Ditalak Sebelum 24 Jam

Mata Shaila membulat sempurna melihat undangan yang ada dirumah Bu Retno. Tak salah lagi, itu Nara. Bahkan namanya juga sama. Dari tanggal yang tertera, jelas belum 4 bulan dia menikah. Dan sekarang, dia sudah hamil 3 bulan lebih. Apa itu artinya? anak mantan suaminya, bukan anak abangnya, Septian.

Ataukan, Nara dan abangnya adalah pasangan selingkuh. Hingga Nara ketahuan hamil dan diceraikan oleh suaminya? Kepala Shaila dibikin pusing oleh semua kemungkinan itu.

"Nara suka makan apa? biar ibu dan Shaila yang masakin?" Tanya Lastri yang sedang berbincang diruang tamu bersama Nara.

"Gak usah repot repot bu."

"Gak repot kok. Memang sudah kewajiban kami untuk menyambut tamu. Meski mungkin tak seenak makanan dirumah Nara." Lastri menggeser duduknya lebih mendekat ke arah Nara.

"Seperti inilah keluarga Septian. Kami orang biasa, mungkin gak sama dengan keluarga nak Nara. Semoga Nara bisa memaklumi ya." Lanjutnya sambil menggenggam tangan Nara.

"Sama saja kok bu." Jawab Nara sambil tersenyum.

"Septian masih kuliah. Harusnya tahun ini sudah lulus.Tapi kerena dia cuti setahun, jadi belum lulus. Dia nya ngeyel mau kerja, katanya nyari pengamalan, ya ibu mau gimana lagi. Gak bisa nyegah."

Shaila melambaikan tangan kearah ibunya. Memangil dengan gerak bibir agar ibunya masuk ketoko.

"Nara, ibu tinggal bentar ya."

Bu Lastri, menghampiri Shaila yang sedang berada ditoko. Dan gadis itu, segera menyerahkan undangan yang dia bawa dari rumah Bu Retno. Seketika Lastri mengelus dada. Membayangkan berapa banyak dosa putranya. Berbuat zina, dan lebih parahnya, dengan wanita yang kemungkinan masih berstatus istri orang.

Lastri menyerahkan kembali undangan itu lalu menghampiri Nara.

"Nara, ibu boleh tanya?" Tanya Lastri dengan tatapan mata yang sudah berbeda dengan awal tadi.

"Iya Bu." Perasaan Nara tiba tiba tidak enak.

"Nara janda?" Tanya Lastri sambil berusaha menguasai diri agar tak terbawa emosi apalagi menyinggung Nara.

"Bukan bu." Ya, secara hukum pernikahannya dengan Abi dinyatakan batal. Dan statusnya bukan janda.

Lastri memijat dadanya yang tiba tiba sesak. Beberapa detik yang lalu, dia merasa bersalah atas perbuatan Septian pada Nara. Tapi detik ini, rasa bersalah itu hilang. Berganti dengan rasa marah karena merasa ditipu. Padahal kalaupun dia jujur, Lastri juga tidak akan mempermasalahkan.

"Untuk apa menyembunyikan kebenaran. Tak ada salahnya dengan janda. Bahkan Rasulullah saja menikahi janda. Kenapa kamu memilih berbohong untuk masalah sepenting ini. Apa kamu juga membohongi Septian tentang status kamu? Apa tujuan kamu sebenarnya?"

Nara seketika dibuat bingung.

"Saya gak ngerti. Maksudnya apa ya Bu?"

Shaila yang merasa marah datang dan meletakkan undangan pernikahan Nara diatas meja.

Mata Nara membulat sempurna. Tak menyangka jika Shaila bisa mempunyai undangan itu.

"Kenapa sih, gak jujur aja kalau janda. Mau nipu bang Septian. Ngaku Ngaku hamil anaknya. Maunya apa coba? Yakin kalau itu anak bang Septian, bukan anak mantan suami kakak?"

"Bukan seperti itu kejadiannya. Pernika___" Nara coba menjelaskan tapi dipotong oleh Lastri.

"Cukup. Saya tak tahu anak siapa yang kamu kandung. Tapi jika itu memang anak Septian, berarti kalian pasangan selingkuh. Kerena jelas jelas, 4 bulan yang lalu, status kamu adalah istri orang. Naudzubilla mindzalik, saya sangat tidak menyukai wanita yang tidak bisa menjaga martabatnya sebagai seorang istri. Septian mungkin memang bukan pria yang baik. Tapi Bagaimanapun, sebagai seorang ibu, saya tak menginginkan anak saya berjodoh dengan wanita seperti itu."

jleb

Hati Nara terasa sakit sekali mendengar itu. Bukankah, beberapa saat yang lalu, dia masih diterima dengan baik. Kenapa roda begitu cepat berputar.

Lastri memegangi dadanya yang sesak. Air matanya tak henti mengalir membayangkan Septian menikah dengan wanita yang tak bisa menjaga kehormatan sebagai seorang istri. Semoga saja ini tak benar. Semoga saja, mereka bukan pasangan selingkuh. Dia tak bisa membayangkan jika benar Septian berselingkuh dengan istri orang.

"Saya bukan wanita seperti itu." Gumam Nara sambil terisak. "Saya sudah ditalak sebelum bertemu Septian."

"Jika memang kakak sudah bercerai, kapan? Apa sudah selesai masa iddahnya? Semua ada aturannya kak. Harusnya kakak menjaga diri saat masa iddah, bukannya malah pacaran sama Kak Septian dan ngaku hamil anaknya." Shaila ikut memojokkannya.

Nara, wanita itu menangis sambil gemetaran diserang dua orang sekaligus.

Lastri yang takut makin tak bisa mengontrol emosi langsung meninggalkan ruang tamu, begitu pula dengan Shaila.

...****...

"Assalamualaikum." Ucap Septian yang baru kembali dari masjid. Dia tak melihat siapapun diruang tamu. Mungkin mereka didapur, pikir Septian. Pria itu segera menuju dapur dan mendapati Lastri yang sedang menangis dan Shaila yang tampak menenangkannya.

"Ada apa bu?" Tanya Septian sambil berjalan menghampiri ibunya. "Kak Nara mana Sha?"

"Tadi masih diruang tamu, gak tahu sekarang." Jawabnya jutek.

"Loh kok gitu. Ada apa sih ini?" Septian merasa ada yang tidak benar.

"Abang kenal dimana sih sama wanita itu? Dia itu penipu . Bukan wanita baik baik."

"Maksud kamu apa ngomong kayak gitu Sha?" Tanya Septian dengan nada yang mulai meninggi.

"Dia udah nipu Abang dan kita semua. Dia itu janda bang. Dan mungkin, anak yang dia kandung itu anak mantan suaminya, bukan anak Abang."

"Jangan ngomong sembarangan." Bentak Septian.

"Emang kenyataannya Gitu. Aku dan ibu udah lihat sendiri undangan pernikahannnya. Belum ada empat bulan dia nikah bang. Dan berapa bulan dia hamil sekarang? masih yakin itu anak Abang?" Shaila tak bisa menahan emosinya. Gadis yang biasanya lebih banyak diam itu, tak bisa terima keluarganya ditipu.

"Itu anak abang." Tekan Septian sambil melotot kearah Shaila.

"Jadi kamu selingkuh sama dia saat dia masih berstatus istri orang?" Lastri akhirnya angkat bicara. "Dimana harga diri kamu sebagai laki laki Sep. Kenapa istri orang kamu ambil juga. Apa tak ada wanita lain didunia ini?" Lastri menangis sesenggukan sambil memukuli lengan Septian yang berdiri disampingnya.

"Gak seperti itu ceritanya Bu. Septian bertemu Nara saat dia sudah bercerai."

"Lalu kapan dia bercerai? Baru nikah hampir 4 bulan. Sekarang sudah hamil 3 bulan lebih anak abang. Cerai itu ada prosesnya bang. Gak setelah ditalak semuanya selesai. Ada masa iddahnya. Abang pernah ngajikan? Abang harusnya paham masalah itu. Ya walaupun abang tahu, abang pura pura tak tahu. Buktinya abang tahu zina itu dosa. Masih saja melakukannya."

"SHAILA." Bentak Lastri. Dia tahu Septian salah, tapi tak sepatutnya Shaila bicara seperti itu pada abangnya.

Septian menghembuskan nafas kasar. Sepertinya keluarganya sudah salah sangka dengan Nara.

"Dia sudah ditalak sebelum 24 jam pernikahan." Jawab Septian sambil mengatur emosinya. "Dan dia tak memiliki masa iddah karena ditalak sebelum digauli."

Lastri dan Shaila tercengang mendengarnya. Benarkah ada kasus seperti itu.

"Suami Nara menghamili gadis lain. Dan dia diceraikan karena suaminya harus tanggung jawab pada gadis itu. Dan untuk statusnya. Secara hukum, Nara memang bukan janda. Pernikahannya dinyatakan batal. Jadi pernikahannya itu dianggap tak pernah terjadi."

"Kamu yakin dia itu anak kamu? Bisa saja dia berbohong dengan bilang tak pernah digauli suaminya?"

Septian menggeleng. "Nara gak pernah berbohong bu. Itu anak Septian. Karena Septian laki laki pertama yang menggaulinya. Septian bertemu Nara saat dia habis ditalak. Semua salah Septian. Septian memanfaatkan keadaan saat Nara sedang terpuruk."

"Astagfirullah haladzim." Lastri memukul mukul dadanya sendiri. Ternyata anaknya sebejat itu. Mengambil keperawanan seorang gadis hingga gadis itu hamil.

"Kenapa kamu lakukan itu Sep, kenapa? Kamu merusak anak gadis orang. Ingat, kamu punya dua adik perempuan. Apa kamu rela jika adikmu diperlakukan demikian."

"Cari Nara, cari dia sekarang. Ibu harus minta maaf padanya."