Menjadi ibu baru tidak lah mudah, kehamilan Yeni tidak ada masalah. Tetapi selamma kehamilan, dia terus mengalami tekanan fisik dan tekanan mental yang di sebabkan oleh mertua nya. Suami nya Ridwan selalu menuruti semua perkataan ibunya. Dia selalu mengagungkan ibunya. Dari awal sampai melahirkan dia seperti tak perduli akan istrinya. Dia selalu meminta Yeni agar bisa memahami ibunya. Yeni menuruti kemauan suaminya itu namun suatu masalah terjadi sehingga Yeni tak bisa lagi mentolerir semua campur tangan gan mertuanya.
Bagaimana akhir cerita ini? Apa yang akan yeni lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15. CTMDKK
Dia meminta ku meminum air itu dan aku pun meminumnya. Ku tak merasa segelas air ini tak mau untuk ku telan. Rasa sesak ku menghalangi air itu mengalir ke tenggorokan ku. Namun setelah ku paksa, perlahan air itu mulai membasahi tenggorokan ku.
“Yang sabar Yen. Ibu mu nggak akan kenapa-kenapa kok Yen.”
“Iya bu.”
Di saat yang sama, Reza menangis karena lapar. Aku mengelap air mataku yang sempat mengalir lalu ku berdiri. “Bu, ku ke kamar dulu ya. Reza bangun.”
“Iya, iya.”
Ku ke kamar lalu mengendong Reza keluar dari kamarku selain itu aku juga membawa ponselku ke ruang tamu lagi. Ku merasa tak enak pada Bu Eem yang sedang duduk di ruang tamu.
“Eh ya ampun, ini anak kamu Yen? Ganteng nya.. Namanya siapa?”
“Iya bu, namanya Reza bu,”
“Aduh, namanya keren banget.. Uh, mirip sekali ya sama kamu..”
“Makasih bu..”
Sedang kami berbincang, Ponselku berdering dan ku lihat nama salma yang tertera di layar ponselku itu.
“Salma?” Ku langsung mengangkat telponnya.
“Mba?”
“Gimana Ibu? Gimana keadaannya? Kalian sudah sampai di rumah sakit kan?”
“Iya mba, ini Ibu baru di tangani dokter.”
“Belum selesai? Salma, pokoknya kalau ibu sudah siuman. Kamu harus menemani dulu ya. Mba, mba nggak bisa ke situ.”
“Iya mba, nanti ku beritahu. Nah itu sebentar dokternya udah keluar.”
“Iya,”
Beberapa saat kemudian,
“Mba, kaa dokter, alhamdulillah Ibu nggak apa amba. Untung nya langsung di tangani. Tapi Sepertinya ibu di sarankan untuk rawat inap selama beberapa hari.”
“Ya, syukurlah. Syukurlah ibu tak apa.” Ku menitikkan air mata kelegaan mendengar itu.
“Alhamdulillah ibu kamu tidak apa-apa. Yen, percaya ya. Ibu mu pasti akan segera sembuh Yen.”
“Iya bu, terima kasih.”
“Ya sudah, saya pulang dulu ya. Nanti saya ke sini lagi.”
“Makasih bu, Makasih repot-repot..”
“Ah, nggak repot. Ya sudah, saya keluar sekarang ya.”
“Iya bu,”
Bu Eem keluar dari rumahku. Lalu aku pun lanjut menyusui anakku.
Beberapa jam kemudian,
Aku ingin sekali mendengar kabar Ibu lagi namun tiba-tiba, ku mendengar suara bapak di luar rumah.
“Yen.. Yeni..”
Aku pun berdiri dan segera membukakan pintu.
“Bapak?”
Dia masuk lalu meletakan sebuah kotak di atas meja.
“Apa ini pak? Ibu? Ibu bagaimana pak? Apa dia sudah sadar?”
“Belum Yen. Ibu belum sadar tapi sudah di pindahkan ke ruang pasien. Oh ya, itu kamu makan dulu. Bapak sudah bungkuskan nasi uduk.”
“Tapi kata dokter Ibu akan baik-baik saja kan pak?”
“Iya, kamu doakan saja ya. Kata dokter keadaannya tak terlalu mengkhawatirkan kok.”
“Syukurlah pak.”
“Iya, maka dari itu kamu makan lah dulu Yeni... Bapak mau mandi dulu terus beres-beres baju Ibu langsung ke rumah sakit lagi. Salma mau kuliah katanya.”
“Iya pak, nanti kabari Yeni lagi ya pak?”
“Iya Yeni.. Eh ada cucu kakek di sini ? Halo.. Reza.. ini kakek.” ucap bapak pada Reza dan Reza pu tersenyum.
“Aduh, cucu mbah tersenyum. Panggil Mbah saja ya"
“Reza senang pak, bisa main sebentar sama Mbah nya”
“Ya udah, nanti setelah Mbah sembuh kita main lagi ya?”
“Iyaa mbah..” Jawabku mewakili suara reza.
Bapak pun pergi ke kamar mandi, sementara aku sambil mengawasi Reza mulai memakan nasi uduk yang di bawa oleh bapak.
Setelah 2 jam kemudian, Bapak siap dengan membawa tas tenteng kecil berisi pakaian Ibu.
“Yeni, kamu nggak apa kan hari ini di rumah sendiri? Salma hari ini akan di kos nya sampai besok. Oh ya, nanti bapak mau nitip saja sama Bu Tati suruh pagi, siang, malam nya kasih kamu makan. DIa kan sekarang punya warung makan. Nanti bapak sekalian bayar.”
“Iya pak. Sebenarnya nggak usah pak. Kan Yeni bisa masak.”
“Kamu belum bener-bener sembuh Yeni. Nggak papa.”
“Tapi pak..”
“Sudah ya, kamu fokus rawat Reza saja. Nurut ya sama bapak.”
“Ya sudah pak. Hati-hati ya pak.”
“Iya,”
Aku pun mengantar bapak hingga ke depan rumah. Dengan menaiki ojek, bapak pun mulai menjauh dari rumah.
Di saat yang sama, Bu Eem dan Bu Fany berjalan mendekatiku.
“Yeni..” panggil Bu Eem.
“Iya bu..”
“Ini saya baru masak sayur lodeh. Banyakin makan sayur ya? Kamu ini masih masa menyusui anak mu. Penting banget ini..” Ucap nya menyerahkan semangkok sayur lodeh padaku.
“Wah terima kasih bu.. jadi ngerepotin..”
“Eh, jangan gitu. Nggak repot kok. Bu Ratih itu sudah saya anggap seperti sodara sendiri. Udah, ini ya di makan sampe habis.”
“Iya bu,”
“Eh ini tambahannya Yen. Ini kue bolu pisang sehat buat kamu. Oh ya saya boleh sekalian nengok anak kamu Yen?”
“Wah terima kasih bu Fany. Ya ampun.. tentu saja bu, mari masuk mari..”
Kami bertiga pun masuk ke dalam rumahku. Bu Fany yang ingin menengok Reza pun melihatnya dengan sesekali bermain bersama.
“ya ampun… Yen.. Anak kamu ini lucu sekali.. Emm, mirip bapaknya ya?”
“Em, i-iya bu.. kan anaknya juga hehe” Jawabku.
“Oh ya, suami mu kenapa nggak ikut ke sini Yen?”
“Ah, itu.. dia lagi dinas keluar kota bu.”
“Oh gitu, ya, daripada sendiri di rumah ya mending ke sini saja.”
“Iya bu..”
Sedang kami berbincang, Ku mendengar suara ramai ibu-ibu di luar rumahku.
“Eh, itu sudah pada dateng.” Ucap Bu Eem.
“Siapa yang dateng bu?”
“tadi, saya kasih tau Ibu-ibu Yen. Kamu datang ke sini bawa anak kamu. Eh mereka malah pengen kesini nengok kamu. Sekalian cari tau gimana keadaan Bu Ratih.”
“Oh gitu bu, jadi nggak enak nih bu..” Ucapku.
“Jangan gitu Yen. Ayo keluar dulu.”
Aku pun membuka pintu rumah ku lagi dan bertapa terkejutnya aku melihat para ibu-ibu sini antusias kemari untuk menengok Reza. Aku pun dengan senang hati menerima mereka.
“Yeni.. ya ampun.. sudah lama sekali kita nggak ketemu.”
“Yeni…”
Mereka masing-masing membawa makanan dan ada juga yang memberiku sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan Reza.
“Ya ampun bu ibu, terima kasih bu sudah repot-repot kemari.” Ucapku.
“Ya sama-sama lah Yen. Semoga kamu betah ya selama di sini.”
“Pasti bu..”
“Oh ya, nanti ibu kamu sembuh juga kami ke sini lagi kok. Ya sudah ayo bu ibu kita pulang.” Ucap Bu Eem lagi.
“Ya bu.. ayo ayo..”
Setelah beberapa jam, mereka semua pun pulang. Aku sempat tak enak hati karena sama sekali tak menjamu mereka.
Aku kembali lagi kedalam rumah dan memasukan semua makanan kedalam lemari pendingin. Setelah itu, aku duduk di samping anakku dan mencium nya.
“Reza, syukurlah kalau masih banyak yang sayang sama kamu. Sabar ya sayang, walaupun ayah kamu tidak pernah sekalipun menggendong ataupun bermain denganmu, tapi jangan kamu benci dia ya? Mama yakin ayah kamu pasti sebenarnya juga sayang sama kamu.”
“Lihat sayang? Reza di beri uang buat popok dan kebutuhan Reza nih sama ibu-ibu desa ini. Lihat? 450 ribu. Alhamdulillah ya sayang.”
Sedang ku memasukkan uang itu kedalam dompetku, ponselku bergetar. Aku pun langsung mengambilnya dan melihat dari siapa pesan itu.
“Ku sudah mentransfer sedikit uang untuk mu dan Reza. Jangan hubungi aku kecuali aku yang menghubungi mu dulu.” Ku sedikit terkejut dengan pesan yang ternyata dari mas Ridwan.
Dengan cepat ku membalas, “Mas, kenapa kamu memasukan semua perhiasan dan baju-baju ku? Apa kamu tidak ingin aku kembali lagi? Kenapa tampak seperti kita benar-benar ingin berpisah?”
Bersambung ..