Siti tak bisa mencegah sahabatnya berbuat tak senonoh bersama kekasihnya di sebuah pemandian air panas Gunung Keramat.
Kejadian memalukan itu mengundang kemurkaan para penunggu gunung. Masyarakat setempat sejak dulu percaya ada sejenis siluman ular pertapa di tempat itu, yang mana jika menggeliat bangun longsor tercipta, jika membuka mulutnya maka mata air deras membuat banjir bandang melanda desa-desa di bawahnya.
Malam itu Siti yang nekad menyusul temannya ke pemandian air panas mengalami kerasukan. Rohnya ditukar oleh Siluman ular pertapa itu, Roh Siti ada di alam jin, dan tubuh Siti dalam kendali Saraswati Sang Siluman berkelana di alam manusia, berpura-pura menjadi mahasiswi pada umumnya.
Di alam manusia, Saras dikejar-kejar oleh Mekel dan Jordan, wakil presiden BEM dan Presiden BEM itu sendiri. Sedangkan di alam jin, Siti malah membuat seorang Pangeran harimau bernama Bhre Rakha jatuh hati.
Bhre Rakha mau membantu Siti mendapatkan kembali tubuhnya, asal mau menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Lions, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Sang Pangeran Mati
"Beneran lu bisa ?" tanya Siti khawatir.
"Tenang, tenang aja ya, kau tunggu di sini, pantau lewat jendela, Abang akan tunjukkan kesaktian Abang," kata Rakha sembari berjalan keluar ke taman rumanya.
Melihat sang Pangeran datang, para pasukan manusia harimau ini menghadap dan langsung bertekuk lutut, "heiii para bajingan tengik ! Berdiri kalian !" pekik Rakha menantang.
Pasukan jin kerajaan di bawah naungan siluman harimau ini kedip-kedip bingung, "kenapa kita dipanggil bajingan ya ? Perasaan saya ini setia sama istri," gumam satu sama lainnya.
"Entahlah, buat penyemangat pagi kali," jawab yang lainnya.
"Aku bilang berdiri !! Lawan aku !" pekik Rakha sambil kedip-kedipkan sebelah matanya.
Siti yang dipunggungi oleh Rakha hanya bisa memantau, "kayak ada yang gak beres di sini," gumamnya.
Dengan ragu-ragu para pasukan kerajaan itu berdiri penuh tanda tanya, "maaf, Bhre ? Melawan ?!"
"Iya, lawan aku ! Jangan beraninya cuman nakut-nakutin anak gadis, ayo lawan !!" pekik Rakha keras-keras sambil tetap kedip-kedip sebelah mata.
Karena tidak ada yang berani mendekat, bingung juga apa sih maksud sang Pangeran, Rakha pun mulai pasang kuda-kuda, ia mulai mengeluarkan jurusnya, angin mendadak bertiup kencang, menerbangkan dedaunan kering kerontang, 'whuuussss !!'
"Akan kuhabisi kaliaaaaan !" pekiknya.
Siti jadi gugup sekarang, ia keluar untuk menyaksikan pertempuran pura-pura ini. Satu prajurit mulai maju dengan ragu-ragu, saat Pangeran Rakha menerjang, ia melawan, menangkis setiap serangannya bak sedang latihan bela diri.
"Bhre, ada apa ini ? Kenapa Bhre mau menghajar kami ? Salah kami apa ?" tanya salah satu prajurit yang sedang melawan.
"Kalian jelas gak salah apa-apa, tapi kalian tetap harus melawanku ya ! Ini perintah, karena… aku lagi diliatin cewek itu," bisik Rakha sambil melirik ke arah Siti.
"Oooh haha, iya iya, saya paham, hiaaaaakkk !" prajurit yang bernama Tono itu tiba-tiba menendang dada Rakha dengan keras, 'duaaak !'
'Bruugh,' Rakha terpental hingga jatuh.
"Aduh !! Kenapa kau tendang aku sungguhan ?" gumam Pangeran yang sedang pamer ini meremas dadanya sendiri.
"Ooh maap, gak sengaja, katanya tadi…" ucap Prajurit itu bergegas menolong.
Rakha pun bangkit dengan bogeman, 'duaaak !'
Prajurit lain mengira pertarungan asli benar-benar terjadi, mereka pun maju keroyokan, Rakha mengerahkan kekuatannya, ia meloncat tinggi ke udara, menggasing bak pendekar Indosiar dan menghadapi prajuritnya sendiri.
Siti semakin khawatir, pertarungan terlihat semakin meyakinkan saja. Beberapa prajurit dibuat babak belur sekarang, banyak yang tumbang karena bertarung setengah hati. Hingga akhirnya salah satu prajurit macan menarik salah satu pedangnya menghadapi sang Pangeran.
"Hiaaak !! Sling sling ciaaat ciaat," Rakha juga menghadapi dengan kerisnya.
"Bhre, kami gak tau ini latihan atau apa… tapi ini seru sekali, beneran deh," ucap prajurit bersenjata pedang itu duel.
"Sudah gak papa, lawan saja semampumu, aku lagi diliatin cewek," jawab Rakha yang mulai ngos-ngosan. Prajurit ini tangguh sekali tak bisa diragukan.
'Sling sling sling sling,' pedang dan keris terus beradu. Siti gemetar menggigiti kuku-kuku jarinya sendiri.
"Ya Allah ! Menangkanlah Bang Rakha," do'a si anak Jakarta yang sudah termakan akting.
'Craaattch !!' "Aaaaargggh !!!" mendadak prajurit tak sengaja menyabetkan pedangnya sungguhan ke pinggang Pangeran Rakha, pedang itu mengiris stagen tebal dan melukai kulitnya. Rakha memekik mengerang keras dan berguling-guling kesakitan di atas tanah.
"TIDAAAK !! BANG RAKHAAA !" jerit Siti sambil berlari mendekat.
Prajurit yang gak sengaja itu tersentak dan menjatuhkan senjatanya, "duh Gusti !! Saya ndak sengaja, Bhree ! Maapkan Bhre, saya ndak sengaja," ujarnya menyesal.
Semua prajurit macan kini berubah menjadi sosok manusia. Mereka berkerumun di sekitar Pangeran Rakha. Patih Wira yang dari tadi hanya menonton tingkah konyol itu pun panik dan bergegas berlari menghampiri.
"Aaargggh… sakit ! Sakit sekali," keluh Rakha.
Siti menghablur di pelukan Pangeran Macan itu, ia sentuh bagian yang kena sabetan, langsung gemetar syok melihat tangannya ternoda darah segar sang Pangeran. "Ya Allah !! Hiks, Bang, hiks… lagian ngapain sih kok sampe begini ? Hiks… Bang, maapin aye, Bang, hiks… Baaaang ! Toloong ! Panggil dokter toloong !" jeritnya.
Patih Wira mendekat, "kenapa kalian diam saja ? Panggil tabib kerajaan ! Ambil tandu ! Cepat ! Kalau Pangeran Rakha mati kalian semua dihukum mati," ujarnya.
Siti selonjoran dan mengangkat kepala Rakha agar bersandar di pahanya, ia menangis pilu mengelus-elus rambut yang baru dipotong itu, "jangan mati dulu, Bang hiks… kalau lu mati gimana gue bisa balik ke alam gua ? Abang harus bertahan ye," katanya.
"Aaahh aku… aaarrrggh… aku pikir pertemuan kita yang singkat ini begitu indah, Siti, aku ingin… me… ngungkapkan ini sejak lama," jawab Rakha.
"Ssshhh diem Bang, dokternye bentar lagi dateng," kata Siti menyentuh bibir tipis itu.
"Tidak, Siti, mungkin inilah saatnya, sebelum… akuh… mati… aku ingin mengungkapkan ini padamu, bahwa aku… sangat mencintaimu," ucap Rakha terbata-bata seperti nafasnya sesak di ujung tenggorokannya.
Siti terdiam, dengan tangan yang ternoda darah Pangeran Rakha ia mengusapi air mata di pipinya, "gue jadi bingung mau ngomong apa sekarang, lu mah… bego ! Hiks hiks, kenapa cewek kayak gue yang lu suka ? Di luar sana tuh masih banyak cewek kalem gak kayak gue yang kasar."
"Tidak… kau tidak kasar, kau… aaarggh kau sempurna bagiku," ucap Rakha sembari mengusap lembut rambut itu untuk kali terakhirnya.
Mata Rakha mulai meredup, Tabib tua berpunggung tempurung kura-kura pun tiba dibopong prajurit kerajaan, karena siluman kura-kura itu sudah berusia ratusan tahun, ia gak bisa lari cepat.
"Bang, itu dokter atau dukunnya udah dateng, Bang !! Bangun Bang ! Baaang ! Jangan mati, gimana nasib gue ? Baaang ! Huwaa… hiks… huwaa," pekik Siti menggoyang-goyangkan dada yang terbuka itu.
Rakha diam tak bergerak, matanya tertutup meski perutnya masih terlihat naik turun. Tabib langsung mengecek denyut nadi di leher Pangeran Rakha, "ooh ini.. anu..," katanya.
"Gimana, Mbah ? Bang Rakha bisa selamat kan ? Plis saya gak bisa liat Bang Rakha mati, plis selametin, Mbah, hiks," kata Siti mulai pilek gara-gara nangis, hidungnya memerah di ujung.
"Coba saya lihat dimana lukanya, Kisanak," kata sang Tabib memeriksa.
Tabib membuka stagen yang terkoyak itu pelan-pelan, prajurit yang tadi berduel senjata berasa mau pingsan membayangkan dirinya pasti akan dihukum pancung setelah ini, bagaimana bisa ia tega membunuh putra mahkota satu-satunya kerajaan ? Sungguh sial nasibnya, kendati ini bukan sepenuhnya kesalahannya.
Tandu pun siap mengangkut. Semua jin ikut berduka saat ini dan Siti memeluk kepala Rakha erat, membenamkan di dadanya. Hingga Tabib pun berkata lirih, "emmm… saya jadi bingung sekarang."
Siti melonggarkan pelukannya, dengan sesenggukan ia bertanya, "kenapa, Mbah ?"
"Anu… Kisanak, lukanya cuman segini," ucap sang Tabib menunjukkan 1 ruas jari telunjuknya. Bukan sepanjang jari telunjuk, hanya 1 ruasnya saja.
Siti mengerutkan keningnya dan melirik bagian luka di pinggang depan Pangeran Rakha, semua prajurit termasuk Patih Wira pun memelototi bagian itu, "diiih ! Kok iya, cuman kegores dikit doang ternyata, aaaahhh brengsek lu !!" umpat Siti sambil mendorong kepala Rakha menjauh dari pangkuannya.
'Gleduk,' Rakha yang terguling mendadak hidup lagi, "aduuh… hehe, hehe," pringisan.
Siti langsung berjalan pergi dengan kesal. Rakha buru-buru mengejar, "Siti ! Tunggu, ya maaf, Sayang."
Di sebuah pemandian khusus kerajaan, Siti masih terus cemberut saat para dayang membantunya mandi. Rakha menunggu di sebuah warung agak jauh dari lokasi, padahal ia… andai Siti tak keberatan, ingin ikut nyemplung juga.
"Sabar Kisanak, Bhre Rakha memang begitu orangnya, suka bercanda hehe," kata salah satu dayang membantu Siti keramas menggunakan kluwak.
"Keterlaluan," ucap Siti masih tidak bisa memaafkan, sia-sia air mata yang telah tertumpah.
"Begitulah laki-laki, kita perempuan kadang melihat mereka seperti anak kecil, tapi di satu sisi ada saat mereka terlihat sangat dewasa dan berwibawa," ungkap dayang lain yang lebih tua.
Setelah mandi Siti menemui Rakha di kedai kopi sederhana, "sudah cantik," ucapnya.
Siti cemberut membuang muka, "ayo antar gue balik cepat !" katanya.
"Hadeeh, masih marah aja, ayo kita jalan-jalan, kan aku sudah janji mengajakmu melihat-lihat hiburan di alam ini, ayo !" kata Rakha mengulurkan tangannya.
'Plek,' Siti menepis tangan itu, ia berjalan naik kereta kuda sendiri. Rakha mengikutinya, duduk di sampingnya, Pak Kusir pun menjalankan kuda-kuda istana itu ke suatu tempat.
'Tuk tik tak tik tuk.'
Di perjalanan Rakha mengulurkan tangannya, ingin sekali ia genggam tangan lembut Siti, tetapi ia terlalu gugup dan menarik kembali niatannya itu. Siti terus melihat pemandangan di kanan jalan.
"Aku… aku bingung harus bagaimana mengungkapkan perasaanku, kalau tidak seperti tadi… mana mungkin aku bisa mengucapkannya," ucap Rakha lirih.
Siti melirik sebentar dengan raut kesal, "elu pembohong, tukang ngibul," katanya.
"Ngibul gimana sih ?" katanya.
"Ya ngibul, doyan banget ngibulin cewek, jin licik. Pertama lu bilang lu orang biasa, tapi Tabib tadi manggil lu Pangeran, lu ningrat tau nggak, anaknya raja, trus lu… lu semalem ngintipin gue kan ? Ngaku lu !" omel Siti.
"Kau juga harus ngaku, Siti ! Kau ini jatuh cinta juga kan padaku ? NGAKU !" jawab Rakha.
Siti terdiam, masih gak mau ngaku, "apa sih ?!!"
"Hmmm… kalau gak cinta kenapa nangis segala ?" kata Rakha.
"Gue cuman takut kagak bisa pulang," jawabnya.
"Pret," gumam Rakha.
Keduanya terdiam cukup lama, Rakha diam-diam meraba punggung tangan Siti dan meremasnya dengan lembut. Siti melirik tangan kirinya itu, ia diam saja, lemes, tak mengelak juga. Gadis ini juga bingung bagaimana perasaannya sekarang, ia tak ingin menjalin hubungan cinta dengan siapa-siapa, sayangnya cinta selalu menghinggapi bak penyakit menular yang tak diinginkan. Rakha membalik punggung tangan itu dan memasukkan jari-jemarinya ke sela-sela jari-jemari Siti. Hangat terasa, jantung berdebar berdebat dengan isi otak yang masih gak mau ngaku kalau memang saling mencintai.
Tibalah di jurang yang dulu tempat kurungan raksasa ditempatkan. Rakha masih terus menggenggam tangan Siti, "bagaimana pembangunannya ?" tanyanya pada seorang empu.
"Kami mengerahkan puluhan ahli besi dan pembuat senjata terbaik di kerajaan, Pangeran," jawab pria tua berpakaian serba putih itu.
Rakha berbisik sebentar pada Siti, "kau tunggulah di sini sebentar ya, Abang mau turun ke bawah sana menengok kurungan ini, segera setelah kurungan selesai, kita kurung siluman itu, oke ?"
"He em," jawab Siti malu-malu kucing.
Rakha turun ke bawah menggunakan seutas tali. 'Tung tung tung dak dak sliiiing,' sangkar itu mulai diperbaiki.
Rakha memberi tahu hal penting, "berhenti sebentar ! Ke sini aku mau kasih pengumuman !"
Semua empu berhenti dari pekerjaannya kemudian menghadap ke sang calon penguasa kerajaan, "karena semua sudah berkumpul, aku beri tahu apa saja ketentuan pembuatan sangkar ini, dalam 1 hari hanya boleh ada 1 empu yang bekerja," katanya.
"Lho ? Kok," semua empu mulai bergumam tak mengerti.
"Aku tidak menerima protes apapun, kebijakan ini sudah aku pikirkan matang-matang, sehari 1 orang saja yang bekerja, dan jangan terlalu rajin, berangkat siang-siang saja, sambil ngopi-ngopi, main gaple, nyari kangkung atau pakis di sekitar, ya… aku perintahkan juga kalian harus santai dalam bekerja, seringlah tidur-tiduran, pergi ke warung paham ?" kata Rakha melanjutkan.
Siti yang ada di atas bukit sana tak bisa mendengar apa saja yang Rakha ucapkan, ia berpositif thinking. "Tapi…" ucap salah satu empu mau protes.
"Aku tidak suka dibantah, pokoknya mulai sekarang kalian harus kerja saaaaan… tai !" ucap Rakha.
Rakha mengakhiri pengumumannya dan kembali ke atas bukit. Patih Wira menyusul dengan mengendarai kuda tak lama kemudian, "Pangeran, kenapa para empu ini pada pulang ?" tanyanya.
"Sebagian kerja, sebagian tidak, aku membuat sistem shift-shift fan," jawab Rakha.
"Hmmm begitu, kita juga masih ada 1 PR, kita harus menemukan ular itu di alam manusia, Bhre," kata Wira mengingatkan.
"Betul sekali," jawab Rakha berkacak pinggang.
"Saya akan mengutus sepasukan menyeberang," kata Wira punya usulan.
"Tidak, kau saja yang pergi sendiri, Patih," jawabnya.
"Apa ? Tapi… tapi kenapa malah saya ?" tanya Wira menunjuk dirinya sendiri.
Rakha menyeringai, "hehe, supaya kau tidak bisa menggangguku lagi mendekati Siti, Wiiir," batinnya.
"Kau yang paling hebat diantara yang lain, kaulah yang harus pergi, Patih," jawab Rakha.
"Sendirian ?" tanya Wira.
"Iya sendirian," jawab Rakha.
Meski keberatan Wira akhirnya menuruti perintah itu, "sendiko dawuh, Pangeran," jawabnya.
"Berkemaslah ! Kemudian cari di alam manusia ! Semoga kau berhasil," ucap Rakha menepuk-nepuk pundak sahabatnya sendiri.
Wira hendak berbalik badan, hingga otaknya mulai sadar rencana ini, ia berbalik badan lagi. "Kenapa ?" tanya Rakha yang akhirnya bisa bebas.
"Saya… cuma mau mengingatkan," jawab Patih yang sangat setia ini.
Wira mendekat dan berbisik di telinga Rakha, Siti tak bisa dengar dan mulai curiga kalau kedua lelaki di hadapannya ini sedang membicarakannya, "kalau sampai Siti hamil anak jin, urusannya akan lebih rumit lagi."
"Aku tau, sekarang sudah berangkatlah sana ! Ayoo !" bisik Rakha menanggapi.
sama jin mau... sama nonis mau... udah lah .. Siti nggak ngasih kesempatan buat ku ngejelasin. dah ... pulang lah... dari pada sakit hati... orang yang kamu anggap teman juga nikung tuh...
si bunga kampus kan suka sama Jordan, kenapa nggak diungkap kebenarannya ya... aneh...
dgn berkbeka jualan mas dari raka kan lumayan tuh smpe anak siti mgkin 3th apa 5 th gtu
aku ikut bersedih atas Mekel...
biar pun nggak bisa ngelawan ortu tapi tetep Mekel yang terbaik...
Siti Nggak jujur, suatu saat pasti ketahuan juga kalo itu bukan anak Jordan.
emang ortu Jordan ngijinin Jordan log in ya... sanksi gw...
btw kak apa nanti anaknya berwujud atau gaib ya?