NovelToon NovelToon
Dari Douluo Ke Langit Abadi

Dari Douluo Ke Langit Abadi

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Transmigrasi ke Dalam Novel / Transmigrasi / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: kentut bulu

Chen Tian, seorang pemuda dari Bumi yang lelah dengan hidup, terbangun dalam kegelapan. Ia terkejut menemukan dirinya terperangkap dalam tubuh seorang bocah enam tahun di dunia yang ia kenal dari cerita fantasi: Benua Douluo.

Awalnya ia bahagia karena terbebas dari beban hidup lamanya. Namun, Chen Tian menyadari bahwa ia tiba di Desa Roh Suci, tempat kelahiran sang protagonis, Tang San. Ia berada tepat di awal cerita.

Alih-alih mengikuti alur, Chen Tian memilih jalur mandiri. Selama setahun, ia menempa fisik kecilnya dengan latihan brutal dari kehidupannya yang lalu, membangun fondasi yang jauh melampaui Master Roh pemula.

Pada Upacara Kebangkitan Roh Bela Diri, takdir Chen Tian meledak:

Roh Bela Diri Ganda yang sangat tersembunyi: Monyet Batu Ling Ming dan senjata dewa, Tongkat Ruyi Jingu Bang.
Kekuatan Roh Bawaan Tingkat 20
serta warisan teknik sembilan misterius xuangong.


berbekal warisan dan wuhun tingkat dewa apakah Chen Tian bisa menjadi legenda baru ???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kentut bulu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Benua Douluo

Chen Tian tidak tahu sudah berapa lama ia terlelap dalam kegelapan yang pekat itu. Ia merasa melayang terbang tanpa tujuan, ringan, dan tanpa beban. Sebuah sensasi yang sudah lama tidak ia rasakan, yaitu kedamaian.

Namun, kedamaian itu perlahan terusik. Ia mulai merasakan sesuatu: sensasi dingin di kulitnya, aroma tanah basah dan rerumputan, serta suara dengungan nyamuk yang familier namun aneh.

Ketika kelopak matanya terasa terlalu berat untuk dibuka, ia memaksakan diri.

Pandangan pertamanya disambut oleh langit-langit atap yang terbuat dari ilalang kering, disangga oleh balok kayu sederhana yang sudah lapuk.

Cahaya matahari masuk dari celah-celah dinding yang terbuat dari anyaman bambu, menerangi ruangan kecil yang sangat, sangat berbeda dari kamar kosnya yang suram.

Ia terbaring di atas alas tidur yang kasar, yang sepertinya diisi dengan jerami. Sekelilingnya sunyi, hanya terdengar suara ayam berkokok samar-samar dari kejauhan.

“Di mana… ini?” Gumam Chen Tian. Suaranya terdengar cempreng, aneh, seperti suara anak kecil yang baru belajar bicara.

Ia mencoba bangkit. Namun, sensasi aneh menjalar di sekujur tubuhnya. Tubuhnya terasa ringan, kecil, dan gerakannya tidak selaras dengan ingatannya. Ia berhasil duduk, lalu menatap tubuhnya sendiri.

Mata Chen Tian membelalak lebar.

Yang ia lihat bukanlah tangan kurus dan lesu miliknya yang berusia dua puluhan. Melainkan tangan kecil, gemuk, dengan kulit yang bersih dan lembut, seperti tangan anak berusia lima tahun.

Wajahnya panik. Ia menyentuh wajahnya sendiri. Pipinya terasa gembul, hidungnya kecil, dan jari-jarinya nyaris tidak mencapai setengah ukuran jari dewasanya.

Sebuah bayangan refleksi terpantul pada baskom berisi air di sudut ruangan. Bayangan itu adalah seorang anak laki-laki. Rambutnya hitam legam, matanya besar, dan meskipun wajahnya polos, ada ekspresi bingung dan terkejut yang jelas terpeta di sana.

Masa mabuknya telah hilang sepenuhnya, digantikan oleh kebingungan yang absolut.

“Aku… aku tidak bermimpi, kan?” Ia mencubit lengannya yang kecil. Rasa sakit yang ia rasakan nyata.

Perlahan, ingatan terakhirnya mulai kembali: kamar gelap, botol minuman keras, rasa pusing yang memutar. Kemudian, kekosongan.

Chen Tian yang dewasa, dengan semua memori dan pengetahuan, kini terperangkap dalam tubuh seorang bocah.

Setelah beberapa saat mencoba mencerna keanehan ini, ia teringat akan konsep-konsep fantasi yang pernah ia baca.

“Reinkarnasi?” pikirnya. Itu adalah satu-satunya penjelasan logis yang mampu menghubungkan akhir hidupnya yang menyedihkan dengan awal yang membingungkan ini.

Saat ia mencoba mengingat nama anak ini atau latar belakang tempat ini, pintu bambu terbuka.

Seorang lelaki yang berpenampilan kasar dan sederhana, membawa semangkuk bubur panas.

“Hah? Kau sudah bangun, Nak?”

Lelaki itu agak terkejut. Bocah yang kemarin ditemukannya dalam keadaan tidak sadar di hutan saat ia pergi berburu ternyata hanya membutuhkan satu malam untuk sehat kembali.

Padahal, biasanya jika terkena serangan jiwa setingkat itu, seseorang membutuhkan waktu lama untuk sadar.

“Di mana ini?”

Chen Tian bertanya dengan bingung. Ia sama sekali tidak menemukan ingatan apa pun dalam tubuh kecil ini.

“Di sini, di Desa Roh Suci, tepatnya di Kerajaan Tiandou.”

“Kenapa kau bisa sampai terdampar di tempat itu? Dan di mana orang tuamu?”

“Desa Roh Suci? Kerajaan Tiandou? Tunggu… bukankah ini Benua Douluo!” gumam Chen Tian.

Melihat reaksi dan raut wajah Chen Tian, lelaki itu bingung.

“Apakah anak ini hilang ingatan?” pikirnya.

Merasa pertanyaannya tidak mendapat jawaban, lelaki itu kemudian meletakkan semangkuk bubur di meja dekat Chen Tian berada.

“Jika kau sudah merasa lebih baik, makanlah. Sudah saatnya aku pergi berburu.”

Lelaki itu kemudian pergi, namun saat tangannya menyentuh pintu terdengar suara lirih dari belakang.

“Chen Tian. Hanya itu yang aku ingat, selebihnya aku tidak tahu.”

Ia hanya melirik sebentar dan melanjutkan untuk keluar. Tapi ia tak lupa berkata kepada Chen Tian,

“Chen Tian? Nama yang bagus. Baiklah, Nak, jika kau ada yang ingin ditanyakan, silakan datang kepadaku.

Rumahku tepat di sebelah tempat kau tinggal. Dan jika aku tidak di rumah, pergilah bertanya kepada Kakek Jack, kepala desa di sini.”

“Oh, satu hal lagi. Kau bisa memanggilku Paman Mo."

Setelah itu, dia pergi meninggalkan Chen Tian seorang diri.

Karena merasa sangat lapar, Chen Tian mengambil bubur yang ditinggalkan oleh Paman Mo.

Walaupun pada suapan pertama ia merasa agak hambar, namun ia tetap memakannya.

Selang beberapa saat, bubur itu ia habiskan. Ia pun berdiri dan meregangkan tubuhnya.

“Arrgghh… sekarang lebih bertenaga.”

“Tapi apa yang harus aku lakukan sekarang? Berada dalam tubuh anak kecil seperti ini sungguh aneh rasanya.”

Ia pun kembali meraba dan melihat tubuh barunya. Kecil dan lemah, itulah hal yang ia gambarkan. Namun, yang ia syukuri adalah dia tidak berpindah ke tubuh seorang wanita.

“Jika aku terjebak dengan dua beban itu? Hishss… memikirkannya pun aku tidak mampu.”

Chen Tian menepuk kedua pipinya. Ia kemudian tersadar akan sesuatu.

“Tunggu sebentar! Bereinkarnasi? Benua Douluo? Tubuh anak kecil?”

“Persetan!” Chen Tian menggebrak meja.

“Bukankah aku tidak perlu pergi mencari kerja lagi? Tanpa beban? Bisa melakukan apa pun yang aku mau?”

“Wuhuuuuuu! Ahahahaha!”

Ia tertawa, menyanyi, dan menari dengan girangnya.

“Hidup indah bila mendapat berkah, nananananana!”

Namun, hal itu tak berlangsung lama karena kakinya menabrak meja.

“Fuckk! Aduh, sssttt… sakit. Siapa, sih, yang menaruh meja ini di sini, mengganggu saja.”

{Meja: Matamu mana, matamuuu?}

“Hmm, tapi sebelum itu aku harus mencari tahu dulu, di mana plot sekarang ini. Ahhh, tapi sebentar, aku ingin menikmati dulu, aku telusuri nanti saja.”

Chen Tian berbaring di ranjang. Membayangkan hidupnya dulu yang sungguh menyedihkan, lama kelamaan kelopak mata semakin menutup dan ia pun tertidur. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh badan yang masih lemah atas serangan jiwa yang diterima oleh pemilik tubuh ini sebelum ditempati oleh Chen Tian.

________________________________________

Siang hari, sorot matahari menyinari diiringi dengan suara kicauan burung serta semilir angin yang sangat menenangkan hati. Pintu rumah terbuka, anak kecil berumur 5 tahun keluar dari sana.

“Hoaaam…”

Chen Tian menguap dan menggaruk bagian belakang tubuhnya. Ia melihat sekeliling dengan mata yang masih sayu.

“Urgghh, sungguh menyegarkan! Sudah lama aku tidak tidur senikmat ini,” gumamnya.

Meskipun ia terperangkap dalam tubuh kecil yang ia deskripsikan sebagai 'lemah', perasaannya jauh lebih baik daripada masa dewasanya yang suram.

Ia memutuskan sudah waktunya untuk menjelajahi lingkungan barunya.

Mengingat ia berada di tempat yang diklaim sebagai Desa Roh Suci di Kerajaan Tiandou, tempat yang ia kenali dari bacaannya, ada rasa penasaran dan antisipasi yang besar.

Chen Tian melangkah keluar dari gubuk sederhana itu. Rumah Paman Mo ternyata tepat di sebelahnya, sebuah pondok kayu yang sedikit lebih besar dan kokoh. Desa itu tampak damai.

Jalanan tanah dihiasi oleh beberapa rumah yang jaraknya berjauhan, dikelilingi oleh pepohonan rimbun. Ia bisa melihat ladang sederhana di kejauhan.

Sambil berjalan, ia mencoba beradaptasi dengan langkah kecilnya. Setiap ayunan lengan dan langkah kaki terasa asing.

“Aku harus menemukan Kakek Jack. Kepala desa biasanya tahu semua plot cerita di awal,” pikirnya, memasang ekspresi serius yang kontras dengan wajah gembulnya.

Ia menemukan seorang wanita paruh baya sedang mencuci di pinggir sumur dan memberanikan diri bertanya, menggunakan suara cempreng yang masih terasa aneh di telinganya.

“Permisi, Nenek. Di mana rumah Kakek Jack?”

Wanita itu tersenyum lembut melihat anak kecil yang bersih dan sopan itu.

“Oh, Nak. Kau pasti anak baru yang dibawa Paman Mo, ya? Rumah Kakek Jack ada di tengah desa, yang ada pohon beringin besar di depannya.”

“Terima kasih banyak, Nenek!”

Chen Tian segera berlari menuju pusat desa.

Tak lama kemudian, ia tiba di sebuah rumah yang menonjol. Di depan rumah itu berdiri sebatang pohon beringin raksasa yang rindang, akarnya menjorok ke tanah seperti lengan yang kokoh.

Di bawah bayangan pohon itu, duduk seorang pria tua dengan wajah yang dipenuhi kerutan dan mata yang tenang. Ia mengenakan pakaian kain sederhana.

Ini pasti Kakek Jack.

“Kakek Jack?” sapa Chen Tian, sedikit terengah-engah.

Kakek Jack membuka matanya yang tampak tua namun penuh kebijaksanaan dan menatap Chen Tian. Ekspresinya sedikit terkejut, seperti Paman Mo tadi pagi. Anak ini pulih terlalu cepat.

“Oh, anak muda. Kau sudah bangun. Bagaimana perasaanmu? Paman Mo bilang kau terluka parah ketika dia menemukanmu.”

Chen Tian segera memasang ekspresi yang paling polos dan menyedihkan yang bisa ia lakukan.

“Aku sudah lebih baik, Kakek. Terima kasih pada Paman Mo. Aku… aku hanya ingat namaku, Chen Tian,” ucapnya, sambil memegangi kepalanya dengan tangan kecilnya, bertingkah seolah-olah amnesia.

Kakek Jack menghela napas panjang, tatapan matanya dipenuhi simpati.

“Kasihan sekali, Nak. Dunia ini memang kejam. Kau hilang ingatan…"

Kakek Jack terdiam sejenak, lalu menatap Chen Tian dengan tatapan yang lebih tajam. “Tapi itu tidak masalah. Desa Roh Suci ini akan menjadi rumahmu, setidaknya untuk sementara. Kami akan menjagamu.”

“Kakek,” Chen Tian mengambil kesempatan, “Bisakah Kakek ceritakan sedikit tentang tempat ini? Desa Roh Suci… dan Benua Douluo ini?”

Kakek Jack tertawa pelan.

“Tentu saja. Kau harus tahu tempatmu berada. Kita ada di Kerajaan Tiandou, salah satu dari dua kerajaan besar di benua ini. Sedangkan desa kita, Desa Roh Suci, hanyalah desa kecil yang tersembunyi. Tapi, tahukah kau, Nak? Ada sesuatu yang membuat desa kita istimewa…”

Kakek Jack mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya berbinar.

“Setiap anak yang lahir di sini akan menjalani Upacara Kebangkitan Roh Bela Diri saat mereka berumur enam tahun. Di dunia ini, yang terpenting adalah menjadi Master Roh!”

Mendengar kata-kata itu, jantung Chen Tian berdebar kencang. Upacara Kebangkitan Roh Bela Diri. Usia enam tahun.

“Tunggu. Aku baru bangun di tubuh ini. Aku harus tahu plot waktu yang pasti!” pikir Chen Tian panik.

Ia tahu dari cerita aslinya, ada seorang jenius yang lahir di Desa Roh Suci.

“Kakek… apakah… di desa ini, ada anak lain yang seumuran denganku?” tanya Chen Tian dengan nada bersemangat yang berusaha ia tahan agar tetap terdengar santai.

Kakek Jack mengangguk.

“Tentu saja ada. Ada beberapa anak seumuranmu. Yang paling menonjol… ah, ada anak yang baru saja pindah ke sini setahun yang lalu, tinggal bersama Ayahnya. Namanya… Tang San.”

Mendengar nama itu, Chen Tian merasa seluruh dunianya berputar. Matanya membelalak lebar.

“Tang San! Plotnya baru saja dimulai! Aku bukan hanya berada di Benua Douluo, tapi aku berada di awal cerita!”

Kakek Jack, tidak menyadari badai batin yang dialami anak di depannya, melanjutkan ceritanya dengan santai.

“Dia anak yang rajin. Setiap pagi, dia selalu pergi ke Puncak Roh Kudus di belakang desa untuk berlatih di bawah sinar matahari pagi…”

Chen Tian tidak mendengar sisa kalimat Kakek Jack. Pikirannya sudah melayang jauh.

“Puncak Roh Kudus… Di sana dia berlatih Teknik itu??”

Dampak dari penemuan ini jauh lebih besar daripada kegirangannya sebelumnya. Ini bukan hanya tentang tidak mencari pekerjaan lagi, ini adalah kesempatan untuk mengubah nasib dan menjadi legenda!

“Terima kasih, Kakek Jack!” Chen Tian berdiri tegak, tiba-tiba penuh energi. “Aku… aku ingin melihat-lihat desa lagi.”

Ia tidak menunggu jawaban Kakek Jack, dan segera berbalik..

“Hati-hati, Nak!” seru Kakek Jack.

Chen Tian berlari ke arah yang ia duga menuju bagian belakang desa, menuju Puncak Roh Kudus.

Ia harus memverifikasi semua ini, dan yang lebih penting, ia harus mulai merencanakan masa depannya.

1
Sutono jijien 1976 Sugeng
mantap nih 👍👍👍👍 semoga menarik
Rusf
Lanjut Thor
Noir
up thor
сын Мангкурандалимы
oke thor terimakasih 🙏
сын Мангкурандалимы
lajuntkan thor.💪
сын Мангкурандалимы
💪 lajut thor
Pakde
lanjut thor
сын Мангкурандалимы
update sehari 5.seminggu 25..muehehe..hukhukhuk
сын Мангкурандалимы
👣
Pakde
lanjut thor 🙏🙏
Noir
up terus yang banyak thor😄👍
Noir
lanjut up thor
Muhd Zulfitri
istrinya berpa
grand max
semangat Thor 🔥💪
grand max
semangat Thor 🔥🔥🔥🔥
Noir
lanjut up
grand max
semangat Thor 👍💪
grand max
semangat terus Thor 🔥
Noir
up
Noir
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!