Setelah kehilangan kedua orang tuanya, Karina dipaksa menikah dengan pria bernama Victor Stuart. Anak dari sahabat kakeknya. Pria dingin yang selalu berusaha mengekangnya.
Selama pernikahan, Karina tidak pernah merasa jika Victor mencintainya. Pria itu seperti bersikap layaknya seseorang yang mendapat titipan agar selalu menjaganya, tanpa menyentuhnya. Karina merasa bosan, sehingga ia mengajukan perceraian secara berulang. Namun, Victor selalu menolak dengan tegas permintaannya.
"Sampai kapan pun, kita tidak akan bercerai, Karina. Hak untuk bercerai ada di tanganku, dan aku tidak akan pernah menjatuhkannya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilylovesss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vitamin
****
Hal yang paling tidak Karina inginkan adalah bertemu dengan Amy—ibu dari Victor. Meskipun wanita setengah baya itu sangat menyayanginya, tetapi Karina selalu merasa tidak nyaman ketika ia datang untuk berkunjung.
Pagi ini, Karina terbangun sedikit lebih cepat. Ia memutuskan untuk berendam di bath up terlebih dahulu sebelum turun untuk sarapan. Bayangan saat Victor menyentuh bagian punggungnya membuat Karina menggelengkan kepala berulang kali.
"Sialan! Sepertinya dia memang sengaja melakukannya agar aku tidak bisa fokus."
Karina merasa kesal, sementara pria itu bersikap seakan tidak terjadi apa pun semalam. Pergi begitu saja setelah melepaskan pakaiannya. Seakan Victor memang sama sekali tidak pernah tertarik dengan gadis yang jauh lebih muda darinya.
"Apakah aku harus berdandan sedikit dewasa?" tanyanya pada diri sendiri, kemudian sedetik kemudian Karina kembali menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Semakin larut ke dalam bayangan semalam membuat Karina merasa semakin gila. Perempuan itu dengan cepat-cepat menenggelamkan kepalanya ke dalam air dalam beberapa detik, kemudian ia kembali mengangkat wajahnya. Karina terus melakukannya secara berulang-ulang agar wajah Victor saat meninggalkannya semalam tidak begitu mengganggunya.
Hampir memakan waktu setengah jam, Karina akhirnya selesai. Ia juga berpikir jika ia telah melewatkan sarapan bersama Victor. Akan tetapi, perasaannya justru merasa lega karena ia sama sekali tidak ingin berpapasan dengan pria itu untuk pagi ini.
Namun, kesialan memang selalu berpihak padanya.
Saat Karina melangkahkan kakinya ke dalam kamar, perempuan itu harus dikejutkan dengan Victor yang berdiri membelakanginya. Sontak Karina berteriak, dan hal tersebut berhasil membuat Victor memutar balik tubuhnya. Menatap Karina yang hanya memakai handuk selutut.
"KAU SUDAH GILA?" Teriak Karina sembari menghalangi bagian dadanya dengan kedua tangan.
"Aku menunggumu untuk segera turun. Tidak ada satu hari pun melewatkan sarapan bersamaku di dalam rumah ini."
Sudah Karina duga, jika setiap hari, Karina pasti akan mendapatkan aturan baru yang keluar dari dalam mulut Victor. Pria itu selalu konsisten untuk membuat banyak aturan yang mencekiknya, seakan tidak pernah memiliki kata bosan sekali pun.
"Tapi, kau tidak perlu menungguku di dalam kamar."
"Justru itu. Jika aku tidak datang ke dalam kamarmu, kau pasti tidak akan turun untuk sarapan."
"Lalu, kau akan terus menungguku seperti itu?"
Victor tidak berekspresi. Sama halnya dengan pria yang semalam pergi setelah melepaskan pakaian Karina. Victor hanya menghela napas dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya.
"Dalam sepuluh menit, kau harus segera selesai. Aku akan menunggumu di ruang makan."
Karina akhirnya bisa bernapas dengan lega, saat kedua kaki Victor mulai meninggalkan kamarnya. Setelah pria itu benar-benar pergi, Karina menyentuh bagian jantungnya yang berpacu sedikit lebih cepat dari biasanya.
"Tuhan, terima kasih karena telah menolongku dari serangan jantung dadakan."
****
Karina berjalan menuruni deretan anak tangga dengan santai. Keadaan rumah begitu hening, tetapi kedua telinga Karina sedikit mendengar pembicaraan beberapa orang dari arah ruang makan. Saat kedua kaki perempuan itu mulai mendekat, Karina harus dikejutkan dengan Amy yang sekarang tengah duduk tepat di seberang suaminya.
"Se-selamat pagi, Ibu." Sapa Karina yang baru saja masuk ke dalam ruang makan.
Amy segera menoleh, kemudian berdiri dari kursinya. Saat Karina sudah ada di hadapannya, wanita setengah baya itu langsung memeluk tubuh Karina dengan erat dalam beberapa detik, kemudian melepaskannya kembali dengan singkat.
"Apa kabar, Sayang? Kau sedikit lebih gemuk sekarang."
"Karina baik, Ibu. Ibu baru saja datang, ya?" tanya Karina dengan sudut mata yang menatap sinis sekilas pada Victor.
Kesal rasanya ketika pria itu tidak memberitahukan dengan jujur jika ibu mertuanya sudah datang dan sedang menunggunya di ruang makan. Jika saja Victor memberitahunya, mungkin Karina akan menyelesaikan urusannya sedikit lebih cepat.
"Ibu baru saja datang."
"Maaf karena sudah membuat Ibu menunggu. Karina tidak tahu kalau Ibu akan datang di pagi hari."
"Tidak apa-apa."
Amy kembali duduk, dan Karina duduk tepat di samping Victor. Selang beberapa detik, mereka memulai sarapannya. Di sela-sela kesibukan sarapan, Karina menginjak salah satu kaki Victor dengan sedikit lebih keras sehingga pria itu sontak menoleh ke arahnya.
Namun, Karina hanya membalasnya dengan senyuman manis. Sementara itu, Amy hanya bisa menyunggingkan bibir saat melihat Karina dan Victor terlihat romantis di hadapannya.
"Sepertinya Ibu tidak akan menginap di sini malam ini."
Tiba-tiba saja Amy mengatakan sesuatu yang sangat Karina harapkan sejak ia mencoba memejamkan kedua matanya semalam. Tuhan benar-benar mendengarkan harapan perempuan itu rupanya. Meskipun sedikit tidak penting. Karena mau bagaimanapun, Amy wajar-wajar saja datang ke rumah putranya sendiri.
"Kenapa, Bu? Kau bilang akan menginap di sini. Aku bahkan sudah membatalkan pertemuanku dengan teman-teman nanti malam."
"Ibu mendadak ada urusan bersama rekan-rekan. Jika kau senggang nanti malam, kenapa kau tidak mengajak Karina pergi bersama?"
Mendengar itu, Karina hampir saja tersedak. Victor yang ada di sampingnya cepat-cepat meraih segelas air minum dan memberikannya kepada Karina.
"Tidak perlu, Ibu. Aku juga memiliki beberapa pekerjaan."
"Baiklah. Ibu datang pagi-pagi ke sini untuk mengantarkan vitamin untuk Karina." Amy meletakkan paper bag berukuran sedang ke atas meja.
"Vitamin?" tanya Karina.
"Vitamin agar kalian segera mendapatkan keturunan. Ibu sudah tidak sabar untuk menciumi cucu Ibu nantinya. Semoga saja dengan vitamin sebanyak ini, bisa membantu kesuburan Karina dan juga kau, Victor."
Karina hanya memandangi paper bag tersebut dengan lekat. Baginya, semahal apa pun harganya, itu hanya akan berbuah sia-sia. Tidak akan ada yang terjadi antara dirinya dan juga Victor. Usianya bahkan belum berusia dua puluh lima tahun. Victor bahkan masih selalu menganggap dirinya sebagai anak kecil yang manja.
Jadi, menurut Karina tidak akan ada anak kecil yang tiba-tiba memiliki anak kecil.
"Terima kasih untuk vitaminnya, Ibu," ucap Victor.
Setelah merasa urusannya selesai, Amy segera meneguk air minum milik ya kemudian beranjak dari kursi yang ia duduki sejak tadi. Victor segera menyusul, begitu pun dengan Karina yang tiba-tiba merasa tidak semangat dan lesu.
"Ibu bisa pergi sendiri ke depan."
"Tidak, Bu. Aku dan Karina akan mengantar Ibu ke dapan," ucap Victor sembari meraih salah satu tangan Karina dan mulai berjalan mengekori Amy.
"Nanti, jika kalian sudah mencoba vitaminnya, katakan pada Ibu reaksi apa yang kalian dapatkan. Oke?"
"Ya, Ibu. Victor akan melaporkannya pada Ibu nanti."
Sebelum wanita setengah baya itu pergi, ia kembali memeluk tubuh Karina terlebih dahulu. Mencium pipi kanan dan kiri Karina secara singkat, kemudian Amy mulia menarik diri dari sana dan berjalan masuk ke dalam mobilnya.
Victor dan Karina melambaikan tangan saat Amy mulai melajukan mobil mewahnya. Pergi meninggalkan rumah besar itu dengan cepat. Padahal, Karina awalnya mengira jika Amy bisa saja menghabiskan waktunya di rumah itu selama satu minggu. Untung saja pikiran Karina tidak sesuai dengan kenyataan.
"Ibu tidak jadi menginap malam ini. Berarti, perjanjian untuk tidur satu ranjang bersamamu tidak akan berlaku, kan?" tanya Karina sembari menoleh ke arah Victor di sampingnya.
Pria itu kemudian membalas tatapan Karina. Menatap kedua matanya dengan penuh keseriusan sebelum Victor menjawab pertanyaan Karina.
"Siapa yang bilang? Perjanjian itu akan tetap berlangsung. Ada vitamin yang perlu kita coba untuk membuktikan keencerannya," ucap Victor dengan senyum licik penuh kemenangan.
****
tapi Karina bukan sbg wanita pertama baginya 😌😌😌
Oh iya mampir yuk dikarya baruku judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏.
💗