Lintang Anastasya, gadis yang bekerja sebagai karyawan itu terpaksa menikah dengan Yudha Anggara atas desakan anak Yudha yang bernama Lion Anggara.
Yudha yang berstatus duda sangat mencintai Lintang yang mengurus anaknya dengan baik dan mau menjadi istrinya. Meskipun gadis itu terus mengutarakan kebenciannya pada sang suami, tak menyurutkan cinta Yudha yang sangat besar.
Kenapa Lintang sangat membenci Yudha?
Ada apa di masa lalu mereka?
Apakah Yudha mampu meluluhkan hati Lintang yang sekeras batu dengan cinta tulus yang ia miliki?
Simak selengkapnya hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Getaran aneh
Ruangan luas yang awalnya kosong itu kini disulap menjadi istana yang unik dan indah. Ratusan balon warna-warni menggantung di setiap sudut. Beberapa model patung robot menjadi penjaga tempat itu. Seperti keinginan sang buah hati, Yudha mengabulkan permintaan Lion yang akan merayakan ulang tahun ke lima itu dengan meriah. Berbagai hadiah pun sudah disiapkan untuk menyambut hari bahagia Lion.
Sepulang dari kantor, Yudha langsung menuju tempat itu. Menunjukkan pada Lion jika semua sudah siap sesuai keinginannya.
Sekali memandang, mata bocah itu sudah terpana. Dikelilingi robot besar-besar membuatnya membuat wajah bocah itu berseri-seri. Seolah-olah ia berada didunia robot yang sering ia tonton.
"Apa ini boleh dibawa pulang, Pa?" tanya Lion polos, menyentuh patung spiderMan yang ada di samping pintu masuk.
"Boleh dong. Nanti bisa dipajang di kamar Lion," jawab Yudha sembari memanggil beberapa orang yang masih sibuk merapikan dekorasi.
"Andreas, kamu siapkan bayaran mereka. Jangan sampai kurang!" titah Yudha pada sang asisten.
"Baik, Pak."
Setelah mendapatkan jawaban dari Andreas, Yudha mengikuti langkah kecil Lion yang menyusuri setiap hiasan di ruangan itu. Tak ada kecacatan sedikit pun, semua sempurna.
"Sekarang Lion ingin kado apa lagi?" tanya Yudha.
Lion menghentikan langkah. Wajahnya menunduk dengan kedua tangan terpaut. Ia tahu permintaannya ini pasti tak semulus saat meminta membelikan sesuatu. Harus ada drama jika ingin dikabulkan. Semua sudah ia miliki, hanya satu yang saat ini menjanggal di dalam hati.
"Lion, kamu dengar papa, kan?" ulang Yudha mendongakkan wajah Putranya.
"Apa papa akan mengabulkan permintaanku?" tanya Lion penuh harap.
"Demi kamu, apapun akan papa lakukan, katakan! Lion pengen apa?"
"Nanti pas tiup lilin Aku pengen di temani tante cantik."
Merasa tertipu oleh putranya sendiri. Yudha mengendurkan dasi yang mencekik lehernya. Untuk yang kesekian kali permintaan Lion membuatnya bingung. Banyak yang bisa ia berikan, namun permintaan Lion terdengar sangat sulit.
"Kenapa harus tante cantik? Kan bisa sama mama." Yudha mencoba mengingatkan Lion pada mamanya. Dan sepertinya akan lebih mudah daripada harus meminta Lintang untuk hadir.
Lion menggeleng pelan.
"Mama sibuk, Pa. Dia tidak punya waktu untukku. Aku maunya tante cantik." Menggoyang-goyangkan lengan Yudha. Mendesak sang papa untuk mengabulkan lagi satu permintaannya.
Ia harus menjatuhkan egonya, menyingkirkan rasa ragu, demi putranya harus siap apapun termasuk membujuk Lintang untuk datang.
"Baiklah, papa akan bicara dengan tante cantik."
Yudha merogoh ponsel dari saku jas lalu menghubungi Lintang. Meskipun tidak yakin akan dipenuhi, setidaknya mencoba.
Tersambung, beberapa menit kemudian, Lintang mengangkat sambungannya.
"Halo, Assalamualaikum." Suara serak dan pelan dari seberang telepon menyapa.
Yudha menjawab dengan suara lirih. Entah kenapa, setiap bicara dengan Lintang hatinya merasa sejuk bak tersiram air es.
"Pak Yudha, ada apa?" tanya Lintang tanpa basa-basi, menahan kepalanya yang terasa pusing.
Namanya dipanggil saja sudah membuat hati Yudha berbunga-bunga.
"Lion ingin bicara dengan kamu," ucap Yudha menyerahkan benda pipihnya pada Lion.
Lintang tersenyum mendengarkan itu, namun juga takut, takut Lion meminta sesuatu yang tak bisa ia kabulkan.
Bukan suara sapaan lembut yang Lintang dengar, namun suara tangis kecil yang menyambutnya. Lintang juga mendengar suara Yudha nampak kesusahan saat membujuk Lion.
"Lion, Sayang." Terpaksa Lintang membuka suara sedikit lantang. Meredakan tangisan Lion yang tadinya keras.
"Ada apa? Tante di sini," sapa Lintang untuk yang kedua kali.
Panggilan teralihkan Video call.
Lintang bersusah payah bangun, merapikan rambutnya yang acak-acakan lalu menyandarkan punggungnya di headboard. Mengarahkan layar ponsel tepat di wajahnya. Siap menatap wajah Lion meskipun dari jauh.
"Hai… '' Lintang melambaikan tangan. Benar tebakannya, pipi Lion memerah dengan mata yang masih di genangi cairan bening. Dadanya kembang kempis karena sesenggukan.
"Tante cantik kenapa ninggalin Lion," ucapnya tersendat.
Hati Lintang tersayat. Teringat dirinya saat ditinggal oleh orang yang disayangi, sakit tak berdarah.
Bagaimana aku bisa melakukan ini pada Lion, jika aku membalas dendam, itu artinya aku sama seperti mereka, jahat.
Mata Lintang berkaca. Mengusap layar ponselnya sendiri. Ingin memeluk dan mendekap tubuh mungil itu, namun tidak bisa, dua hari tidak bertemu seakan berbulan-bulan, hatinya saling tersangkut hingga sama-sama merasa kehilangan.
"Maafkan tante, Sayang. Tante janji akan menemui Lion, tapi tidak untuk sekarang." Suara Lintang sedikit tertahan saat rasa pusing kembali menyeruak.
"Besok hari ulang tahun Lion, tante harus datang dan temani Lion."
"Benarkah? Baiklah, sebagai tanda minta maaf, tante akan datang. Tapi tante nggak bisa beliin kado untuk Lion." Kata Lintang jujur. Uangnya terbatas, pesangon dari kantor cukup untuk biaya hidup satu bulan, sedangkan ia pun belum melamar kerja lagi. Harus mikir-mikir jika ingin membeli sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan.
Yudha hanya bisa diam. Percakapan Lintang dan Lion menghiasi telinganya, ingin sekali ikut menyahut, tapi apa daya, ia ragu, pasti Lintang akan marah.
"Gak papa, asalkan tante datang aku sudah senang. Lihat lah! Semua sudah siap." Lion menggeser ponselnya, memperlihatkan tempat yang akan menjadi saksi acara Lion, besok.
Lintang terus memuji keindahan tempat itu, dan akhirnya Lion tertawa melupakan tangisnya.
"Jangan dimatikan dulu!" pinta Yudha mengambil alih ponsel dari tangan Lion.
Lintang melengos, menatap ke arah lain. Ia tak ingin bertatapan langsung dengan Yudha, takut keceplosan yang akan membongkar semuanya.
"Terimakasih, Kamu sudah mau memenuhi permintaan Lion. Sekarang katakan! Apa yang kamu minta?"
"Saya tidak minta apapun."
Yudha mendekatkan ponsel di wajahnya, menatap wajah Lintang dengan intens.
"Kamu sakit, Lin?" tanya Yudha antusias.
"Bukan urusan kamu," jawab Lintang ketus.
Namun, itu yang membuat Yudha kagum. Sikap Lintang yang sangat dingin membuatnya ingin mengenal lebih jauh. Terus meraba, bagaimana perasaan Lintang yang sebenarnya. Keangkuhannya membuktikan jika Lintang adalah gadis luar biasa yang tak pernah tertarik dengan uang. Ketangguhannya menunjukkan, jika ia adalah gadis yang bisa berdiri tanpa sandaran.
Hening
Lintang meletakan ponselnya yang masih tersambung itu di meja, sedangkan Yudha fokus pada pipi Lintang yang terlihat sebelah, meski begitu, ia masih bisa melihat kecantikan di wajah gadis itu.
"Saya kira sudah cukup, silahkan bapak matikan teleponnya. Kirim alamat tempat ulang tahun Lion, tapi mungkin saya akan sedikit terlambat," ucap Lintang mencairkan suasana.
Yudha bergeming. Ia menikmati sajian yang membuat lelahnya hilang. Hingga akhirnya Lintang yang memutus sambungan nya lebih dulu.
Yudha menempelkan telapak tangan di dadanya. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ada getaran aneh yang tiba-tiba membuat sekujur tubuhnya tercekat.
Apa ini?
"Pak Yudha…"
Suara berat Andreas membuyarkan lamunan Yudha, yang membuat pria itu salah tingkah.
"Ndre, kamu cari alamat Lintang, besok aku sendiri yang akan menjemputnya."
Andreas mengangguk tanpa suara.
🤡 lawak kali kau thor