Kisah cinta diantara para sahabat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunshine_1908, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebiasaan Baru
Sinar mentari pagi, menusuk masuk ke celah mata Jaryan yang masih tertidur lelap. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, melihat ke arah sisi tempat tidurnya yang terlihat begitu kosong.
Entah mengapa perasaannya seakan ikut merasa hampa. Seberapa siap pun mentalnya untuk menerima semua kenyataan di depan mata. Ia tetaplah seorang manusia biasa yang juga memiliki harapan.
Harapan bahwa hidupnya akan lebih baik. Harapan bahwa satu-satunya cinta dalam hidupnya akan mencintainya juga. Serta harapan bahwa dunia di hari esok akan memudahkannya untuk bisa bernafas lega.
"Kejadian semalam ternyata hanyalah mimpi." lirihnya.
Tanpa ia sadari, air matanya ikut terjatuh. Bersama dengan jatuhnya harapan yang telah ia gantung begitu tinggi semalam.
Apa memang berharap akan selalu sesakit ini? Ia juga pernah merasakan hal yang sama, saat pertama kalinya menginjakkan kaki di apartemen itu.
Harapannya pernah terbang begitu tinggi, hingga nyaris menembus langit. Sebuah harapan bahwa hubungan mereka akan membaik setelahnya. Harapan bahwa semua mimpinya tentang dua menjadi satu akan benar terlaksana.
Harapan bahwa cinta akan benar begitu indah baginya. Namun kenyataannya malah sebaliknya. Hubungan mereka justru malah semakin berjarak. Mereka benar tinggal seatao, namun tidak lagi saling tatap.
Ia selalu mencoba untuk memahami, namun tak pernah bisa dipahami. Semua yang ia inginkan seakan selalu berbanding terbalik dengan kenyataannya. Ibarat cermin yang selalu mengikutinya kemana-mana.
"Jangan dia Tuhan, kumohon." teriak Jaryan tanpa sadar dalam tangisnya.
Ia bahkan mengacak-acak tempat tidurnya juga rambutnya. Menjambak rambutnya sendiri dengan begitu keras, hingga perlahan rasa sakit itu akan berpindah dari hati dan menjalar ke kepalanya.
"Kenapa semua orang membenciku?" isaknya, dengan tangis yang menjadi-jadi.
"Kak Jery kenapa?" selang beberapa saat kemudian, Nicya muncul. Ia menerobos masuk ke dalam kamar Jaryan akibat mendengar suara teriakannya dari arah dapur.
"Kak.." Dengan langkah ragu, ia mendekat dan duduk di hadapan Jaryan yang sedang terisak. Pemuda itu tengah duduk meringkuk, sambil membenamkan kepalanya diantara kedua lututnya.
"Kamu masih mabuk kak?" tanya Nicya ragu Perlahan ia mengangkat dagu Jaryan agar lelaki itu bisa melihat wajahnya dengan lebih jelas.
"Hazel kamu dari mana?" tangannya bergerak untuk menyentuh kedua bahu Nicya.
"Aku kira kamu pergi ninggalin aku." isak Jaryan. Ia pun meraih tubuh gadis itu mendekat dan memeluknya dengan sangat erat.
"Aku tadi cuma pergi ke pasar aja kok kak. Aku mau beli bahan-bahan makanan buat masakin kamu. Kalau beli di minimarket takutnya udah gak segar. Perginya pun bareng Kak Adrian." Nicya menghapus air mata Jaryan dengan tangannya.
"Kak Adrian disini?" Nicya mengangguk.
"Semalam bukan mimpi kan?" tanya nya ragu.
"Nggak kok, kamu gak mimpi. Ternyata nyaman banget ya tidurnya kalau dipeluk." goda Nicya manja sambil memainkan tangannya dalam genggaman Jaryan.
"Mending sekarang kamu mandi dulu, aku siapin makanan. Oh ya, Kak Adrian mulai semalam, nginap di rumah kita lho. Dia baru aja datang dari luar negeri, dan sepertinya akan menetap sementara di Amadya. Kamu gak keberatan kan kalau selama di Amadya, dia akan tinggal bareng kita?" Jaryan hanya mengangguk dengan tatapan kosong.
Perasaannya saat ini sangat sulit untuk diartikan. Adrian adalah anak paman Nicya dari pihak ayah. Ia adalah satu-satunya saudara yang dimiliki Cya. Dan ia juga orang yang sangat diseganinya. Wajar, jika ia selalu berusaha terlihat baik di depan Adrian.
"Ternyata alasannya bersikap semanis itu semalam karena ada Adrian." lirih Jaryan sendu.
Jaryan hampir saja melupakannya. Bahwa mereka sepakat akan berakting romantis jika berada di dekat keluarga mereka. Pasti itulah alasan kenapa Nicya bersikap begitu kepadanya saat ini.
Jaryan tak mau ambil pusing. Yang terpenting baginya adalah untuk selalu memanfaatkan momen yang ada. Ia tak ingin kehilangan satu pun moment yang bisa ia ukir bersama Nicya.
Jaryan pun menuruti keinginan Nicya. Ia beranjak menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian santai yang sudah disiapkan Nicya untuknya.
"Hai Jer," sapa Adrian yang tengah menyeruput kopinya di ruang tengah.
"Hai Bang, kapan sampai?" balas Jery berbasa-basi.
"Tadi malam sih, sebelum lo balik dalam keadaan mabuk berat." balas Adrian seakan menyindir.
Sebenarnya Adrian tak tahu pasti semabuk apa Jaryan semalam. Nicya hanya mengatakan bahwa suaminya itu minum, dan ia pun memilih untuk bersikap acuh dan tidak ingin mengganggu rumah tangga mereka.
Namun, entah kenapa perkataan itu keluar begitu saja dari mulutnya seakan ia adalah sosok yang sangat peduli dan hendak mengkritik sikap Jaryan kepada adiknya.
"Maaf, aku hanya terlalu bersemangat." ujar Adrian yang hanya dibalas senyuman canggung dari Jaryan.
Sebenarnya kamar Jery dan Cya berada di area privasi. Ada sekat tambahan yang mereka pasang sebagai pembatas antara ruang tengah serta kamar pribadi mereka. Sementara area tamu berada di dekat dapur, dekat dengan pintu masuk.
Seharusnya takkan menjadi masalah jika mereka tetap tidur terpisah dengan keberadaan orang lain disana. Karena tamu tak pernah masuk ke dalam area pribadi mereka. Namun anehnya kali ini, Nicya malah bertingkah berbeda.
"Americano triple shot, aku gak mau kasih lebih soalnya kondisi kamu kan masih belum fit Kak." Nicya hadir diantara mereka dan menyuguhkan segelas kopi untuk Jaryan, serta beberapa kukis untuk camilan.
"Kamu kasih kopi sepahit itu ke dia Ca? Gak baik lho untuk kesehatan." protes Adrian kepada sang adik.
Adrian memang terkejut, seolah Nicya terlihat tengah mengerjai suaminya. tapi bagi Jery tidak, baginya itu semua memiliki arti yang berbeda.
Meminum kopi sepahit itu memanglah kebiasannya, minum kopi dengan kekentalan yang sangat super. Hatinya seakan merasa hangat karena Cya bisa mengetahui hal itu.
Tak seperti biasanya, dimana gadis itu hanya menyuguhkan kopi biasa atau air putih hangat untuknya.
"Iya deh Kak, mentang-mentang kamu udah jadi dokter. Udah bisa banget ya, ceramahin Cya soal kesehatan." ledek Nicya.
"Tapi ini belum seberapa lho Kak. Biasanya dia suka masukin lima sampai delapan shot americano dalam satu gelas." jelasnya hingga membuat Adrian bergidik ngeri.
"By the Way, perut lo masih aman kan? Kebiasaan itu gak baik lho, mendingan lo kurang-kurangi dari sekarang."
"Aku sedang berusaha untuk membiasakannya Kak. Jadi, perlahan aku akan mengurangi kadarnya sampai nanti Kak Jery terbiasa. Terus berkurang hingga nanti kalau bisa akan berhenti dengan sendirinya." jelas Nicya bangga.
Uhuk... Jaryan tersedak ketika mendengar setiap penjelasan Nicya.
"Kak, pelan-pelan. Masih panas." Nicya meraih selembar tissue dan membantu Jery untuk menyeka bibirnya.
Sebenarnya alasan kenapa Jery tersedak adalah karena ia begitu terkejut dengan sikap Cya saat ini. Secara, itu adalah kopi pertama yang dibuatkan Nicya untuknya sejak mereka pindah ke apartemen.
Bagaimana bisa ia begitu mengenalnya, sedangkan selama ini Cya tak pernah tahu apapun tentangnya.
Selera makannya, minumannya, bahkan takaran kopinya. Warna kesukaan dan benda kesukaannya pun tak pernah diketahui oleh gadis itu selama ini.
"Oh ya, tadi pagi aku belanja seafood, aku mau masakin beberapa masakan kesukaan kamu." lagi-lagi Jery membelalakkan matanya lantaran terkejut.
"Aku belajar resepnya dari ayahnya Bang Juan kemarin. Aku sempat main ke hotel, dan belajar sedikit. Mudah-mudahan kamu suka. Tadi dibantu Kak Adrian juga sih masaknya." jelas Cya canggung, namun mampu membuat pipi Jaryan bersemu merah.
"Tuhan, jika ini adalah mimpi. Aku benar-benar tidak ingin terbangun. Aku begitu merindukan semua ini sejak lama. Tolong jangan kau renggut kebahagiaan ini dariku Tuhan." lirih Jaryan membatin.
Nicya menarik tangan Jaryan ke meja makan. Ia menunjukkan beberapa hidangan yang sudah tertata rapi di atas meja.
"Ada cumi bakar, sama tumis udang saus pedas. Sayurnya aku bikin capcai, sama aku juga bikin Croffle kesukaan kamu." jelas Nicya membuat hati Jaryan semakin berbunga.
Awalnya Jery berfikir bahwa semua itu hanyalah sandiwaranya di depan Adrian saja. Namun begitu melihatnya berusaha begitu keras, hatinya seketika menghangat.
"Kamu gak pernah seperti ini sebelumnya." bisik Jery sembari membantu Nicya untuk menarik kursinya.
"This is special for you." balas Nicya dengan senyumannya dengan begitu manis.
Senyuman yang sudah lama tak pernah diperlihatkannya kepada Jery, sang suami.
"Aku akan masakin kamu setiap hari seperti sekarang, asalkan kamu janji gak akan mabuk-mabukan lagi seperti kemarin." ujar Nicya sambil menyendokkan makanan itu ke piring Jaryan.
"Dia benar-benar mengkhawatirkan mu semalam." sahut Adrian sambil menyendok sesuap makanan ke mulutnya.
...----------------...
Dokter Adrian Emmanuel Quincy