"Aletha jangan pulang terlambat!"
"Aletha jangan berteman dengan dia, dia tidak baik!"
"ALETHA!"
"KAKAK! Tolong berhenti mengatur hidupku, hidupku ya hidupku. Tolong jangan terus mengaturnya seolah kau pemilik hidup ku. Aku lelah."
Naraya Aletha, si adik yang sudah lelah dengan sikap berlebihan kakak tiri nya.
Galang Dwi Ravindra, sang kakak yang begitu membutuhkan adiknya. Dan tidak ingin sang adik berpaling darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmawi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Naraya yang mendengar keributan dari kamar Kakak nya langsung bangkit dari kasur nya. Dia lalu mengetuk pintu kamar nya yang terkunci. Takut terjadi sesuatu dan dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Dia mendengar seseorang yang mendekati pintu kamar nya dan kembali memukul pintu kamar nya.
"HEI! ADA APA ?" tanya Naraya pada siapa saja yang berada diluar kamar nya.
"Naraya..."
"Papa? Papa, ada apa Pah?"
Angga memandang pintu kamar Naraya yang tertutup dengan sedih. "Maaf Naraya, Papa tidak bisa membantu mu."
Mendengar penuturan Papa Ravindra, Naraya langsung panik, apalagi tadi dia mendengar suara barang pecah dari kamar Kakak nya. "Apa yang terjadi pada Kak Galang Papa? Kak Galang tidak menyakiti dirinya sendiri kan?"
"Tidak usah khawatir. Tidak usah mengkhawatirkan Galang. Kamu sudah makan?" Tanya Angga khawatir.
Naraya mengangggukan kepalanya walau yakin sang Papa tidak dapat melihat nya. "Hm sudah Papa. Kak Galang tadi mengantarkan nya. Tidak apa Papa, jangan membuat emosi Kak Galang naik. Jika dengan menghukum ku Kak Galang akan merasa tenang. Aku tidak apa-apa. Lagi pula, Kak Galang masih memberikan ku makan kok. Aku tidak benar-benar di penjara hehe. "
"Terima kasih Raya. Maaf, maaf karena Papa tidak pernah bisa membantu. Kamu tersiksa karena ke posesifan Galang kan?"
Naraya tersenyum getir. Jika boleh jujur, terkadang dia memang lelah menghadapi sikap Galang yang begitu over terhadap nya. Namun dia juga tahu, bahwa Kak Galang hanya begitu menyayangi nya. Trauma yang dialami Kak Galang yang membuat Kak Galang seperti sekarang. Jadi bagaimana pun keadaan Galang, Naraya tidak mungkin bisa membenci Kakak nya itu.
"Tidak apa Papa~ aku, benar-benar Tidak apa. Tidak usah khawatir..." ucap Naraya berusaha menahan tangis nya. Dia hanya tidak mau ayah nya merasa bersalah karena perlakuan Galang padanya.
"Panggil saja Dokter Andi untuk memeriksa Kak Galang." ucap Naraya perhatian.
"Hm Papa mengerti. Tidak usah mengkhawatirkan Galang.
Angga menghela napas nya dan beranjak dari depan kamar Naraya. "Maaf Hana. Aku membuat hidup putri mu sulit karena keadaan putraku. Maaf, aku benar-benar minta maaf Hana...."
.
.
.
Keesokan harinya, Davin memasuki kelas nya dengan begitu semangat. Dia melihat semua murid murid nya. Namun mengerutkan kening nya saat tidak menemukan murid kesayangan nya. Naraya Dwi Ravindra.
"Naraya tidak hadir? Ada yang tahu kenapa?" tanya Davin, namun semua murid nya hanya menggeleng. Sampai perhatian semua orang teralihkan saat seseorang mengetuk pintu kelas mereka.
Tok Tok
Davin membuka pintu kelas nya, dan mengerutkan kening nya saat melihat seorang namja lengkap dengan setelan jas nya.
"Siapa ya?"
"Abim Abim! Itu ada Kak Galang..." Revan menyikut lengan Abim, dan memandang takut pada Galang yang berada di depan kelas mereka.
Abim melihat Kakak nya Naraya itu. Galang nampak begitu dingin.
"Menakutkan sekali, Naraya pasti sedang di hukum. Makanya tidak sekolah."
Galang mengangsurkan surat yang sudah dia buat pada seorang guru di depan nya. "Aku kakak nya Naraya. Maaf adik ku untuk tiga hari kedepan tidak bisa hadir."
Abim mendesah, berpikir apa yang di lakukan Galang sampai Naraya tidak akan sekolah sampai tiga hari kedepan. "Kasihan Naraya..."
Davin mengerutkan kening nya. "Memangnya kenapa?" tanya Davin.
"Ada acara keluarga. Kami harus pergi ke luar kota." jawab Galang datar.
"Ah begitu ya."
Galang mengangguk lalu menyerahkan surat ijin nya pada Davin.
Sebelum berbalik untuk pergi. Galang Memandang tajam Abim dan Revan. Membuat kedua anak itu mengkerut takut.
Namun Revan yang mendapati wajah pucat yang juga memandang Galang membuat nya heran. "Gavin ada apa dengan mu? Kenapa wajah mu pucat?"
"APA MAKSUD MU?!" teriak Gavin tidak terima.
Gavin menggigit bibir bawahnya karena gugup dan takut saat kembali melihat Galang.
Sial! Kakak nya Naraya tetap menyeramkan!
.
.
.
.
.
.
Naraya menghela napasnya bosan di dalam kamarnya. Hanya bisa berkeliling di sekitar kamar, tidak bisa main, nonton tv bahkan memainkan ponsel nya. Karena Kak Galang juga menyita ponsel nya tadi pagi. Membuat Naraya di landa kebosanan akut sekarang.
"AKU BOSAAAAAAN!" Naraya menendang nendang kaki nya di udara dengan kesal. Dia lalu sedikit tersenyum saat menyadari Kak Galang tidak ada di rumah sekarang. Naraya beranjak dari tidur nya dan memukul pintu kamar nya.
"Bibi, Bibi bisa membuka pintu nya? Bibi, aku ingin menonton tv. Bisa tidak buka pintu nya? Sebentaaaaar saja, Kak Galang tidak akan tahu kok... Bibi~" Naraya memelas berharap Bibi Lee kasihan dan membukakan pintu untuk nya, setidaknya dia bisa menonton tv. Jika Kak Galang pulang, Naraya akan kembali ke dalam kamar dan berpura-pura menjadi anak baik.
Sang Bibi yang berada di depan kamar Naraya nampak menyesal. Kasihan juga dengan Nona muda nya itu.
"Maaf Nona muda, saya tidak memiliki...." ucapan sang Bibi terhenti saat melihat Galang yang sudah berada di hadapan nya dengan wajah datar nya. Galang tadi jelas mendengar Naraya yang terus merengek pada Bibi untuk membukakan pintu.
Dia lalu mengambil kunci kamar Naraya dari saku jas kantor nya. Membuka pintu kamar Naraya dengan kunci tersebut. Langsung memandang tajam adiknya yang sedang bersandar di samping pintu kamar nya. Naraya nampak membulatkan kedua bola matanya kaget karena melihat Galang. Pikir nya Galang itu sedang bekerja di kantor.
"Berniat untuk melanggar lagi?"
Naraya menelan saliva nya dengan sulit. Menunduk dan menggelengkan kepala nya.
"Tidak Kakak! Tadi aku hanya ingin minta air minum pada Bibi...."
Galang menghela napas nya. Meletakkan bungkusan yang di bawa nya di atas nakas dekat tempat tidur Naraya. "Kakak membawa ini. Makanan kesukaan mu, kie ayam...."
Naraya langsung mengambil bungkusan tersebut, dan begitu senang saat mendapati makanan tersebut. Senang juga karena mungkin Kak Galang kembali dari kantor untuk mengakhiri hukuman nya juga.
Galang tersenyum melihat adiknya yang terlihat senang itu, dia lalu mengelus rambut Naraya. "Kakak harus kembali ke kantor. Jadi baik-baik lah disini hmm?"
"Tapi Kakak..."
Naraya belum sempat melanjutkan ucapan nya karena Galang dengan terburu buru keluar dari kamar nya.
Naraya merengut sedih saat lagi lagi mendengar suara pintu yang terkunci. Dia meletakkan kembali bungkusan mie ayam yang tadi di bawa oleh Kakak nya. Sudah tidak bernapsu untuk makan. Dia hanya ingin keluar dari kamar.
"Haaaah kapan Kak Galang akan berubah...."
"Aku tidak lapar! Aku hanya ingin keluar!"