NovelToon NovelToon
Bunian Cinta Yang Hilang

Bunian Cinta Yang Hilang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Mata Batin
Popularitas:251
Nilai: 5
Nama Author: Ddie

Perjanjian Nenek Moyang 'Raga'' zaman dahulu telah membawa pemuda ' Koto Tuo ini ke alam dimensi ghaib. Ia ditakdirkan harus menikahi gadis turunan " alam roh, Bunian."

Apakah ia menerima pernikahan yang tidak lazim ini ? ataukah menolak ikatan leluhur yang akan membuat bala di keluarga besarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ddie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan Percaya

Malam itu, kamar kos Nadira hanya diterangi lampu meja kuning redup. Laptopnya masih terbuka di pergelangan kasur, menampilkan peta Sumatra Barat yang sudah ia zoom, zoom, dan zoom lagi sampai matanya berair. Nama Koto Tuo terpampang seperti titik kecil terus memanggilnya.

Sudah hampir jam 23.48, tapi ia masih menatap layar tanpa berkedip.“Kenapa gue sampai kayak orang kesurupan begini…” gumamnya sambil menutup laptop perlahan.

Saat ia hendak mematikan lampu kamar—

HP-nya berdering, nomor tak dikenal, tanpa kode daerah dan tanpa nama, hanya deretan angka acak

Ia tidak mau mengangkat, tapi ada dorongan halus—rasa penasaran muncul dari dalam dadanya.

“Halo?”

Tidak ada jawaban, hanya napas pelan, berat, dan suara tua bukan dari Bram, HRD atau siapa pun yang pernah ia kenal, datang begitu saja jauh dari peradaban.

“Kamu… jangan ikut campur.”

Gadis itu menegang, "Siapa ini?”

Sunyi, hanya detak jantung berdegup kencang ditelinga.

“Anak itu… sedang dipisahkan dari sesuatu yang sudah menuntutnya sejak lama.”

Nadira menggenggam ponsel lebih erat. “ Anak itu? maksudnya siapa ?”

Suara di seberang berhenti sesaat, lalu terdengar sesuatu seperti ketukan kayu—tongkat memukul lantai rumah tua.

“Kamu tidak boleh ke Koto Tuo.”*

Nadira nyaris kehilangan kata, " Mohon maaf anda siapa?”

Napas di telepon semakin berat seakan memikul beban tradisi turun-temurun.

“Ini bukan urusan mu, dan dia sudah diputuskan."

Gadis berambut sebahu itu membeku, kata "diputuskan" menggantung keras di kepalanya, ia ingin menutup telpon tapi suara nya kembali terdengar rintih “Kalau kamu terus mencari… dia akan menemukanmu duluan.”

Klik, sambungan terputus, nomor itu lenyap—tak tersimpan dalam riwayat panggilan.

Nadira terdiam tak bergerak, jantungnya berdebar tak beraturan. Dan di layar ponselnya muncul notifikasi baru—sebuah pesan misteri, hanya satu kalimat:

“Jangan percaya laki-laki itu —A.R.

\=\=\=

Malam itu, kamar kos terasa semakin sempit, seolah perlahan menutup di sekelilingnya. Nadira masih terduduk di tepi ranjang, ponsel tergenggam, layar gelapnya memantulkan bayang wajahnya yang setengah panik, setengah terpanggil.

Suara di telepon tadi—berat, tua, dan sama sekali asing—masih bergema di telinganya.

"Kamu tidak boleh ke Koto Tuo."

"Dia sudah diputuskan."

"Kalau kamu terus mencari… dia akan menemukanmu duluan."

Ia memeluk tubuhnya sendiri."Siapa 'dia'? Siapa yang 'memutuskan' Raga? Kenapa malah gue yang dapat peringatan?"

Nadira tidak kenal siapa pun dari kampung Raga, tidak pernah memberi tahu siapapun bahwa dirinya mencari Koto Tuo dan tidak punya hubungan darah atau kenalan dengan keluarganya.

Lantas…Bagaimana mungkin seseorang bisa tahu?

Nadira kembali membuka ponselnya. Pesan terakhir masih terbaca jelas, "Jangan percaya laki-laki itu —A.R." Ia menelan ludah. "Laki-laki yang mana?"Bram? Tidak mungkin, HRD kantor? Jelas bukan. Raga? Tidak—nada pesan itu tidak seperti urusan cinta atau kecemburuan. Ini berbeda seperti peringatan dari seseorang berada di antara dua dunia.

Dalam keadaan bingung ia kembali menyalakan laptop. Cahaya redup lampu meja menyinari wajahnya yang pucat, membuka tab baru, mengetik:

"Cara melacak alamat kampung dari data KTP mahasiswa." Tak ada hasil yang membantu, tentu saja. “Apa sih yang gue lakukan… Ini bukan film.” Akhirnya, ia membuka berkas HRD dari ibu Rani, informasi tentang Raga, kontak darurat, namanya tidak tercantum, nomor aneh serangkaian angka bukan dari telepon biasa

Ia terlihat ragu namun jari-jarinya bergerak sendiri memencet tombol panggilan

Kring…

Kring…

Tidak ada yang mengangkat.Tiba-tiba—Telepon masuk dari nomor yang sama.

Nadira menggigit bibir, mengangkatnya dengan suara gemetar.“H-Halo?”

Sepi, hanya suara letupan kecil kayu terbakar disusul hembusan angin dingin

Gadis itu terpaku ingin menutup telpon, tapi tidak lama terdengar suara “Dia tidak akan kembali jika kamu datang ke sini.”

“Siapa ini? Tolong… Raga itu teman baik saya. Saya hanya ingin tahu dia baik-baik saja.”

“Yang memanggilmu bukan dia.”

Dada Nadira terasa sesak, napasnya tersengal “Lalu siapa?”

Kali ini tidak ada jawaban, napas panjang… gesekan kain diseret… dan bisikan samar dari kejauhan“Jangan buka jalan itu.”

Sambungan terputus, gadis itu menatap layar ponsel gelap, lama sekali, sebelum ia sadar seluruh tubuhnya bergetar.

\=\=

Pagi udara Jakarta masih lembap dan gerah meski mentari belum meninggi. Gadis cantik itu berdiri di depan ruangan Pak Bram degup jantung tidak teratur. Semalaman ia tak bisa tidur, pikirannya terus berkecamuk antara telepon misterius, pesan A.R., dan mimpi-mimpi terasa semakin nyata.

Dia mengetuk.

“Masuk,” suara Bram terdengar serak, tak seceria biasanya.

Begitu pintu terbuka, ia merasa ada yang tidak beres, ruangan berantakan—berkas berserakan, kemeja Bram kusut, rambutnya acak-acakan. Matanya merah, seperti menahan tangis atau rasa takut tak bisa dijelaskan.

“Pak…” Ia duduk perlahan. “Saya perlu bicara.”

Bram mencoba duduk tegak, tapi tangannya gemetar memegang cangkir kopi, “Jangan-jangan ini tentang Raga lagi,” gumamnya, berat.

Ia mengangguk.“Saya mau minta izin cuti sebentar, Saya—”

Bram memotongnya cepat, nadanya tegang.

“Jangan pergi ke sana, Nadira!”

Ia membeku.

Laki laki itu menutup mulutnya sendiri, seolah menyesal telah berteriak. Tapi ketakutan di wajahnya terpampang nyata.

“Kenapa, Pak?”

“Pokoknya jangan,”ucapnya gelisah menatap sudut ruangan seakan mendengar apa yang ia teriakan “Kamu pikir cuma kamu yang mengalami hal-hal aneh? Bapak juga, Nadira…”Dia menelan ludah, tubuhnya menggigil.

“Tadi malam…bapak mendengar ketukan di lemari arsip tiga kali. ”suara itu semakin lirih. “Dan ada bunga melati di lantai kamar menusuk hidung.”

“Tapi kenapa bisa terjadi pada Bapak?Ia merinding, bulu tengkuknya berdiri

“Mungkin bapak ikut campur dengan urusan ini, membuka file lama, berkomentar tentang kepergian Raga… dan entah kenapa, sepertinya ada yang tidak suka."

Nadira terdiam memijat dahinya mulai berdenyut

“Jangan berangkat, Nadira. Kamu tidak mengerti apa yang sedang kamu dekati.”

“Saya harus mencari Raga, Pak.”Gejolak di dadanya kian tak terbendung

“Kenapa harus kamu?” suara Bram bergetar. “Kenapa bukan HRD? Kenapa bukan keluarganya? Kenapa cuma kamu yang terus ditarik ke dalam ini?”

Ia tak bisa menjawab, karena dia pun tak tahu dalam setiap mimpi, bunga melati, dan setiap pesan dari A.R.—semuanya mengarah padanya.

Bram menggeleng, suaranya nyaris pecah.

“Kamu cuma rekan kerjanya, Dir. Jangan masuk lebih dalam. Kamu tidak tahu apa yang menunggumu di sana.”

“Maaf,Pak… Saya tetap harus pergi.”

Bram mendongak, kecemasan begitu nyata tatapan memohon. “Nadira…jangan ikuti titik koordinat itu. Jangan ikuti suara itu. Kamu akan menyesal.”

Tapi tekad gadis itu sudah bulat, lebih dalam, mengakar dan baru tersadar kakinya gemetar saat keluar dari ruangan, “Jangan percaya laki-laki itu —A.R.”

1
ayi🐣
semangat thor ayo lanjut/Awkward//Scream/
Ddie
Dapat kah cinta menyatu dalam wujud dimensi Roh ? Bagaimana dalam kehidupan sehari-hari? Novel ini mencoba mengangkat dimensi ' Bunian' jiwa yang tersimpan dalam batas nalar, '
Rakka
Hebat!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!