnya kenapa?" jawab Aina.
Arhan menghela nafas panjang dan membuangnya kasar, kemudian mengusap kepala Aina lembut.
"Apa kamu yakin tidak menyukai Bastian?" tanya Arhan dengan tatapan tak biasa, dia masih sangsi dengan itu.
"Apa maksudmu?" tanya Aina menautkan alisnya.
"Tidak, aku cuma bertanya." jawab Arhan.
"Pertanyaan mu tidak masuk masuk akal. Jika aku menyukainya, sudah sejak dulu kami menikah." ketus Aina.
"Sssttt, jangan marah sayang! Aku hanya bertanya." ucap Arhan, lalu menyentuh pipi Aina gemas.
"Bertanya apanya seperti itu?" gerutu Aina dengan bibir manyun nya, lalu memalingkan wajahnya.
"Sudah sayang, jangan marah lagi! Jika kamu seperti ini, aku ingin sekali melahap bibirmu itu. Aku tidak tahan melihatnya." goda Arhan, wajahnya semakin dekat dengan bibir Aina.
"Dasar mesum! Apa otakmu sudah tidak sehat?" umpat Aina kesal, kemudian mendorong wajah Arhan agar menjauh.
Arhan terkekeh melihat reaksi Aina. Dia mengecup bibir ranum itu, kemudian melu*matnya lembut. Aina terpaku menerima sentuhan itu.
Aina hampir saja terbawa suasana. Saat menyadarinya, dia bergegas memalingkan wajahnya. Jantungnya berdegup kencang tak menentu.
"Maafkan aku Tuan, hubungan ini tidak benar. Jangan melewati batasan mu!"
Aina meninggikan nada bicaranya, dia bingung harus bagaimana menghadapi sikap Arhan yang selalu berupaya mendekati dirinya.
"Apanya yang tidak benar? Aku sudah memilihmu sayang, tolong jangan ragukan keseriusan ku padamu!"
"Satu hal lagi, berhentilah memanggilku Tuan!" pinta Arhan.
"Tapi aku tidak bisa, tolong mengertilah! Kamu dan aku jauh berbeda, aku tidak ingin menjadi beban mu. Aku...,"
"Mmm,"
Arhan kembali mengecup bibir ranum Aina dan melu*matnya dalam. Hal itu membuat Aina sesak, Arhan tidak memberinya kesempatan untuk mengelak.
"Jika kamu tidak bisa melakukannya demi aku, setidaknya lakukan demi baby kita!"
"Aku menyayangi kalian berdua, aku ingin menjaga kalian, menebus semua waktu yang terbuang selama ini."
Arhan memeluk keduanya dan bersandar di pundak Aina. Dia benar-benar nyaman berada diantara Aina dan buah hatinya.
"Percayalah padaku, aku sudah berubah. Aku bukan Arhan yang dulu lagi, beri aku kesempatan untuk membuktikannya pada kalian!" pinta Arhan memohon.
Aina menghela nafas berat, kemudian membuangnya kasar. Dia ingin sekali mempercayai kata-kata Arhan, namun hatinya masih ragu.
"Entahlah, aku tidak pernah berpikir sampai ke situ. Biarkan semua mengalir begitu saja!"
Aina mendorong kepala Arhan dari pundaknya dan menyibukkan diri dengan baby nya. Membuat Arhan terdiam tanpa kata.
………………
Pukul 3 sore, mobil yang dikendarai Hendru sudah terparkir di depan sebuah apartemen mewah.
Aina tercengang melihat sekelilingnya, dia menatap Arhan yang masih duduk di sampingnya memangku sang baby.
"Kenapa berhenti di sini? Ini bukan apartemen ku." gumam Aina bingung.
"Memang bukan, lalu kenapa?" jawab Arhan sembari tersenyum.
"Kenapa?" Aina semakin bingung mendengar jawaban Arhan.
"Ayo turunlah, jangan banyak tanya!" ajak Arhan, kemudian turun lebih dulu dari mobilnya.
Arhan memberikan baby nya kepada seorang baby sister yang sudah menunggu di luar. Kemudian membukakan pintu untuk Aina.
Aina yang masih bingung, terpaku untuk sesaat. Saat hendak turun, Arhan dengan cepat meraih pinggangnya dan membopongnya dari mobil.
"Apa yang kamu lakukan? Cepat turunkan aku, aku bisa jalan sendiri!" ketus Aina sembari menekuk wajahnya. Dia malu dilihat orang.
"Sssttt, jangan banyak bicara! Atau aku akan mencium mu di tempat ini!" gertak Arhan dengan tatapan mesumnya.
Aina melotot kan matanya kaget, dia benar-benar geram melihat sikap Arhan. Namun apa boleh buat, dia terpaksa menurut dan mengalungkan tangannya di leher Arhan.
Arhan tersenyum memandangi wajah Aina yang begitu dekat, kemudian mengayunkan kakinya ke dalam apartemen. Hendru dan baby sister ikut menyusul di belakangnya.
Sesampainya di dalam apartemen, Arhan dan Aina tercengang melihat ruangan yang sudah dihias sedemikian cantik.
Aina tersenyum menatap wajah Arhan, dia tidak menyangka Arhan bisa melakukan semua ini untuk menyambutnya dan baby mereka.
"Kenapa melakukan semua ini?" tanya Aina.
"Ini belum seberapa, aku akan melakukan apapun untuk kamu dan baby kita. Asalkan kalian tetap berada di sisiku selamanya." jawab Arhan, kemudian mengecup pucuk kepala Aina dengan sayang.
Aina terenyuh dengan mata berkaca-kaca, perasaannya semakin kacau tak menentu. Baru kali ini dia diperlakukan istimewa oleh seorang pria. Pria yang sudah membuatnya menjadi ibu untuk anak mereka.
Arhan membawa Aina ke dalam kamar, lalu membaringkan nya di atas tempat tidur. Hendru menyusul dan meletakkan barang Aina di sana. Sang baby sister pun menaruh baby mereka di dalam box bayi.
Setelah Hendru dan baby sister berlalu meninggalkan kamar, Arhan duduk di sisi ranjang sembari menatap wajah Aina penuh cinta.
"Mulai hari ini kalian berdua adalah tanggung jawabku, aku yang akan memenuhi semua kebutuhan kalian. Setelah masa nifas mu selesai, menikahlah denganku!" pinta Arhan, dia mengusap kepala Aina dan mengecupnya lembut.
"Jangan terburu-buru mengambil keputusan! Aku tidak pantas untukmu, diantara kita banyak perbedaan." jawab Aina lirih.
"Aku tidak peduli, aku hanya ingin bersamamu. Kita akan melewati semua ini bersama-sama." ucap Arhan.
"Tapi...,"
"Cukup sayang, jangan mencari alasan terus! Keputusanku sudah bulat, aku tidak mau mendengar penolakan lagi!" tegas Arhan.
"Terserah kamu saja,"
Aina menghela nafas panjang, lalu membuangnya kasar. Tidak ada gunanya berdebat, dia akan tetap kalah melawan Arhan.