Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bocah Sakti
Malam itu, dalam ruangan berbatu di tengah gunung Mong Li, seorang anak berusia sebelas tahun lebih sedang tidur sambil mengigau berteriak ketakutan.
Siaw Jin pun terjaga dari tidurnya. Ketika dia membuka mata, Shifu sang beruang salju telah berada di dekatnya.
"Shifu, aku mimpi buruk. Xiansu dan keluargaku tewas dibunuh. Aku harus mencari mereka". Seru Siaw Jin dengan napas memburu.
Beruang itu menunjuk ke arah kitab dewa sakti yang terletak tidak jauh darinya.
"Aku tau, aku masih harus mempelajari kitab itu. Namun jika tidak mencari mereka, aku tak akan bisa tenang belajar disini".
Setelah agak lama berdiam diri, Shifu membuat isyarat dengan menunjuk telapak tangan dan punggung tangannya serta membuat angka satu dengan telunjuk yang di potong setengah.
"Baiklah, aku akan mencari mereka selama setengah tahun. Ada tak ada, jumpa ataupun tidak aku harus kembali kemari tanpa ada orang lain yang tau kan?"
Shifu menganggukkan kepalanya. Besoknya, Siaw Jin segera pergi dari pintu batu yang dibuka oleh Shifu si beruang dengan hanya mengenakan celananya saja sambil bertelanjang dada.
Jika ada orang yang melihatnya pasti tak akan percaya. Ada anak remaja yang berlarian menuruni tebing gunung bersalju tanpa memakai baju.
Cara Siaw Jin turun pun tanpa di sadarinya sangatlah cepat melebihi larinya seekor kijang dewasa.
Sebentar saja, Siaw Jin telah sampai di kaki gunung mung li. Segera dia berlarian ke arah timur untuk mencari orang tempat dimana dia akan menanyakan berita tentang keberadaan rombongan Xiansu.
Baru tiga kilo dia berlari, sekelompok orang yang tiba tiba keluar dari semak semak menghadangnya.
"Berhenti bocah".
Siaw Jin melihat ada sembilan orang yang berotot dan berwajah kasar di hadapannya.
"Kenapa kalian menghentikan ku?" Tanya Siaw Jin.
"Kenapa larimu cepat sekali? Siapa kau ini?" Tanya seorang brewok sambil mendekat dua langkah.
"Aku hanya bocah gunung yang tersesat, aku mencari rombongan orang tuaku yang pergi dengan kereta kuda dan beberapa orang lainnya menunggang kuda".
"Kami pernah melihat rombongan itu. Mereka berjalan ke arah sana, ke arah kota raja Tiongkok". Sahut seorang yang kurus dan berwajah bopeng.
"Baiklah, terimakasih". Tanpa menunggu mereka menjawab, Siaw Jin langsung lari ke arah timur.
Dalam hatinya pasti Xiansu dan rombongan paman Bu kembali ke kota raja untuk memberi tahu kan kepada baginda kaisar bahwa dia telah tewas.
Sudah dua jam Siaw Jin berlari sangat kencang hingga dia tiba di perbatasan dusun yang dulu pernah di lewatinya.
Ketika dia berlari melewati anak sungai, Siaw Jin yang sudah berkeringat itu teringat untuk membersihkan dirinya sebelum masuk ke dusun yang pastinya ramai.
Tanpa bekal, tanpa baju Siaw Jin yang telah mandi itu nekat masuk ke dusun dengan hanya memakai celana saja.
Ketika melihat rumah pertama, Siaw Jin segera menghampiri dan menumpang makan disana. Kebetulan yang punya rumah adalah sepasang suami istri yang sangat ramah dan baik sekali sehingga Siaw Jin bisa makan dan menginap disana selama beberapa malam.
Dari situlah dia mendapatkan bekal berupa dua pasang pakaian, sepatu dan sebuah topi pelajar milik anak yang punya rumah yang kini sedang menempuh pendidikan di kota raja.
Siaw Jin pun kembali melanjutkan perjalanan ke arah kota raja. Kini dia memutuskan berjalan biasa saja karena dari beberapa orang yang ditanyakan nya, memang beberapa bulan yang lalu ada rombongan yang menuju ke barat dan kembali ke timur dengan kereta dan beberapa kuda yang di tunggangi para pria seperti prajurit tentara.
Siaw Jin yakin sekali bahwa itu adalah rombongan Xiansu. Sedikitpun dia tak pernah menduga bahwa rombongan yang dimaksud oleh orang orang yang ditanyainya di jalan adalah rombongan jenderal Bao yang kembali ke kota raja.
Karena Siaw Jin tidak memiliki uang sepeser pun, terpaksa ketika dia lapar, terkadang dia harus membantu pemilik rumah makan seharian hanya untuk mendapatkan makanan.
Jika dia kemalaman di tengah hutan, maka hewan apapun yang bisa diburunya menjadi santapannya. Banyak juga kesukaran dan rintangan yang di temui nya seperti pata perampok, penjahat, bandit bandit yang suka memeras, namun semua dapat di taklukkan Siaw Jin sehingga di dunia persilatan kini telah muncul sesosok nama bocah sakti yang menjadi julukan Siaw Jin.
Pada suatu hari, Siaw Jin tiba di kota Xinciang di dekat sungai Yang Tze, terlihat di pinggir sungai sebuah perahu indah sedang ditambatkan.
Siaw Jin yang memang suka sekali dengan kesenian mencoba mendekat untuk melihat ukiran ukiran pada perahu yang di pakai oleh keluarga Tuan Shu yang sedang berpelesir itu.
Beberapa saat kemudian, perahu indah itu di pepet oleh dua perahu hitam di kiri kanannya.
Orang orang yang sebagian berada di pinggir sungai yang terlihat seperti dermaga itu berteriak,
"Celaka, anggota bajak membajak Juragan Shu". Sambil berlari ke arah kota beberapa orang berteriak.
Siaw Jin yang melihat belasan orang dari kedua perahu bajak telah melompat ke arah kapal pesiar juragan Shu segera ikut melompat pula.
Dengan senjata di tangan, salah seorang anggota bajak berkata dengan keras sambil menendang tubuh Siaw Jin.
"Siapa kau bocah setan? Pergi".
Dengan ringan Siaw Jin mengelak hingga membuat anggota bajak tadi hampir terjengkang ke luar kapal.
"Kurang ajar. Cari mampus ya?" kembali bajak itu berkata seraya mengayunkan golok besar yang di pegangnya.
Melihat para bajak sungai yang lain telah masuk ke dalam kapal itu, Siaw Jin tidak mau berlama lama lagi.
Segera dia melompat kesana sini melawan ketiga belas orang bajak itu. Meski Siaw Jin hanya bertangan kosong saja melawan bajak yang semuanya memegang senjata, namun mereka bukanlah lawan Siaw Jin yang meskipun belum setahun belajar, namun ilmu yang didapatnya sangatlah istimewa.
Tak sampai 10 menit, para bajak itu babak belur di hajar Siaw Jin. Sungguh pemandangan yang menggelikan melihat belasan orang dewasa yang tampaknya kuat kuat, dihajar oleh seorang bocah yang belum genap 12 tahun.
Saudagar Shu yang tadi di tangkap oleh bajak bersama keluarganya, melihat para bajak kini terseok seok melarikan diri segera menghampiri Siaw Jin sambil memberi hormat.
Dari mulut beberapa orang yang melihat kejadian itu, terdengar perkataan perkataan
"Bocah Sakti, anak itu si bocah sakti". Makanya para bajak terbirit birit meninggalkan tempat itu akibat mereka telah mendengar bagaimana sepak terjang bocah sakti. Dan apesnya malah hari ini mereka dihajar langsung oleh si bocah sakti itu.
"Marilah singgah tuan muda, mari masuk kedalam". Ajak saudagar Shu.
Siaw Jin yang melihat di pinggir sungai telah semakin ramai, segera mengikuti masuk ke dalam bangunan seperti rumah yang ada di tengah kapal pesiar itu.
Setelah mereka duduk di meja makan, Siaw Jin segera di ajak makan siang. Kebetulan sebelum para bajak itu membuat kerusuhan tadi, keluarga Shu memang akan makan siang makanya kapal itu di tempatkan di pinggir sungai.
"Sebuah kehormatan buat kami dapat bertemu langsung dengan tuan muda bocah sakti". Sambil makan, tuan Shu membuka pembicaraan.
"Panggil saja Limsiaw paman". Jawab Siaw Jin sambil makan.
"ah tak apa, tuan muda hendak kemanakah?" Tanya tuan Shu. Keluarganya hanya diam sambil mendengarkan saja.
"aku mencari keluargaku yang menuju kota raha paman. Beberapa bulan yang lalu mereka lewat sini dengan kereta kuda yang di kawal beberapa orang berkuda".
"Kebetulan sekali. Setelah kami selesai pelesir, kami pun akan kembali ke kota raja. Bagaimana jika tuan muda ikut dengan kami saja?"
"Ah, tak perlu repot repot paman. Aku sudah terbiasa melakukan perjalanan seorang diri. Lagian aku tidak buru buru paman". Jawab Siaw Jin yang membuat raut wajah tuan Shu dan keluarganya sedikit kecewa.
"kalau begitu tunggu sebentar di sini". Tuan Shu berkata sambil berdiri menuju ke manar kecil di sudut ruangan kapal itu.
Sesaat kemudian, tuan shu keluar sambil memegang buntalan kecil berisi uang.
"Tuan muda, tolong jangan kau tolak ini. Rasa terimakasih kami sekeluarga untuk bekal mu di jalan".
"Tak usah paman, simpan saja".
Dengan sedikit memaksa, tuan Shu memasukkan bungkusan uang itu ke dalam buntalan pakaian Siaw Jin sambil berkata,
"Belilah kuda agar perjalanan tuan muda semakin mudah. Dan jangan lupa, di sebelah barat dekat gerbang kota raja, jika tuan lewat, singgah lah di rumah kami. Tanya saja rumah Saudagar Shu dari Seichuan".
"Baik paman. Terimakasih banyak". Siaw Jin yang telah selesai makan, segera pamit undur diri.
Anak itu lalu melanjutkan perjalanannya sambil melihat lihat kota Seichuan yang tampak indah.
Ketika melewati sebuah pasar hewan keesokan harinya, Siaw Jin tertarik melihat seekor kuda hitam yang tegap namun tidak berapa besar badannya.
"Paman, berapa harga kuda ini?" Tanya Siaw Jin kepada penjual kuda tersebut.
"Untuk mu 20 tail saja". Jawab penjual kuda itu.
"Hei, tadi kau bilang 50 tail harganya. Kenapa sekarang 20 tail?" Seru seorang pria lain yang dari tadi sibuk memilih dan melihat lihat.
"Harganya memang 50 tail untukmu, namun untuk bocah sakti, 20 tail saja".
Mendengar nama bocah sakti, pria yang tadi protes kini diam saja.
"Kok paman tau aku bocah sakti?" Tanya Siaw Jin heran.
"Setelah kemarin kau menolong tuan Shu, semua warga sini mengenalimu. Tidak ada remaja yang berpakaian seperti mu di kota ini kongcu". Jawab penjual kuda sambil tersenyum.
Memang dari awal di rumah orang tua angkatnya di dusun pertama dijumpainya Siaw Jin mengenakan celana putih baju merah dengan topi pelajar seperti seorang kongcu. Makanya ketika dia berjalan di kota Seichuan, hampir semua orang memperhatikannya sambil tersenyum ramah.
Siaw Jin yang segera membuka buntalan uang dari tuan Shu kaget saat melihat 300 tail emas di kantong tersebut.
Dengan segera Siaw Jin membayar 30 tail ke penjual kuda dan tanpa banyak cakap lagi, dia segera membalap kan kudanya ke arah pinggiran kota setelah berhenti sebentar untuk membeli beberapa stel pakaian.
Kini dia pun berkuda perlahan dengan setelan barunya yang tidak akan mudah di kenali orang.
Dengan pakaian putih celana hitam dan memakai topi bulu warna kuning, Siaw Jin melanjutkan perjalanan nya ke kota raja.
BERSAMBUNG. . .