Seorang pengguna roh legendaris, yang sepanjang hidupnya hanya mengenal darah dan pertempuran, akhirnya merasa jenuh dengan peperangan tanpa akhir. Dengan hati yang hancur dan jiwa yang letih, ia memutuskan mengakhiri hidupnya, berharap menemukan kedamaian abadi. Namun, takdir justru mempermainkannya—ia terlahir kembali sebagai Ferisu Von Velmoria, pangeran ketiga Kerajaan Velmoria.
Di dunia di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalin kontrak dengan roh, Ferisu justru dikenal sebagai "Pangeran Sampah." Tidak ada roh yang mau menjawab panggilannya. Dipandang sebagai aib keluarga kerajaan, ia menjalani hidup dalam kemalasan dan menerima ejekan tanpa perlawanan.
Tetapi saat ia masuk ke Akademi Astralis, tempat di mana para ahli roh belajar tentang sihir, teknik, dan cara bertarung dengan roh, sebuah tempat terbaik untuk menciptakan para ahli. Di sana Ferisu mengalami serangkaian peristiwa hingga akhirnya ia menunjukkan siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Katsumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14 : Akademi Astralis
Hari pendaftaran Akademi Astralis akhirnya tiba, dan suasana istana kerajaan Velmoria dipenuhi kesibukan. Di ruang makan megah dengan meja panjang berhias piring-piring mewah, Ferisu duduk santai menikmati sarapannya. Di sekitarnya, anggota keluarga kerajaan lainnya memandangnya dengan berbagai ekspresi—beberapa acuh, beberapa terlihat lelah.
"Harinya sudah tiba, Ferisu," ujar Raja Velmoria dengan suara tegas, memecah keheningan. "Kau akan pergi ke Akademi Astralis untuk menempuh pendidikan. Jadikan ini kesempatan untuk menunjukkan nilaimu sebagai pangeran."
Ferisu, seperti biasa, tidak bereaksi apa-apa. Tatapannya tetap tertuju pada makanannya, memotong roti dan menikmati hidangan dengan santai. Sikapnya yang acuh membuat suasana semakin canggung, tetapi tak ada seorang pun yang merasa perlu menegurnya—mereka sudah terbiasa.
Namun, ada satu orang yang berbeda. Verina, kakak perempuannya yang selalu mencoba mendekatinya dengan cara yang lembut namun tegas, membuka suara. "Ferisu, aku akan mengantarmu ke sana. Jadi, setelah sarapan, pastikan kau bersiap untuk berangkat," ujarnya, menatap Ferisu dengan senyum penuh pengertian.
Ferisu melirik Verina sekilas, lalu kembali memakan makanannya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Reaksi itu membuat seseorang di ujung meja—Albert, Pangeran Pertama—mendecakkan lidahnya. "Benar-benar tidak tahu diri," gumamnya pelan, tetapi cukup terdengar oleh semua orang di meja.
Ratu Velmoria yang duduk di sisi Raja hanya menghela napas pelan, lalu menatap Verina. "Kuharap kau bisa memastikan dia tidak membuat masalah di sana. Akademi Astralis adalah tempat yang sangat penting bagi calon pemimpin kerajaan."
"Jangan khawatir, Ibu. Aku akan menjaganya," balas Verina dengan yakin.
Albert menyandarkan punggungnya di kursi, memandang Ferisu dengan tatapan dingin. "Membiarkan Ferisu masuk Akademi Astralis hanya membuang-buang tempat. Dia bahkan tidak peduli dengan nama baik keluarga, apalagi tanggung jawab sebagai pangeran."
"Albert," tegur Raja dengan suara tegas, membuat suasana meja makan semakin tegang.
Ferisu, seolah tidak terpengaruh, hanya bangkit dengan santai setelah selesai makan dan berjalan keluar ruangan tanpa sepatah kata pun. Para pelayan yang sudah siap dengan perlengkapan dan barang bawaannya segera mengikuti di belakangnya.
Verina menatap punggung adiknya dengan campuran rasa khawatir dan harapan. Dalam hatinya, dia tahu bahwa di balik sikap acuh Ferisu, ada sesuatu yang lebih besar yang disembunyikannya—dan dia bertekad untuk melihatnya sendiri.
Sementara itu, Albert hanya mendengus pelan. "Tidak ada gunanya. Bahkan jika dia masuk Akademi Astralis, dia tetap Ferisu yang sama—pangeran pemalas tanpa tujuan."
"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan," sela Verina sambil melangkah keluar menyusul Ferisu.
Di luar istana, kereta kerajaan telah siap. Di sisi kereta, dua penjaga pribadi Ferisu berdiri dengan postur tegap, menunggu perintah untuk berangkat. Mereka tahu perjalanan ini akan menjadi awal yang menarik—dan mungkin penuh kejutan—bagi pangeran yang selalu dianggap sebagai sampah keluarga.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Akademi Astralis dikenal sebagai salah satu institusi pendidikan paling bergengsi di seluruh benua. Akademi ini menawarkan pelatihan dalam empat disiplin utama: sihir, teknik roh, monster tamer, dan beladiri dengan berbagai jenis senjata. Di sinilah para individu berbakat dari seluruh penjuru benua datang untuk mengasah kemampuan mereka, mempersiapkan diri menjadi pemimpin, petarung, atau ahli sihir masa depan.
Namun, seperti institusi bangsawan lainnya, Akademi Astralis juga memiliki hierarki yang kuat. Para bangsawan memiliki privilese untuk masuk tanpa melalui tes apa pun. Status keluarga mereka dianggap cukup sebagai tiket masuk, meskipun kemampuan mereka mungkin biasa saja.
Sebaliknya, rakyat jelata harus melewati serangkaian tes yang sangat ketat. Tes ini dirancang untuk menyaring mereka yang benar-benar berbakat, menuntut kecerdasan, kemampuan fisik, dan potensi sihir yang luar biasa. Dari ribuan pelamar rakyat biasa, hanya segelintir yang berhasil lolos setiap tahun, menjadikan mereka sebagai minoritas yang sering kali mendapat sorotan—baik karena dikagumi maupun dipandang rendah.
Ferisu, sebagai pangeran kerajaan Velmoria, tentu saja masuk dalam kategori bangsawan yang tidak memerlukan tes. Namun, sikap dan reputasinya yang buruk membuat banyak orang bertanya-tanya apakah dia pantas berada di Akademi Astralis. Bahkan beberapa pengajar senior di akademi secara diam-diam mempertanyakan keputusan kerajaan untuk mengirimkan "pangeran sampah" itu.
Bagi Ferisu, perjalanan ke Akademi Astralis adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—entah itu pembuktian diri, atau sekadar kesempatan untuk melarikan diri dari tekanan istana.
.
.
.
Setelah tiba di Akademi Astralis, Ferisu merasa lega karena akhirnya bisa terbebas dari Verina yang hanya mengantarnya sampai gerbang. Ia menolak membawa pelayan seperti para bangsawan lainnya. Bagi Ferisu, membawa pelayan hanya akan menjadi beban tambahan.
Tanpa peduli dengan pandangan atau tatapan penasaran orang-orang di sekitarnya, Ferisu langsung berjalan menjelajahi area akademi. Langkahnya santai, tetapi matanya tajam mengamati lingkungan baru itu.
Saat melangkah, Ferisu mendengar suara ramai dari sebuah area di dekatnya. Ia melirik ke arah itu dan melihat kerumunan besar berkumpul di sekitar arena terbuka. Ternyata, tempat itu adalah lokasi tes masuk untuk para rakyat biasa.
"Aku penasaran dengan tesnya," gumam Ferisu sambil mendekati kerumunan. Ia berdiri di pinggir arena, mengamati jalannya tes dengan tangan terlipat di depan dada.
Tiga Tes Utama
Tes Ilmu Pengetahuan
Para peserta diberikan serangkaian pertanyaan mengenai sejarah sihir, teknik roh, dan strategi militer. Peserta yang gagal menjawab dengan benar langsung dieliminasi. Ferisu memperhatikan dengan sedikit ketertarikan, mencatat bahwa beberapa rakyat biasa memiliki kecerdasan yang mengejutkan. Namun, kebanyakan hanya membuat kesalahan dasar.
Tes Sihir
Setelah tes teori, para peserta diminta menunjukkan kemampuan sihir mereka. Tes ini mengharuskan mereka memanipulasi elemen dasar seperti api, air, atau angin untuk membentuk pola tertentu. Beberapa peserta gagal menghasilkan sihir apa pun, sementara yang lain membuat kesalahan kecil hingga pola mereka tidak sempurna. Ferisu tersenyum kecil saat melihat itu, tampak bosan namun tetap memperhatikan detail.
Tes Teknik Bertarung
Ini adalah tes terakhir, di mana peserta diminta untuk bertarung melawan boneka otomatis yang disesuaikan dengan level kekuatan mereka. Boneka-boneka itu dilengkapi dengan sensor yang akan menilai efisiensi serangan peserta.
Ferisu menyaksikan peserta satu per satu menghadapi boneka tersebut. Ada yang menyerang dengan percaya diri tetapi gagal memberikan dampak berarti, ada pula yang bertarung dengan strategi cerdas tetapi fisik mereka terlalu lemah untuk menyelesaikan pertarungan.
"Aku sudah bisa menebak hasilnya," gumam Ferisu, wajahnya menunjukkan kebosanan yang semakin kentara. Meskipun pertarungan itu cukup menarik bagi sebagian besar penonton, bagi Ferisu, itu hanyalah pertunjukan yang penuh kekurangan.
Setelah tes terakhir selesai, Ferisu memutar tubuh dan mulai berjalan pergi. Setelah puas berjalan-jalan dan mengamati jalannya tes, Ferisu melihat matahari mulai condong ke barat, pertanda hari sudah menjelang sore. Ia menghela napas panjang, merasa cukup dengan eksplorasinya hari itu.
"Yah, sepertinya tak ada yang menarik lagi di sini," gumam Ferisu sambil melirik langit yang mulai berubah jingga.
Dengan langkah santai, ia meninggalkan area tes dan berjalan menuju gerbang utama akademi. Para penjaga yang berjaga di sana sempat meliriknya dengan heran, mungkin karena Ferisu adalah satu-satunya Bangsawan yang keluar akademi begitu cepat setelah mendaftar.
Verina yang sudah menunggu di luar gerbang, berdiri tegak dengan ekspresi serius khas dirinya. Begitu melihat Ferisu keluar, ia segera mendekat.
"Kau selesai begitu cepat?" tanya Verina, nadanya sedikit curiga.
"Yah, aku hanya melihat-lihat," jawab Ferisu singkat sambil berjalan melewatinya.
"Kau tidak bertemu siapa pun? Tidak ada hal menarik yang terjadi?" Verina terus bertanya, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan Ferisu.
Ferisu hanya mengangkat bahu tanpa menoleh. "Tidak ada yang penting. Lagipula, aku sudah lelah. Mari kita pulang."
Verina mengerutkan dahi, tetapi ia memilih untuk tidak mendesak lebih jauh. Ia mengikuti Ferisu menuju kereta yang telah menunggu di depan gerbang.
Di dalam kereta, Ferisu bersandar malas di kursi, matanya setengah terpejam. Sepanjang perjalanan pulang, ia hanya diam, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Verina, yang duduk di seberangnya, terus mengamati adiknya itu. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Ferisu, tetapi seperti biasa, Ferisu pandai menyembunyikan pikirannya.
"Ferisu..." gumam Verina pelan, tetapi ia memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya.
Kereta pun melaju menuju istana Velmoria, meninggalkan bayangan Akademi Astralis yang mulai diselimuti kegelapan malam.