NovelToon NovelToon
Spring Song For You

Spring Song For You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa
Popularitas:997
Nilai: 5
Nama Author: Violetta

cerita tentang seorang serigala penyendiri yang hanya memiliki ketenangan tapi musik menuntun nya pada hal-hal yang terduga... apakah itu musim semi...

aku hanya bermain musik untuk mencari ketenangan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 - Jadi Seperti Ini Teman?

Bel sekolah berdentang nyaring, memecah keheningan taman belakang. Percakapan mereka yang semula ramai pun perlahan memudar, digantikan suara tas yang dikancingkan, sisa bekal yang dibereskan, dan langkah-langkah yang mulai beranjak kembali ke gedung sekolah.

Vio berdiri pelan sambil meraih kotak bekalnya, matanya sempat melirik sekilas ke arah Reuxen yang masih duduk dan tampak enggan bergerak. Di sampingnya, Reina sudah melipat tisu bekas dan membuangnya ke tempat sampah taman, sedangkan Tissa masih meneguk tetes terakhir dari jus kotaknya.

“Yuk, nanti keburu telat,” ujar Reina ringan.

Mereka pun berjalan beriringan kembali ke kelas masing-masing, percakapan tinggal sisa senyum dan tawa ringan yang menggantung di udara.

 

Saat bel pulang sekolah berbunyi, siswa-siswi segera berhamburan keluar kelas dengan semangat yang tak pernah padam meski tubuh mereka kelelahan. Beberapa menuju ruang klub, beberapa lainnya langsung ke gerbang sekolah.

Vio, seperti biasa, tengah merapikan bukunya ke dalam tas saat suara familiar memanggil dari pintu kelas.

“Kak Vio!” Tissa melambai riang, sudah berdiri dengan tas selempang kecilnya dan senyum cerah seperti biasa.

Vio hanya mengangguk kecil sambil menyampirkan tas di pundaknya. “Tunggu sebentar.”

Namun sebelum mereka sempat melangkah keluar, Reuxen menghampiri dari arah bangku miliknya, melambaikan tangan santai.

“Eh, kalian mau langsung pulang?” tanyanya.

“Ya… emang biasanya pulang dulu,” jawab Vio datar, tapi nadanya tidak terlalu dingin.

Reuxen tersenyum. “Aku lagi mikir… Gimana kalau mampir ke toko minuman dekat sekolah? Denger-denger ada yang baru buka. Kan seru juga jalan bareng nggak cuma berempat di taman doang.”

Mata Reina sedikit membulat, tapi tidak menolak. Tissa justru terlihat lebih tertarik. “Minuman? Ada yang rasa strawberry?”

“Harusnya sih ada. Kalau nggak, aku beliin dua,” canda Reuxen.

Vio menghela napas singkat. “Jadi maksudmu ngajak aku pergi…”

“Ngajak kalian semua, maksudnya,” potong Reuxen cepat, lalu melirik ke arah Tissa dan Reina sambil tersenyum. “Nggak seru dong kalau nggak rame-rame.”

Tissa menoleh ke Vio dengan wajah ceria. “Kak, ayolah. Sekali-kali nggak apa-apa kan?”

Vio menatap adik kecil yang bukan adik kandungnya itu. Meskipun hatinya masih ragu, ia tahu hari ini cukup damai untuk membiarkannya mengalir. Tanpa menjawab, ia hanya mengangguk kecil dan mulai melangkah lebih dulu.

Reina menyusul di sisi Tissa, dan Reuxen berjalan sedikit di belakang mereka bertiga, senyum tak hilang dari wajahnya.

Langkah kaki mereka menyusuri trotoar kecil yang mengarah ke toko minuman di ujung jalan. Cahaya sore mengguratkan warna keemasan di sepanjang bayangan mereka, seolah membingkai pertemuan yang tak direncanakan namun tak sepenuhnya asing.

Vio berjalan di sisi paling kanan, sedikit lebih lambat dari yang lain. Angin sore mengibaskan ujung rambutnya yang belum sempat ia rapikan sejak siang. Matanya menatap ke depan, tapi pikirannya mengambang.

“Kalau saja Tissa tidak menatapku seperti itu…” batinnya lirih. “…mungkin aku akan menolak.”

Ia bisa dengan mudah berkata ‘tidak’, menghindar dan pulang seperti biasanya. Tapi tatapan mata bulat Tissa, yang seolah memohon tanpa suara, mengikatnya lebih erat dari sekadar hubungan keluarga. Tatapan itu mengandung sesuatu yang sulit ditolak kepercayaan penuh bahwa kakaknya akan selalu bersamanya.

Di depan, Reuxen sudah mulai mengobrol antusias. “Kalian suka minuman yang manis atau yang asem-asem seger gitu? Aku paling suka yang ada topping banyaknya, kayak jelly sama mochi. Eh, kalian tim teh susu atau jus buah?”

Tissa langsung berseru, “Teh susu, tapi harus yang ada rasa stroberinya!”

Reina menimpali, “Aku lebih suka yang pahit manis kayak matcha. Lebih tenang di lidah.”

Reuxen tertawa kecil. “Keren juga ya selera kalian. Vio, kalau kamu sendiri bagaimana?”

Vio hanya menoleh sebentar, lalu menggeleng pelan. “Aku… terserah aja.”

Jawaban singkat itu membuat Reuxen sedikit terdiam, tapi ia cepat kembali menyesuaikan suasana, mengalihkan obrolan ke hal lain.

Namun dalam diamnya, Vio menyadari satu hal— meskipun mereka berjalan berempat, ada jarak halus yang ia ciptakan sendiri. Bukan karena ia ingin berbeda, tapi karena ia belum tahu bagaimana harus menyamakan langkah.

Dan untuk saat ini, ia memilih untuk tetap diam, menyimpan suaranya sendiri di tengah riuh tawa teman-temannya.

 

Di bangku panjang depan toko minuman itu, mereka duduk berderet sambil menikmati minuman pilihan masing-masing. Tissa dengan stroberi boba-nya yang manis semanis ekspresinya, Reina menggenggam gelas matcha latte dengan kedua tangan, dan Reuxen tak berhenti membolak-balik tutup minumannya sambil melontarkan pertanyaan-pertanyaan ringan.

“Kalau disuruh milih, kalian lebih suka liburan ke pantai atau ke pegunungan?” tanya Reuxen, matanya menyapu ke arah mereka satu per satu.

“Gunung, biar bisa lihat kabut,” jawab Reina singkat namun puitis.

“Aku pantai! Biar bisa main air sepuasnya,” seru Tissa antusias, kedua matanya berbinar.

“Kalau kamu, Vio?” Reuxen menoleh padanya.

Vio hanya menatap permukaan minumannya. “Entahlah. Aku nggak terlalu mikirin soal itu.”

Jawaban itu lagi-lagi singkat, tapi tak menimbulkan kecanggungan. Reuxen hanya mengangguk kecil dan tertawa, “Ya, kadang pilihan pun butuh waktu buat dipikirin, ya.”

Percakapan pun terus mengalir, lebih banyak dari arah Tissa dan Reuxen yang tampak cepat akrab seperti anak-anak yang baru saja menemukan teman main baru. Reina sesekali menanggapi dengan senyum dan kata-kata sederhana. Dan Vio, meski lebih banyak diam, tetap hadir. Matanya bergerak, mendengar, dan menaruh perhatian, meski tanpa banyak kata.

Hingga akhirnya, saat langit mulai berganti warna menjadi biru gelap dan lampu jalan menyala satu per satu, Tissa tiba-tiba melihat jam.

“Eh? Sudah jam enam?! Wah, kita kelamaan ngobrol!” serunya panik.

Reuxen langsung berdiri. “Wah, iya. Aku juga harus pulang sebelum dimarahi tante!”

Mereka pun berpisah di simpang jalan, melambaikan tangan sambil tersenyum. Vio dan Tissa berjalan pulang berdua dalam sunyi yang tak canggung. Hanya suara langkah kaki mereka dan desau angin yang mengisi sela waktu.

Namun saat mendekati rumah, Vio akhirnya bertanya.

“Tissa,” ucapnya pelan. “Tadi… kenapa kamu tiba-tiba manggil aku ‘kak’?”

Tissa terdiam sejenak, seperti sedang memikirkan jawabannya. Kemudian ia menoleh dan tersenyum kecil.

“Karena… aku ingin. Rasanya lebih… Hm... Mungkin, memang ingin saja setelah percakapan tadi waktu istirahat.”

Vio menatap adik kecil yang bukan sedarah dengannya itu. Hatinya terasa aneh— seperti disentuh perlahan, tapi dalam. Ia tidak membalas dengan kata, hanya mengangguk kecil, lalu membuka pintu rumah.

Dan saat langkah mereka masuk ke dalam, Vio merasa bahwa meski dirinya bukan tempat paling terang di dunia ini… ada seseorang yang bersedia memanggilnya 'kakak' tanpa diminta.

1
Finn
ahhhhh..... lagunya bagusss kak /Cry/
_Graceメ: makasih (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)
total 1 replies
Finn
ohhh!!! 😲
Finn
ohh!!! ada lagu original nya /Drool/
_Graceメ: ada dong ヾ⁠(⁠・⁠ω⁠・⁠*⁠)⁠ノ
total 1 replies
Finn
main dobrak aja ya /Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!