Menikah Demi Papa

Sementara itu ditempat lain, Bryan baru terbangun dari tidur. Dia mengucek kedua mata dan duduk ditepian kasur sebelum beranjak ke kamar mandi. Tiba-tiba dia teringat mimpi tadi malam.

"Aneh, kenapa aku memimpikan gadis itu. Dan di dalam mimpi itu bagaimana mungkin aku begitu intens memandang wajahnya, mencumbunya bahkan sampai --."

Belum sampai Bryan melanjutkan kalimatnya, pintu kamar sudah diketuk.

tok tok tok

"Kak Bryan bangun. Daddy menunggu kakak diruang kerja." Ucap Shera tatkala saat itu baru selesai berolah raga dihalaman belakang.

"Ya, kakak akan segera kebawah." Sahut Bryan sambil menyingkirkan bedcover berwarna biru miliknya.

Saat hendak ke kamar mandi, dia menatap wajahnya di depan cermin dan bayangan mimpi semalam sekelebat muncul kembali.

"Apa aku sudah gila! Stop Bryan, jangan lagi kamu mengingat kembali mimpi semalam. Gadis itu tidak pantas untuk kau ingat, hanya Eliza yang pantas kau mimpikan!" Ucap Bryan sambil menepuk kedua pipinya.

Bryan berjalan menyusuri walk in closet berwarna biru-putih miliknya kemudian masuk ke kamar mandi, melepas seluruh pakaian yang menempel, menyalakan keran shower dan langsung mengguyur seluruh tubuhnya.

"Tubuhku terasa segar kembali setelah mandi air dingin." Gumam Bryan di sela-sela ritual mandi pagi.

Setelah selesai mandi, Bryan menuju walk in closet memilih pakaian yang akan dia pakai. Dia memilih kaos lengan pendek berwarna biru dan celana jeans berwarna putih, mengeringkan rambutnya dengan handuk.

tap tap tap

Satu per satu Bryan menuruni anak tangga dan ketika hendak mencapai anak tangga terakhir dia melihat Ayunda sedang membolak-balik majalah fashion kesukaannya.

"Pagi mom." Sapa Bryan sambil mencium pipi Ayunda.

"Pagi juga Ry. Tumben kamu bangun siang, biasanya kalau hari libur kamu bangun pagi untuk berolah raga. Apa semalam kamu mimpi indah sampai tidak mendengar alarm ponselmu?" Tanya Ayunda dengan tangan masih menggenggam majalah.

"Tidak juga mom, aku cuma sedang malas saja berolah raga. Ingin sesekali bangun siang. Menghabiskan waktu diatas kasur."

"Ya sudah mom, aku mau menemui daddy dulu diruang kerja." Lanjut Bryan sambil meninggalkan Ayunda yang masih duduk diruang tengah.

"Ya, kalau sudah selesai bertemu daddy mu segera makan. Mommy sudah menyiapkannya di meja makan. Jika ingin hangat, kamu bisa meminta Mbak Ijah untuk menghangatkannya."

"Oke mom."

tok tok tok

"Masuk Ry."

ceklek

Bryan membuka pintu ruang kerja milik daddy nya dan dari kejauhan terlihat seorang pria paruh baya sedang duduk menunggu kedatangan Bryan.

"Duduk Ry."

Kemudian Bryan mendekat dan langsung duduk di sofa berwarna coklat yang terletak diruang kerja.

"Bagaimana kemarin, apakah semuanya lancar?" Reymond memulai pembicaraan.

"Lancar dad, aku sudah memesan cincin tunangan dan mengajak dia makan siang. Semua yang daddy minta sudah aku kerjakan. Aku juga tidak berbuat macam-macam kepadanya. Oh iya, kemarin dia meminta izin dariku agar bisa melanjutkan kuliah. Aku sih tidak keberatan jika dia masih ingin melanjutkan kuliah. Malah bagus jadi ketika aku mengajaknya bertemu rekan bisnis jadi tidak malu-malu in keluarga kita."

"Dasar anak bodoh, kamu pikir dia gadis yang hobinya mempermalukan keluarga? Dia itu gadis baik-baik, selalu menjaga martabat keluarga. Jangan pernah kamu menjelek-jelekan Aluna. Dia calon istrimu Ry, jadi tolong jaga ucapanmu. Om Alexander pasti sedih jika mendengar kamu berkata buruk tentang putrinya." Reymond langsung emosi mendengar Bryan menjelek-jelekan Aluna.

"Take easy dad, jangan mudah emosi begitu. Tidak baik untuk kesehatan. Kalau daddy masuk rumah sakit terus bagaimana dengan acara perjodohanku? Bukankah itu akan mempermalukan keluarga kita?" Ucap Bryan tak kalah emosi.

Ayunda tak sengaja mendengar keributan diruang kerja langsung membuka pintu, dia segera menghampiri Reymond dan segera menenangkannya. Ayunda menggenggam tangan Reymond dan mengelus lembut pundaknya. Sebetulnya Ayunda hendak ke dapur meminta Mbak Ijah asisten rumah tangga untuk membuatkan cemilan tempe mendoan tapi tidak sengaja mendengar keributan antara Reymond dan Bryan.

"Daddy sabar, tidak boleh emosi. Ingat kesehatanmu sayang. Jangan terpancing dengan perkataan Bryan." Ucap Ayunda lembut.

"Dan kamu Ry, jangan berbicara seperti itu di depan daddy mu. Biar bagaimanapun dia daddy mu, orang yang harus kamu hormati."

"Memangnya selama ini aku tidak menghormatinya? Aku selalu menghormatinya mom, selalu melakukan apa yang dia inginkan bahkan untuk urusan jodohpun aku menurutinya! Apakah itu kurang?" Ucap Bryan kesal sambil memukul sandaran sofa.

dug dug dug

Bryan semakin tersulut emosi ketika bayangan wajah Eliza terlintas di memori ingatannya. Dia kesal karena Eliza pergi begitu saja tanpa kabar apa-apa.

"Ry sudah hentikan. Jangan kamu luapkan kekesalanmu kepada kami." Ayunda bingung harus membela siapa. Di satu sisi ada suami yang amat dia cintai tapi disisi lain ada anak lelakinya yang sedang frustasi akibat perjodohan.

"Kenapa kalian tidak mengerti diriku. Aku hanya ingin menikahi gadis yang ku cintai bukan malah menikahi gadis aneh seperti dia!" Teriak Bryan.

"Cukup anak bodoh, jangan kamu cela lagi Aluna. Dia bukan gadis aneh seperti yang kau bicarakan!" Teriak Reymond tak mau kalah.

Ayunda sudah kesulitan melerai anak dan suaminya. Akhirnya dia berlari keluar mencari pertolongan. Untung saat itu Rudy sedang berada dirumah keluarga Smith. Dia sengaja datang untuk menyerahkan laporan pekerjaan yang diminta Bryan.

"Rudy, Rudy tolong aku." Teriak Ayunda sambil berlari ke arah Rudy.

"Suamiku dan Bryan bertengkar. Aku takut mereka gelap mata dan suatu hal buruk terjadi kepada mereka. Ayo Rudy segera bantu aku melerai mereka."

Rudy dan Ayunda segera berlari menuju ruang kerja dan pemandangan disana sudah seperti kapal pecah. Semua dokumen diatas meja sudah bertebaran dimana-mana, serpihan kaca memenuhi setiap sudut ruang kerja. Nampak Reymond sudah mengepalkan tangan bersiap meninju wajah Bryan. Tinggal beberapa senti lagi, bogem mentah Reymond mengenai wajah tampan Bryan.

"Astaga, apa yang kalian lakukan. Sayang sudah lah. Hentikan. Aku mohon hentikan." Teriak Ayunda sambil menagis. Dia tidak menyangka pertengkaran kali ini akan begitu mengerikan.

"Tuan sudah hentikan. Tidak baik bertengkar dengan Tuan Reymond. Biar bagaimanapun beliau orang tua tuan." Rudy berusaha melerai dan menarik tubuh Bryan menjauh dari Reymond.

Tiba-tiba Ayunda pingsan, untung saja Reymond dengan sigap memeluk tubuh mungil Ayunda sehingga tubuhnya tidak menyentuh lantai.

"Ayunda sayang bangun, aku mohon bangun." Ucap Reymond sambil menepuk kedua pipi Ayunda.

"Mommy!" Bryan menghampiri Ayunda.

"Sebaiknya kita bawa nyonya ke kamar saja tuan." Ucap Rudy kepada Bryan dan Reymond.

"Baik, tolong bantu aku mengangkatnya." Pinta Reymond.

Kemudian mereka membawa tubuh mungil Ayunda ke kamar.