NovelToon NovelToon
My Lovely Cartel

My Lovely Cartel

Status: sedang berlangsung
Genre:Kriminal dan Bidadari / Nikah Kontrak / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Psikopat itu cintaku / Crazy Rich/Konglomerat / Mafia
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Kakak macam apa yang tega menjual keperawanan adiknya demi melunasi utang-utangnya?

Di wilayahku, aku mengambil apa pun yang aku mau, dan jelas aku akan mengambil keperawanan si Rainn. Tapi, perempuan itu jauh lebih berharga daripada sekadar empat miliar, karena menaklukkan hatinya jauh lebih sulit dibandingkan menaklukkan para gangster di North District sekalipun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sentuhan Pertama

...୨ৎ R A I N N જ⁀➴...

Aku buru-buru melepas gaun dan langsung menyangkutkan kaus Remy ke tubuhku. Aromanya langsung menyerang hidung, aroma kayu maskulin yang khas banget.

Karena enggak pakai dalaman, aku malah makin gugup. Selama ini Remy sudah berusaha sabar, dan aku berpegang pada itu, bukan ke reputasinya sebagai mafia yang biasa dapatkan apa pun yang dia mau. Tapi dia berusaha. Dan buat aku, itu cukup berarti.

Dia bahkan sempat memelukku. Aku enggak bohong, itu sedikit bantu menurunkan kecemasan aku. Tapi begitu bayangan dia keluar dari kamar mandi melintas di kepala, perasaanku langsung keos lagi.

Apa malam ini kami akan melakukannya?

Gila.

Aku taruh tangan di perut karena gugup, terus melirik ke tempat tidur yang seprainya putih bersih.

Seberapa sering sih dia cuci itu sampai sebersih ini?

Aku hampir menertawakan diriku sendiri, "Ree, kamu sebentar lagi bakal kehilangan keperawanan, tapi malah memikirkan seprai."

Malam ini, aku bakal telanjang di depan cowok untuk pertama kalinya dalam hidupku. Jantungku makin kencang, degupnya sampai ke telinga.

Saat aku berbalik, mataku langsung menemukan Remy. Dia bersandar santai di kusen pintu, tapi tatapannya mampu menembus kulitku.

Ya, Tuhan.

Dia cuma pakai celana training hitam. Dada telanjangnya penuh tato. Tato malaikat yang mengulurkan tangan ke iblis di tengah hujan peluru. Gila, itu gahar banget. Bulu kudukku langsung berdiri.

Dia mulai jalan pelan ke arahku, langkahnya seperti predator yang lagi mencari mangsa. Napasku langsung pendek, bibirku terasa kering.

Otot-ototnya terlihat jelas di bawah kulit kecokelatan nya, urat di lengannya bikin perutku mengencang. Aku enggak tahu ini sensasi apa, tapi tubuhku bereaksi.

Remy berhenti cuma beberapa senti dari aku. Aroma sabun dari badannya bercampur sama udara hangat di antara kami. Setetes air jatuh dari rambutnya yang masih basah, meluncur di dada, terus menghilang di balik celana longgar yang dia pakai.

Aura dominannya menutupi udara di sekitar. Aku harus menelan ludah keras-keras untuk mengumpulkan tenaga agar bisa tetap menatapnya. Cahaya keemasan di matanya menyala seperti bara api dan aku mulai merasa panas.

Saat dia angkat tangan ke arah wajahku, refleks aku pun langsung mundur sedikit. Tatapannya menyipit, dan aku buru-buru menyeringai kikuk.

“Maaf,” bisikku sambil menyapu bibir pakai lidah karena kering banget.

Telapak tangannya menyentuh pipiku, hangat banget. Dia maju sedikit, dan aku bisa merasakan dagunya yang halus menyenggol daguku.

“Tarik napas,” gumamnya, suara serak rendahnya seperti guntur yang meremukkan dadaku. “Aku enggak mau kamu pingsan di pelukanku.”

Aku mengikuti perintahnya, tapi malah makin panik. Napasku berat dan enggak stabil. Saat dia mundur, aku memperhatikan matanya dan bertanya, “Ini bakal sakit, ya?”

Ibu jarinya usap bibir bawahku. “Enggak tahu. Tiap orang berbeda,” jawabnya santai, tapi tatapannya turun ke mulutku. “Aku bakal usahain kamu senyaman mungkin, sebelum aku ambil itu dari kamu.”

Sepertinya kata ‘Nyaman’ enggak bakal masuk akal di situasi seperti ini.

Tatapannya makin gelap. “Soal aturan kamu yang enggak boleh ciuman. Itu cuma berlaku buat bibir, kan?” Aku cuma bisa angguk pelan. Dia senyum tipis. “Syukurlah.”

Dia turunkan kepala, dan saat bibirnya menyentuh daguku, aku refleks pegang lengannya, menancapkan jari di otot kerasnya. Kulitnya panas, dan sensasinya menyebar seperti arus listrik ke seluruh tubuhku.

Dia keluarkan suara geraman pelan. Aku bahkan belum sempat berpikir apa-apa saat dia menunduk dan giginya menyentuh kulitku.

Dia gigit pelan. Lidahnya membelai lembut di situ, dan dari mulutku keluar suara kecil. Napas tercekat, antara shock dan nikmat.

Mataku terpejam. Dan untuk pertama kalinya, aku enggak yakin apakah aku takut atau malah penasaran.

Ya, Tuhan.

Dia mencondongkan tubuhnya, aku bisa merasakan tangannya di luar pahaku sebelum bergerak ke pinggul dan menyelinap ke balik kausku.

Saat kain itu ikutan terangkat, dia menariknya kembali dan kasih perintah, “Angkat tanganmu!”

Dadaku naik turun dengan napas putus asa. Perlahan, aku angkat tanganku ke atas kepala.

Dia lepas kausnya, cepat-cepat aku pun menyilangkan lengan di dada. Remy mencengkeram pergelangan tanganku dan mendorongnya ke samping, sehingga dadaku sepenuhnya terbentang padanya.

"Enggak usah ditutupin."

Aku gemetar saat melihat kemarahan di matanya, harga diriku jatuh ke titik terendah, karena sepertinya dia enggak menyukai tubuhku.

Jari-jarinya mengusap memar cokelat yang mewarnai pinggulku, lalu dia bilang, "Seharusnya aku juga putusin lengan satunya, si bajingan itu."

Mataku terbelalak, dan untuk sesaat, aku pun bertanya-tanya apa maksudnya. Tapi kemudian aku menyadari kalau dia enggak marah karena tubuhku. Dia kesal karena memar itu.

Baru kemudian tatapannya beralih ke dadaku, dan kulihat amarahnya memudar. Sebagai gantinya gairah pun menyala di matanya.

Tangannya menyentuh sisi tubuhku, sementara telapak tangannya menutupi dadaku, aku tarik napas dengan gemetar.

Tatapan Remy mengunci di wajahku, matanya meraba setiap ekspresi yang keluar dari wajahku sebelum dia bilang, “Kamu cantik banget, Rainn.”

Dia maju lagi, dan saat bibirnya menyentuh daun telingaku, dia berbisik, “Kamu beda.”

Harga diriku langsung melayang tinggi gara-gara ucapannya. Aku merasa spesial banget. Karena cowok ini bisa dapatkan siapa saja, dan mungkin sudah tidur sama banyak cewek. Tapi meskipun tubuhku penuh memar, dia masih bilang kalau aku cantik.

Seperti bisa baca isi kepalaku, jarinya melacak memar lain di dekat tulang rusukku, terus dia bilang, “Enggak ada lagi yang bakal berani ninggalin bekas luka di kulitmu.”

“Kecuali ...”

Jantungku langsung dag-dig-dug. "Kecuali apa?"

“Kecuali bekas gigitan.” Sudut bibirnya naik, senyum predatornya pun muncul. “Tapi aku janji, itu cuma buat bikin kamu menikmati, bukan nyakitin.”

Gila.

Dia maju, perutnya menempel di dadaku. Dari posisi ini, mataku sejajar sama dadanya, dan kulitnya yang menyentuh kulitku pun membuat perutku bergetar hebat.

Dia dorong aku pelan ke belakang sampai betisku menyentuh tepi kasur.

Dia mengangguk, suruh aku naik ke atas ranjang. Aku menurut tanpa suara.

Saat kepalaku bersandar di bantal, Remy enggak buka celana olahraganya. Dia malah naik dan bertekuk lutut di atas kasur, meraih kakiku, terus membukanya pelan.

Rasa geli langsung menyebar dari leher sampai muka. Aku berusaha keras buat enggak menutup rapat kaki lagi. Untungnya dia masih memperhatikan wajahku, enggak menengok ke bawah.

Tangan besarnya mendarat di bahuku, terus dia menunduk ke arahku. Aku merasa kecil banget dibandingkan dengan tubuhnya.

Dia usap rahangku lembut, “Coba deh santai, Rainn!”

1
Dewi kunti
hadeeeeehhh siang2 mendung gini malah adu pinalti
Dewi kunti: iya dooong
total 2 replies
Dewi kunti
bukan tertunduk kebelakang tp mendongak
Dewi kunti
🙈🙈🙈🙈🙈ak gak lihat
Dewi kunti
wis unboxing 🙈🙈🙈🙈🙈moga cpt hamil
Dewi kunti: lha tadi udah dicrut di dlm kan🙈🙈🙈🙈
total 2 replies
Dewi kunti
minta bantuan Remy Arnold aj
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!