Langit senja berwarna jingga keemasan, perlahan memudar menjadi ungu lembut. Burung-burung kembali ke sarang, sementara kabut tipis turun dari gunung di kejauhan, menyelimuti desa kecil bernama Qinghe. Di ujung jalan berdebu, seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun berjalan tertatih, memanggul seikat kayu bakar yang nyaris dua kali lebih besar dari tubuhnya.
Bajunya lusuh penuh tambalan, rambut hitamnya kusut, dan wajahnya dipenuhi keringat. Namun, di balik penampilan sederhananya, sepasang mata hitam berkilau seolah menyimpan sesuatu yang lebih besar daripada tubuh kurusnya.
“Xiao Feng! Jangan lamban, nanti api dapur padam!” teriak seorang wanita tua dari rumah reyot di pinggir desa. Suaranya serak tapi penuh kasih. Dialah Nenek Lan, satu-satunya keluarga yang tersisa bagi bocah itu.
Xiao Feng menyeringai meski peluh bercucuran.
“Ya, Nenek! Sedikit lagi! Kayu ini lebih keras kepala dari banteng gunung, tapi aku akan menaklukkannya!”
Nenek Lan hanya mendengus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 – Pertempuran di Penginapan
Penginapan yang biasanya dipenuhi aroma sup panas dan tawa pedagang kini berubah menjadi medan perang. Belasan pria berjubah merah berdiri dengan senjata terhunus, aura niat membunuh memenuhi udara. Lampion-lampion bergetar, seakan ikut gentar menghadapi darah yang akan tumpah.
Xiao Feng berdiri di tangga kayu, tubuhnya penuh luka lama, tapi matanya bersinar tajam. Giok di lehernya bergetar, memancarkan cahaya hijau samar, seakan menyadari bahaya yang mengancam tuannya.
Ling’er bersembunyi di sudut ruangan, kedua tangannya menutupi mulutnya agar tidak berteriak. Matanya dipenuhi rasa takut sekaligus kekhawatiran.
“Bunuh dia!” salah satu anggota Sekte Naga Merah berteriak.
Serentak, tiga orang pertama menyerbu. Pedang panjang, tombak, dan cambuk baja mengarah ke tubuh Xiao Feng.
Xiao Feng menarik napas dalam. Qi di dalam tubuhnya bergerak liar, memanas, membuat darahnya mendidih. Ia melompat turun dari tangga, pisaunya menyala api samar.
Dentuman keras terdengar saat bilah pisaunya beradu dengan pedang musuh. Api menyambar, memaksa lawan mundur selangkah. Namun tombak lain segera menusuk ke arahnya. Xiao Feng memiringkan tubuh, meski ujung tombak tetap menggores lengannya, darah segar mengucur.
Rasa sakit itu membuatnya sadar—ini bukan lagi latihan, bukan duel kecil. Ini adalah pertarungan hidup dan mati.
Jika aku lengah sekali saja, aku akan mati di sini.
Xiao Feng berteriak, menyalurkan Qi ke pisau kecilnya. Api di bilah itu membesar, membentuk bayangan naga kecil yang mengaum samar. Ia menebas ke depan, membuat cambuk baja lawan terbakar dan patah.
Pria yang memegang cambuk terhuyung, kulit tangannya melepuh. Dua lainnya juga terkejut, tidak menyangka bocah itu bisa melawan dengan kekuatan sebesar ini.
Namun, di balik rasa gentar, keserakahan mereka justru semakin besar.
“Warisan naga… benar-benar nyata! Jangan biarkan dia kabur!”
Pertempuran semakin sengit. Xiao Feng bergerak secepat mungkin, menangkis dan menyerang, tapi jumlah lawan terlalu banyak.
Pedang lawan mengenai bahunya, meninggalkan luka dalam. Darah menetes ke lantai kayu, menodai penginapan. Xiao Feng menggertakkan gigi, menahan teriakan.
Tubuhku tidak bisa bertahan lama… tapi aku tidak boleh jatuh!
Ia menebas ke bawah, berhasil melukai salah satu anggota sekte di dada. Pria itu terkapar, tidak bergerak lagi. Namun empat lainnya langsung menyerbu menggantikannya.
Napas Xiao Feng semakin berat. Pandangannya sedikit kabur karena kehilangan darah.
Di tengah pertarungan sengit itu, matanya sekilas menangkap wajah Ling’er. Gadis itu berjongkok di sudut, air mata mengalir, bibirnya bergetar seakan ingin berteriak tapi tak berani.
Hati Xiao Feng terhantam. Ia ingat kembali janji yang ia ucapkan di sungai desa: “Aku akan menantang langit.”
Jika ia mati di sini, semua janji itu akan hancur. Ia tidak bisa membiarkan Ling’er menjadi saksi kegagalannya.
Dengan teriakan keras, ia melepaskan sisa Qi-nya. Api dari pisaunya melonjak, membentuk naga kecil yang melingkari tubuhnya. Suhu ruangan naik drastis, membuat kayu-kayu penginapan berderit panas.
“Naga Api!” teriaknya tanpa sadar.
Bayangan naga kecil itu menyambar dua musuh sekaligus, membakar pakaian mereka hingga hangus. Jeritan mereka menggema, membuat dua lainnya mundur dengan wajah pucat.
Namun setelah ledakan itu, tubuh Xiao Feng limbung. Lututnya bergetar, hampir tak sanggup berdiri.
Musuh yang tersisa melihat kesempatan itu. Salah satu dari mereka maju dengan pedang besar, mengarah ke leher Xiao Feng.
Saat pedang itu hampir menyentuhnya, giok di leher Xiao Feng bergetar keras. Cahaya hijau terang meledak, membentuk perisai tipis di depan tubuhnya. Pedang besar itu terpental, membuat tangan lawan berdarah.
Xiao Feng sendiri terkejut, namun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia memutar pisaunya, menusuk ke dada lawan dengan sisa tenaga terakhir.
Pria itu terhuyung, lalu jatuh tanpa suara.
Keheningan sejenak meliputi ruangan. Anggota sekte yang tersisa menatap bocah itu dengan mata melebar. Bocah yang mereka kira mudah dibunuh, justru membantai hampir setengah dari mereka.
“Dia… monster…” bisik salah satu dengan wajah pucat.
Pemimpin kecil kelompok itu, pria bertubuh kekar dengan jubah merah gelap, akhirnya bersuara.
“Cukup! Malam ini bukan waktunya. Kita sudah tahu kekuatannya. Laporkan ini pada cabang sekte. Bocah ini tidak boleh dibiarkan tumbuh lebih jauh.”
Dengan isyarat tangannya, mereka mundur cepat, menghilang ke dalam kegelapan malam.
Xiao Feng jatuh berlutut, tubuhnya gemetar hebat. Nafasnya tersengal, darah membasahi pakaiannya. Namun matanya tetap terbuka, menatap pintu penginapan yang kini hancur.
Musuh yang sebenarnya… baru saja memperhatikanku.
Ling’er segera berlari menghampirinya, menahan tubuhnya yang hampir roboh. Air matanya menetes di pipi Xiao Feng.
“Kau bodoh! Mengapa melawan mereka sendirian?! Kau bisa mati!”
Xiao Feng tersenyum samar, meski bibirnya berdarah.
“Kalau aku lari… aku tidak akan pernah bisa melawan langit. Aku… harus bertahan.”
Ling’er memeluknya erat, tidak peduli darah membasahi pakaiannya. “Bertahanlah, Xiao Feng. Jangan tinggalkan aku.”
Dalam pelukan itu, Xiao Feng merasakan sesuatu yang berbeda. Bukan hanya luka dan kelelahan, tapi juga kehangatan. Kehangatan yang membuatnya sadar—ia tidak benar-benar sendirian.
Di atap penginapan, seseorang berdiri diam, menyaksikan segalanya. Matanya tajam, pakaiannya sederhana, namun auranya jauh lebih kuat dari anggota Sekte Naga Merah tadi.
Ia berbisik lirih.
“Warisan naga… ternyata jatuh ke tangan seorang bocah desa. Menarik. Dunia akan segera berguncang.”
Kemudian sosok itu menghilang, meninggalkan bayangan misteri baru di jalan Xiao Feng.