NovelToon NovelToon
My Lovely Pilot Forever

My Lovely Pilot Forever

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duniahiburan / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: RUDW

Kisah ini mengisahkan tentang seorang gadis lugu dan seorang pilot playboy yang saling jatuh cinta. Pertemuan pertama mereka terjadi di dalam pesawat, ketika sang pilot memenuhi permintaan sepupunya untuk mengajak seorang gadis lugu, ke kokpit pesawat dan menunjukkan betapa indahnya dunia dari ketinggian, serta meyakinkannya untuk tidak merasa cemas. Tanpa diduga, pertemuan ini justru menjadi awal dari kisah mereka yang dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RUDW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah Sakit

---

Xander melangkah cepat memasuki rumah keluarga Wilson setelah mendapat kabar dari Mirabella bahwa hanya ada para pelayan di rumah. Khawatir akan kondisi Clarissa, Mirabella meminta Xander untuk menemaninya hingga dia tiba.

Xander tidak keberatan. Kekhawatiran yang sama turut mengusiknya. Namun, begitu berada di dalam rumah, ia justru bingung—di lantai berapa kamar gadis itu?

"Permisi, Tuan Xander. Ada yang Anda butuhkan?" Suara seorang pelayan yang kebetulan lewat menyadarkannya. Xander bersyukur dalam hati.

"Oh, iya. Di mana kamar Clarissa?"

"Di lantai dua, bersebelahan dengan kamar Nona Mirabella," jawab pelayan itu sopan.

"Baik, terima kasih."

Xander segera menaiki tangga menuju lantai dua. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu kamar Clarissa, tetapi tidak ada jawaban. Perasaan cemas mendorongnya untuk langsung masuk. Namun, ruangan itu kosong.

Apa mungkin dia salah kamar? Xander meneliti sekeliling. Tidak, ini pasti kamar yang dimaksud pelayan tadi.

Saat masih mencoba memahami situasi, pintu kamar mandi terbuka, dan sosok yang dicarinya muncul.

Clarissa baru saja selesai membersihkan diri dan mengganti pakaian.

"Are you okay? Maaf, saya masuk begitu saja. Tadi saya mengetuk, tapi tidak ada jawaban. Mirabella menyuruhku menunggu di sini sampai dia datang," jelas Xander, menangkap ekspresi bingung di wajah pucat gadis itu.

"Emm... ya. Terima kasih, Kak. Tapi sepertinya tidak perlu repot-repot. Saya baik-baik saja, ada pelayan juga di sini," ucap Clarissa lemah sambil melangkah menuju tempat tidur.

Gerakannya terlihat lesu dan tak bertenaga. Xander refleks mendekat untuk membantu. Clarissa tidak menolak. Begitu tubuhnya menyentuh kasur, ia langsung berbaring, mencoba beristirahat.

"Haruskah kita ke rumah sakit saja? Kamu terlihat sangat pucat," tanya Xander khawatir.

Clarissa menggeleng pelan. "Saya hanya butuh istirahat."

Xander tidak memaksa. Ia duduk di tepi ranjang, memperhatikan Clarissa yang berusaha tidur. Namun, matanya menangkap gerakan tangan gadis itu yang terus meremas ringan perutnya.

Entah kenapa, tanpa berpikir panjang, tangannya terulur, ikut mengusap perut Clarissa dengan lembut.

Clarissa tersentak, tetapi tatapan tulus Xander membuatnya tidak berkata apa-apa.

"Apakah sakit sekali, hm?"

Clarissa mengangguk lemah. "Ya."

"Kamu sering mengalami ini?"

"Tidak selalu. Hanya beberapa bulan terakhir terasa lebih menyakitkan. Seperti mau pingsan rasanya..." bisiknya lirih.

Xander mengernyit. Seumur hidupnya, ia belum pernah melihat seseorang mengalami menstruasi seburuk ini. Ia teringat sang ibu yang sebelum menopause masih bisa beraktivitas normal tanpa keluhan berarti.

Ada yang tidak beres, pikirnya. Tapi Clarissa keras kepala menolak pergi ke rumah sakit.

Untuk saat ini, Xander hanya bisa melakukan apa yang bisa ia lakukan. Tangannya masih mengelus perut Clarissa, berusaha menenangkan.

Clarissa merasa sedikit lebih nyaman. Meski begitu, ia tetap tidak bisa tidur.

Xander mengira gadis itu sudah terlelap, jadi ia memutuskan turun ke dapur. Di sana, ia meminta seorang pelayan membuatkan minuman pereda nyeri haid.

Malu? Tentu saja. Ini bukan ranahnya. Tapi lebih tidak tega membiarkan seseorang kesakitan.

Tak lama, pelayan itu memberikan secangkir minuman hangat. "Saya sering meminumnya saat menstruasi, mungkin cocok untuk Nona Clarissa," ujarnya.

Xander menghirup aroma minuman itu—tercium wangi rempah-rempah. Entah apa isinya, tapi semoga membantu.

Ia kembali ke kamar Clarissa.

"Hei, kamu belum tidur?" tanyanya.

Clarissa menoleh. Rupanya, Xander masih di sini. Dia kira pria itu sudah pulang.

"Saya tidak bisa tidur, Kak."

Xander mengangguk, lalu duduk di sisi ranjang. "Minumlah. Ini minuman pereda nyeri, semoga membantu."

Clarissa menerima gelas itu tanpa ragu. Kebetulan, ia memang merasa haus. Ia meneguknya cukup banyak.

Tapi sesaat kemudian, wajahnya mengernyit. "Rasanya aneh..."

Xander terkekeh kecil. Ekspresi Clarissa jelas menunjukkan ketidaksukaan.

"Tapi mau bagaimana lagi. Sudah terlanjur masuk perut," gumam gadis itu pasrah.

"Apakah sedikit membantu?"

Clarissa diam sejenak, lalu menggeleng. "Entahlah. Mungkin nanti efeknya terasa."

"Kalau begitu, istirahatlah lagi." Xander membantunya berbaring dengan hati-hati.

Clarissa sebenarnya merasa aneh. Perhatian seperti ini belum pernah ia dapatkan dari seorang pria.

"Sebaiknya Kakak pulang saja. Saya masih sanggup sendirian," ujarnya pelan, tanpa maksud mengusir.

Xander menatapnya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Saya akan pulang kalau Mirabella sudah tiba. Akan berisiko meninggalkanmu sendirian dalam kondisi seperti ini."

Clarissa tidak membantah. Ia hanya mengangguk pelan. Xander mengusap lembut puncak kepalanya, lalu duduk di sofa kecil di dekat ranjang.

Clarissa meringkuk, membelakangi Xander. Sejak tadi ia terus menahan sakit. Sejak kecil, Suster Maria telah mengajarkannya untuk mandiri dan tidak merepotkan orang lain. Namun, kali ini... entah mengapa ia merasa tidak keberatan.

---

Sementara itu, Mirabella mengendarai mobil dengan kecepatan penuh setelah mendengar kondisi Clarissa dari Xander. Begitu tiba di rumah, ia langsung menuju kamar sahabatnya.

Brak!

Pintu terbuka dengan keras, membuat Xander hampir terlonjak kaget. Hampir saja ia mengumpat, tapi urung setelah melihat siapa yang datang.

"Bagaimana keadaannya?"

"Masih mengeluh sakit. Sepertinya tidur," jawab Xander.

Mirabella mendekati ranjang, mengguncang pelan bahu Clarissa. "Clarissa, bagaimana perasaanmu?"

Tidak ada jawaban. Hanya rintihan lirih.

Mirabella tersentak saat melihat wajah sahabatnya—bersimbah keringat, pucat, dan matanya terpejam erat seolah menahan rasa sakit luar biasa.

"Oh my darling!!! Kita harus ke rumah sakit sekarang!"

Xander tersentak. Tadi ia mengira Clarissa hanya beristirahat, tapi ternyata kondisinya lebih buruk dari dugaannya.

Tanpa pikir panjang, ia langsung menggendong gadis itu dan bergegas menuju mobil.

"Cepat, Kak!" seru Mirabella panik saat merasakan tangan Clarissa begitu dingin.

Jarak rumah sakit tidak jauh, hanya sekitar lima belas menit perjalanan. Beruntung, Mirabella sempat menelepon dokter keluarga mereka yang bekerja di sana. Begitu tiba, petugas medis sudah bersiap di UGD.

Xander dan Mirabella menunggu dengan gelisah di luar ruangan.

---

Beberapa saat kemudian, Mirabella menangis di ruangan dokter.

"Kista di rahim."

Hasil diagnosis dokter begitu menyesakkan. Clarissa harus menjalani operasi pengangkatan kista sebelum merusak indung telur lainnya. Sayangnya, satu indung telur sudah terlanjur rusak.

Tangan Mirabella gemetar saat menandatangani surat persetujuan operasi.

Lebih menyakitkan lagi, dokter menyampaikan kemungkinan Clarissa sulit hamil di masa depan.

Bagaimana reaksi Clarissa nanti?

Xander meletakkan tangan di bahu Mirabella, mencoba menenangkan. "Ayo, kita beri tahu Aunty, Uncle, dan Jonathan. Mereka juga harus tahu."

Mirabella mengangguk. Dalam kepanikannya, ia bahkan lupa memberi tahu keluarga.

1
RUDW
Hallo semua, Karya baru saya sudah launching. Jangan lupa dukung ya. Like, koment, vote yang banyak. Terima kasih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!