Ratih yang tidak terima karena anaknya meningal atas kekerasan kembali menuntut balas pada mereka.
Ia menuntut keadilan pada hukum namun tidak di dengar alhasil ia Kembali menganut ilmu hitam, saat para warga kembali mengolok-olok dirinya. Ditambah kematian Rarasati anaknya.
"Hutang nyawa harus dibayar nyawa.." Teriak Ratih dalam kemarahan itu...
Kisah lanjutan Santet Pitung Dino...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Bisikan Misterius
Ratih berjalan meningalkan kampung pengasinan, ia sebenarnya juga tidak tahu langkahnya akan kemana?
Ia ingin sekali menemui dukun dan membalas rasa sakit hatinya, tapi dirinya tidak banyak uang untuk membayar sang dukun itu.
Jika harus kembali mempelajari ilmu Santet Pitung Dino yang di turunkan oleh Ki'Jambu Arsa saat itu, ia juga sudah benar-benar lupa dengan segala mantranya setelah saat itu di rupiah oleh Kiyai Syarif
"Bagaimana caranya, agar aku bisa membalas perbuatannya?!" tidak terasa langkahnya sudah berada sangat jauh. Ratih berjalan menyusuri jalan yang cukup curam, karena tidak ada jalanan beraspal saat itu, hanya ada jalan biasa yang diratakan, untuk akses warga desa yang punya mobil saja.
Ratih sebenarnya ingin sekali kembali ke jawa barat kembali menemui Ki'Jambu Arsa, tetapi ia kembali berfikir seratus kali, karena jika ia kembali sangkut paut dengan Ki'Jambu Arsa akan ada nyawa yang harus di tumbalkan.
Karena lelah berjalan, Ratih beristirahat sejenak di bawah pohon akasia yang mana pohon itu sudah tumbuh sangat besar, Ratih mengelar kain jarik yang ia bawa sebagai buntelan, tapi sebelum itu ia sudah mengecek tempat itu aman dari hewan ular ataupun bintang lainnya.
Ratih menyandarkan kepalnya pada pohon itu, kakinya ia selonjoran Ratih begitu lelah, karena berjalan beberapa kilo meter, kakinya yang tampa alas kaki itu nampak lecet karena berkali-kali terkena goresan batu dan kayu.
Tanpa sadar Ratih malam terpejam bahkan dia setengah pulas tampa ia takuti tidur ditengah hutan jauh dari rumah-rumah penduduk.
Ratih menjemput mimpi, dalam mimpinya ia melihat Sati berjalan ketengah-tengah hutan belantara, Ratih berteriak memangil namanya tapi Seolah jarak mereka tidak bisa tertempuh.
Sampai pada di sebuah hutan yang rindang, tempatnya tidak menakutkan, Sati menghilang dalam pekatnya kabut.
Ratih berteriak menggema terus memangil nama Sati, dan sesaat kemudian terdengar suara yang menggema tampa ujudnya.
"Balas... Balas... Balas!" Suara itu mengema dimana-mana.
Ratih berputar mengedarkan pandangan di sekelilingnya. "Siapa kamu! keluarlah jangan ganggu aku!" Ratih berteriak berusaha menentang.
"Hahaha...." Suara itu tertawa keras. "Balas dendamlah, Ratih! balas kematian anakmu! jangan kau menunggu lama! bermeditasilah di sebuah air terjun bersemedilah di sana, di sana kau akan menemukan jawaban!" Suara itu masih menggema.
Ratih mengusap pipinya yang gatal karena di gigit nyamuk. Matanya juga terbelalak saat mendengar suara Adzan Subuh yang samar di tempat penduduk sana. "Aku cuma mimpi! tapi apa yang dikatakan suara itu benar!" Ratih mulai mengumpulkan tenaganya untuk datang kesebuah terjun sesuai petunjuk dalam mimpinya.
Ratih beranjak dari duduknya ia meneruskan perjalanannya kesebuah tempat yang sudah membekas dalam benaknya.
Akan tetapi ia masih kepikiran suara yang mengema dalam mimpinya itu, suara siapa? suara Ki Jambu Arsa atau suara iblis lain yang membisikinya karena, ia tidur di hutan?
"Apa aku kembali saja? aku takut suara itu penunggu hutan dan akan menyesatkanku!" Gumam Ratih merasa bimbang.
Tiba-tiba suara itu kembali terdengar "Jangan ragu! melangkahlah terus kedepan! sebentar lagi kau akan menemukan air terjun itu." Suara itu kembali terdengar seolah menuntun langkah Ratih.
Langit masih terlihat gelap, Ratih terus berjalan, anehnya didalam hutan yang tidak tersentuh manusia itupun, seolah tanamannya minggir membuka jalan untuk ia lewat kesebuah terjun yang dituju.
Beberapa saat kemudian, telinganya menangkap sebuah suara air yang begitu deras, Ratih mencepatkan langkahnya. Sesaat berikutnya ia melihat sebuah tebing disana mengalir air yang sangat deras. Ratih nampak melihatnya terpaku karena langit gelap mulai sedikit terang.
"Duduklah dibawah air itu, jangan kau pakai sehelai kain pun, karena semua puja pinta yang kamu ucapkan itu akan terjatuh kebawah terjun." Suara itu kembali terdengar
Ratih tertegun, bersemedi tampa pakian ia sudah pernah melakukan itu didalam sendang dulu. Tapi kalau di atas sumber mata terjun airnya sangat deras ia bisa terbawa arusnya dan jatuh, bisa saja maut sedang mengintainya.
"Jika aku melakukan ini yang ada aku bisa mati terbawa arusnya!" Teriak Ratih kembali.
"Cobalah dulu, jangan takut, cepatlah... karena waktumu tidak banyak!" Suara itu kembali terdengar
Ratih langsung bergegas, ia langsung melucuti pakainya sendiri, Ratih langsung berjalan menuju arus air terjun, seolah hatinya di dorong sesuatu yang lebih besar
Benar saja Ratih tidak terbawa arus, seolah air itu tahu kalau Ratih sedang bersemedi.
Ratih duduk di bawah air terjun, air yang deras menghantam tubuhnya, tapi dia tidak merasa sakit. Dia menutup mata, mengambil napas dalam-dalam, dan mulai bermeditasi. "Sinta, keponakan Pak Lurah... aku ingin kamu membayar atas apa yang telah kamu lakukan pada Sati... aku ingin kamu merasakan sakit dan penderitaan seperti yang aku rasakan..." Ratih menggumam, suaranya hampir tidak terdengar karena suara air terjun yang sangat keras.
Ratih terus bermeditasi, dia merasakan energi yang kuat mengalir dalam tubuhnya. Dia melihat gambar-gambar Sinta, keponakan Pak Lurah yang telah membunuh Sati. Ratih merasakan amarah yang sangat besar, dan dia membiarkan amarah itu menguasai dirinya.
Tiba-tiba, Ratih merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang sedang mendekatinya. Dia membuka mata, dan melihat sosok bayangan hitam berdiri di depannya. Bayangan itu memiliki mata merah yang menyala, dan mulut yang terbuka lebar.
"Aku akan membantu kamu, Ratih... aku akan membuat Sinta harus membayar atas apa yang telah dia lakukan..." Bayangan itu berkata, suaranya seperti gemuruh petir.
Ratih merasa hatinya dipenuhi dengan kebencian. Dia tahu bahwa dia telah membuat perjanjian dengan kekuatan yang tidak bisa dia kendalikan. Tapi, dia tidak peduli. Dia hanya ingin Sinta membayar atas apa yang telah dia lakukan.
Bayangan itu menghilang, dan Ratih merasa dirinya kembali ke dunia nyata. Dia berdiri, tubuhnya masih basah kuyup. Dia mengambil napas dalam-dalam, dan mulai berjalan kembali ke desa. Dia tahu bahwa dia telah memulai perjalanan balas dendam, dan dia tidak akan berhenti sampai Sinta membayar atas apa yang telah dia lakukan.
Ratih berjalan pulang kerumahnya seolah tidak ada yang baru saja terjadi, ia merasa biasa saja, tampa menimbulkan kecurigaan.
Sementara itu Bude Sukma sudah menghadang Ratih di jembatan, wajahnya nampak begitu pias.
"Ratih kamu darimana saja? aku mencarimu begitu khawatir" Bude Sukma mengungkapkan kegelisahannya.
"Aku... Aku tidak dari mana-mana Mba, hanya saja semalam aku menghabiskan malam di makam Sati, karena aku benar-benar merindukannya." Ratih memaksakan senyumnya, ia tidak mau sampai Bude Sukma ataupun yang lainya mengetahui rencananya.
Karena ia akan melakukan ritual selanjutnya agar ilmu yang diberikan sosok misterius itu semakin sempurna.
.
.
.
Selamat Pagi Bestie, jangan lupa Like komen, kasih Vote juga🤗
pelan pelan aja berbasa-basi dulu, atau siksa dulu ank buah nya itu, klo mati cpt trlalu enk buat mereka, karena mereka sangat keji sm ankmu loh. 😥